Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[JEJAK KASUS] Geger di Balik Tembok Keputren Keraton Solo

Kompas.com - 21/02/2021, 13:00 WIB
Michael Hangga Wismabrata

Editor

Dibungkam pendapatnya Aku masih harus berjuang melanjutkan Cita2 Kartini.

Bisakah manusia memilih untuk dilahirkan sebagai perempuan atau laki2? Salahkah aku terlahir perempuan?

Mata ini memang masih belum mau terpejam, walaupun jam di dinding sudah menunjukan jam 02.00. Mata ini benar-benat tidak mau terpejam Semakin aku ingin untuk memejamkan mata ini semakin sulit aku lakukan...

Walaupun badan ini sudah lelah dan letih, tapi mataku tetap tidak mau terpejam.

Semakin jelas bayangan belahan jiwaku di balik tembok sana hadir di pelupuk mataku... Anakku... ibu rindu padamu... Anakku... baik2 sajakah kamu??

Jangan menangis nak.... ibu tahu kamu merindukan ibu Ya itulah kenyataan yang harus aku hadapi kini Semenjak aku terperangkap di rumahku sendiri dan terpisah dari orang orang yang sangat aku kasihi...
Saat ini... anakku sedang dirawat di RS.. sementara aku... sang ibu tak dapat berada di sisinya... menghiburnya... menemaninya... Cepat sembuh ya nak... doa ibu menyertaimu Semoga....

HABIS GELAP TERBITLAH TERANG"

Saat itu Juru Bicara Pakubuwono XIII Raja Keraton Solo, Ferry Firman Nurwahyu, membantah telah ada pengurungan.

Menurutnya, GKR Timoer enggan keluar dari lingkungan keraton saat proses pengosongan terhadap keluarga keraton yang terlibat dalam perselisihan antara kubu Dewan Adat dan Tim Lima atau Tim Satgas Pancanarendra.

"Jadi begini, perlu diklarifikasi, Tim Satgas Pancanarendra sudah memberikan surat pemberitahuan dan perintah pada tanggal 20 Maret 2017 untuk pengosongan secara fisik lokasi keraton dengan tenggang waktu jam 5 sore. Ada 17 orang yang dimaklumat untuk keluar dari keraton, termasuk Rumbai. Rumbai yang menolak untuk keluar, dan apabila mau keluar menengok putranya yang sakit, monggo saja. Ini kan Keraton, semuanya atas perintah raja. Jadi apabila ada perintah untuk keluar keraton, ya keluar. Tujuannya keraton ini dibenahi dulu," kata Ferry saat ditemui di Keraton Solo, Jumat (21/4/2017).

Baca juga: Mengapa Kita Asyik Ngobrol di Angkringan? Begini Asal-usulnya...

Selesaikan secara damai

Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Drajat Tri Kartono menyebutkan bahwa konflik keluarga di Keraton Solo harus segera diselesaikan.

Menurut Drajat, konflik keluarga yang berlarut-larut akan mengancam eksitensi Keraton Solo sebagai heritage atau peninggalan budaya.

"Keraton ini adalah modal kultural. Modal simbolik bagi masyarakat Solo dan masyarakat Jawa. Banyak hal yang kita pelajari dari sana. Untuk itu, masalah-masalah yang ada harus segera diselesaikan," kata Drajat.

Selain itu, Drajat mengingatkan, Keraton Solo adalah sebagai heritage. Hal itu berarti masyarakat juga bertanggung jawab untuk menjaganya.

Baca juga: Cerita di Balik Dua Putri Keraton Solo Terkunci di Keputren, Sikap Polisi dan Dugaan Masalah Keluarga

"Heritage itu artinya, Keraton Solo dari segi pengetahuan yang ada di sana, gedung, kelembagaan bahkan dari segi figur-figurnya adalah bagian dari tanggung jawab masyarakat untuk merawatnya," katanya.

Namun demikian, keputusan final terkait peselisihan internal merupakan hak dari Keluarga Keraton.

Hanya saja, kata Drajat, pihak keraton diharapkan mau membuka diri dan mendengarkan saran dari pihak luar keraton.

"Dari sudut pandang ini, saran dan nasihat dari pihak di luar keraton diperlukan. Dan tentu pihak keraton mau membuka diri. Tentu keputusan final ada di pihak keraton," pungkasnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com