Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Mama-mama Papua Jaga Hutan Perempuan di Teluk Youtefa, Pria yang Datang Harus Bayar Denda Adat

Kompas.com - 06/03/2021, 06:06 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - "Heh! Ko siapa?!," seru Adriana Youwe Meraudje dengan lantang ketika ia merasakan ada sekelebat bayangan di sela rerimbunan pohon bakau.

"Ko mau ambil apa? Kurang tahu malu masuk hutan perempuan!," teriaknya lagi.

Perempuan yang akrab disapa Mama Ani ini langsung menghentikan aktivitasnya mencari kerang. Buru-buru ia kenakan kembali pakaian yang ia tanggalkan sebelum mencari kerang, atau bia dalam bahasa Enggros, di hutan bakau.

"Hutan ini dibilang Hutan Perempuan [karena] khusus untuk perempuan. Tidak ada laki-laki yang boleh masuk," ujar Mama Ani, Rabu (24/3/2021).

Kaum lelaki yang berani datang ke hutan itu ketika ada perempuan di dalamnya harus membayar denda adat berupa manik-manik, barang berharga bagi warga Enggros yang mahal harganya.

Baca juga: Risma dan Khofifah Disebut Mama Papua...

Hutan Perempuan dan latar belakang Jembatan YoutefaAlfonso Dimara Hutan Perempuan dan latar belakang Jembatan Youtefa
Hutan Perempuan, begitu nama hutan bakau yang keberadaannya tak bisa dipisahkan dari perempuan Enggros dan Tobati, yang mendiami Teluk Youtefa di Jayapura, Papua.

Hutan itu adalah kawasan bakau yang dirawat oleh para perempuan dengan kearifan lokal secara turun-temurun.

"Hutan Perempuan sudah jadi satu dengan adat kami, jadi kami tak bisa lepaskan itu hutan," ujar Mama Ani lirih.

Mama Ani adalah salah satu dari segelintir perempuan Enggros yang melestarikan kearifan lokal di Hutan Perempuan, hingga kini.

"Daripada tinggal saja begitu to, budaya kami harus diangkat. Di dunia tidak ada hutan perempuan, hanya di Tobati-Enggros yang ada hutan perempuan, yang khusus untuk perempuan dan mencari [kerang] tanpa busana.," tutur Mama Ani.

"Mama bangga karena di dunia tidak ada, hanya satu di Tobati-Enggros."

Baca juga: Ketua Adat Papua: Risma dan Khofifah Layak Disebut Mama Papua

Mencari kerang 'dengan perasaan'

Wadah yang dipersiapkan untuk menampung kerangAyomi Amindoni Wadah yang dipersiapkan untuk menampung kerang
Siang itu, matahari begitu terik ketika Mama Ani dan perempuan Enggros lain, Ati Agustina Rumboyrusi, pergi ke Hutan Perempuan yang lokasinya tak jauh dari Jembatan Youtefa, salah satu destinasi wisata di Jayapura.

Air pasang akibat hujan deras semalam telah surut. Itu adalah waktu tepat untuk mencari bia noor, kerang berkulit tipis yang hanya hidup di kawasan bakau.

Mereka telah menyiapkan ember dan wadah untuk menampung kerang-kerang itu nantinya.

Setelah menambatkan perahu, alih-alih langsung menceburkan diri, mereka melepas pakaian mereka terlebih dulu. Baru kemudian mencemplungkan badan ke dalam air berwarna jernih dengan akar bakau yang melintang di sana-sini.

Baca juga: Jimmy Kisahkan Penyerangan KKB di Nduga: 2 Kali Tertangkap, Ditolong Mama Papua dan Pendeta (6)

Keduanya lalu bercengkerama tentang urusan dapur dan cuaca yang tak menentu belakangan, sementara kaki mereka sibuk menginjak-injak lumpur, meraba dengan ujung jari kaki keberadaan kerang yang mereka cari.

Ati menjelaskan, berbeda dengan kerang di laut yang memiliki kulit yang keras, kerang yang hidup di hutan bakau berkulit tipis. Jadi, ketika mencarinya pun "harus dengan perasaan".

"Injak pelan karena ini pecek (lumpur), terus kerangnya itu kulitnya tipis. Kalau kasar, dia hancur, pecah. Jadi harus dengan hati-hati, penuh perasaan sekali."

Baca juga: Jokowi Anggap Mama-mama Papua Simbol Perjuangan Kaum Ibu

Mama Ani mencari kerang dengan penuh ketenangan, sambil sesekali menyanyikan lagu berbahasa Enggros di bawah bayang-bayang daun bakauAyomi Amindoni Mama Ani mencari kerang dengan penuh ketenangan, sambil sesekali menyanyikan lagu berbahasa Enggros di bawah bayang-bayang daun bakau
"[Ketika] dapat, tidak bisa disentuh dengan kasar juga. Karena dia punya [kulit] terlalu tipis. Bisa pecah atau retak dan tidak bisa dijual lagi," jelas Ati.

Ia sesekali mengaduh ketika kakinya terantuk botol atau sampah yang terselip di akar-akar bakau.

Sementara Mama Ani mencari kerang dengan penuh ketenangan, sambil sesekali menyanyikan lagu berbahasa Enggros di bawah bayang-bayang daun bakau.

Dari kejauhan, terdengar suara musik yang diputar dari kafe-kafe yang mulai menjamur, tak jauh dari situ. Suara musik, kontras dengan suara kicauan burung yang lamat-lamat terdengar di Hutan Perempuan.

Insiden yang membuat Mama Ani berteriak lantang tadi memaksa mereka menghentikan aktivitas mencari kerang. Mereka pun terpaksa pulang lebih cepat.

Tak banyak kerang yang mereka dapatkan siang itu.

Baca juga: Bentrok Antar-kampung di Papua, Akses Jembatan Youtefa Tertutup, 7 Orang Terluka

Tradisi Tonotwiyat

Bia noor adalah kerang berkulit tipis yang memiliki habitat di hutan bakau.Ayomi Amindoni Bia noor adalah kerang berkulit tipis yang memiliki habitat di hutan bakau.
Mama Ani, perempuan berusia 66 tahun itu lahir dan besar di Kampung Tobati yang berada di kawasan taman wisata Teluk Youtefa.

Setelah menikah, ia ikut dengan suaminya tinggal di Kampung Enggros. Kampung ini oleh warga setempat dinamai Injros, yang berarti tempat kedua.

Kampung itu adalah kampung terapung, yang berada di Teluk Youtefa. Untuk menuju ke sana, harus menempuh sekitar 10 menit perjalanan menggunakan speedboat dari Pantai Ciberi.

Baca juga: Mengenal Jembatan Youtefa, Landmark Papua yang Gambarnya Tercetak di Uang Baru Rp 75.000

Kepada BBC Indonesia, Mama Ani menceritakan momen pertama kali mengenal Hutan Perempuan.

Saat dirinya masih kecil, ibunya kerap mengajak perempuan-perempuan lain untuk mencari kerang di hutan bakau ketika air laut sedang surut.

Tradisi mengunjungi hutan bakau, dalam bahasa setempat disebut tonotwiyat. Tonot berarti hutan bakau, sedangkan wiyat berarti ajakan.

Baca juga: Masyarakat Papua Bangga Gambar Jembatan Youtefa Masuk di Uang Rp 75.000

Sampan ini menjadi moda transportasi Mama Ani sehari-hariAyomi Amindoni Sampan ini menjadi moda transportasi Mama Ani sehari-hari
"Pengalaman mama waktu masih kecil ikut mama saya ke hutan bakau, dulu itu memang mama-mama panggil-panggil 'Ayo ke hutan bakau'. Sama-sama ke sana," tuturnya.

Mereka kemudian mendayung sampan ke hutan bakau, yang berjarak hanya beberapa menit dari kampung mereka.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Abu Vulkanik Gunung Ruang Selimuti Bandara Sam Ratulangi Manado

Abu Vulkanik Gunung Ruang Selimuti Bandara Sam Ratulangi Manado

Regional
3 Hari Dicari, Penambang yang Tertimbun Galian Batubara Belum Ditemukan

3 Hari Dicari, Penambang yang Tertimbun Galian Batubara Belum Ditemukan

Regional
Cerita Penumpang Pesawat Terdampak Penutupan Bandara Sam Ratulangi, Terancam Tak Bisa Liburan ke Luar Negeri

Cerita Penumpang Pesawat Terdampak Penutupan Bandara Sam Ratulangi, Terancam Tak Bisa Liburan ke Luar Negeri

Regional
Gempa M 5,5 Terjadi di Halmahera Barat, Tak Berisiko Tsunami

Gempa M 5,5 Terjadi di Halmahera Barat, Tak Berisiko Tsunami

Regional
Dimas Tewas Dianiaya Sesama Tahanan di Pekanbaru, 5 Orang Jadi Tersangka

Dimas Tewas Dianiaya Sesama Tahanan di Pekanbaru, 5 Orang Jadi Tersangka

Regional
Mantan Wakil Gubernur Maluku Daftar Cagub di PDI-P

Mantan Wakil Gubernur Maluku Daftar Cagub di PDI-P

Regional
Pekanbaru Siap Gelar Rakerwil I Apeksi 2024, Pj Walkot Muflihun: Persiapan Sudah Tuntas

Pekanbaru Siap Gelar Rakerwil I Apeksi 2024, Pj Walkot Muflihun: Persiapan Sudah Tuntas

Regional
Demo di Banjarnegara Ricuh, Fasum Rusak, 2 Polisi Luka, Ini Pemicunya

Demo di Banjarnegara Ricuh, Fasum Rusak, 2 Polisi Luka, Ini Pemicunya

Regional
Angka Stunting di Lamongan Turun Drastis, Bupati Yuhronur Efendi Paparkan Caranya

Angka Stunting di Lamongan Turun Drastis, Bupati Yuhronur Efendi Paparkan Caranya

Regional
Kakek di Serang Banten Lecehkan Remaja Lalu Diunggah ke Medsos

Kakek di Serang Banten Lecehkan Remaja Lalu Diunggah ke Medsos

Regional
Kunker ke NTB, Presiden Jokowi Akan Resmikan Jalan Inpres dan Bendungan Tiu Suntuk

Kunker ke NTB, Presiden Jokowi Akan Resmikan Jalan Inpres dan Bendungan Tiu Suntuk

Regional
Panen Padi Triwulan I-2024 di Lamongan Berhasil, Rata-rata 7,34 Ton Per Hektar

Panen Padi Triwulan I-2024 di Lamongan Berhasil, Rata-rata 7,34 Ton Per Hektar

Regional
Gelar Halal Bihalal Bersama Jajarannya, Mas Dhito Sampaikan Ini ke Pegawai Pemkab Kediri

Gelar Halal Bihalal Bersama Jajarannya, Mas Dhito Sampaikan Ini ke Pegawai Pemkab Kediri

Regional
Anggota Keluarga Jayabaya Kembali Daftar Bacabup Lebak lewat PDI-P dan Demokrat

Anggota Keluarga Jayabaya Kembali Daftar Bacabup Lebak lewat PDI-P dan Demokrat

Regional
Pedagang Bakso di Semarang Lecehkan Remaja SMP hingga Empat Kali

Pedagang Bakso di Semarang Lecehkan Remaja SMP hingga Empat Kali

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com