Salin Artikel

Melihat Sedekah Bumi di Candi Peninggalan Mpu Sindok

NGANJUK, KOMPAS.com – Ratusan lengkong, wadah berisi nasi dan ayam bakar beserta lauk-pauk tertata rapi di sisi barat Candi Lor.

Lengkong yang sebagian ditata menumpuk itu dikelilingi ratusan warga yang duduk bersila.

Setelahnya, seseorang sesepuh desa terdengar lirih memanjatkan doa dengan tata cara khas Islam.

Usai didoakan, ratusan lengkong itu dibagikan ke warga. Diyakini lengkong yang sudah didoakan berkah dan bisa menolak bala.

Prosesi yang dinamai ‘nyadran’ atau sedekah bumi itu dilakukan warga Desa Candirejo, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.

Tradisi ini digelar warga setiap tanggal 11 dan 12 di Bulan Ruwah atau Syakban.

Adapun tanggal 11 Ruwah atau Syakban jatuh pada Kamis (25/3/2021) kemarin.

Sedekah bumi tersebut dilakukan di lima titik, di kediaman Kepala Desa (Kades) Candirejo, Balai Desa, Situs Punden Mbah Gedong, Petilasan Mbah Lengo, dan di Candi Lor yang merupakan candi peninggalan Mpu Sindok.

“Tradisi ini tiap tahun ada, pelaksanaannya setahun sekali, namanya bersih desa,” kata Bari (64), salah satu warga yang mengikuti prosesi sedekah bumi ke Kompas.com, Kamis (25/3/2021).

Bari menuturkan, tradisi sedekah bumi ini berlangsung turun temurun dan tetap lestari hingga kini.

Tujuan dilakukannya tradisi ini ialah untuk tolak bala, agar seluruh warga Desa Candirejo terhindar dari mara bahaya.

“Jadi ya untuk membersihkan badan dan meminta kepada Tuhan agar (warga) tenteram, selamat,” tutur dia.

Salah satu warga lainnya, Bandi (61) mengatakan, tradisi sedekah bumi ini merupakan warisan nenek moyang mereka yang tetap terjaga hingga saat ini. Ia menyebut tradisi ini tak ada sangkutpautannya dengan ajaran agama tertentu.


“Artinya ya nguri-nguri (melestarikan) budaya leluhur saja. Harapan ke depan supaya warga itu sehat, murah rezeki, enggak ada halangan apa-apa,” sebut dia.

Dulunya Candi Lor merupakan tempat pemujaan umat Hindu.

Namun kini sudah tak ada lagi warga setempat yang menganut agama Hindu, mayoritas beragama Islam. Kendati demikian, warga setempat tetap melestarikan budaya leluhur.

“Ini sedekah bumi atau tolak bala saja. Adapun kemenyan dan lain-lain itu bagian dari tradisi yang harus kita lestarikan untuk nguri-nguri leluhur kita, asal-muasal kita seperti itu,” ujar Kades Candirejo, Ronny Giat Brahmanto.

“Dan kita jangan memaknai hal-hal yang bersifat tidak baik. Itu (tradisi sedekah bumi) adalah sesuatu yang baik dan bisa kita lestarikan,” lanjut dia.

Candi Lor didirikan Mpu Sindok pada tahun 937 masehi. Raja bergelar Sri Maharaja Rakai Hino Sri Isana Wikramadharmottunggadewa itu merupakan raja pertama Kerajaan Medang atau Mataram Hindu pada periode Jawa Timur.

Mpu Sindok memerintah tahun 929 hingga 947 masehi.

Bangunan kuno terbuat dari bata merah tersebut bernama lain jayastamba (tugu kemenangan).

Awal mula dibangunnya Candi Lor memang tak lain untuk memperingati kemenangan Mpu Sindok dalam melawan tentara Melayu.

“Candi Lor atau Candi Boto ini adalah tugu kemenangan,” ujar Ronny.

Kini, bangunan Candi Lor sudah banyak yang rusak berat. Di atas candi tumbuh pohon kepuh besar yang diyakini warga telah berusia ratusan tahun.

Akar pohon kepuh tersebut menjalar dan mencengkram bagian selatan badan candi.

https://regional.kompas.com/read/2021/03/26/085518878/melihat-sedekah-bumi-di-candi-peninggalan-mpu-sindok

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke