Dari Solo menuju Karanganyar, para pejuang membawa pemancar radio Solosche Radio Vereeniging (SRV) menggunakan mobil.
Pasukan Belanda yang menjaga batas-batas wilayah sempat memergoki pergerakan mereka.
Tak habis akal, lagi-lagi rakyat dan pejuang bergerak cepat dengan memanggul seluruh peralatan radio menuju tempat aman.
Padahal berat peralatan radio tersebut mencapai puluhan bahkan ratusan kilogram.
"Tentu saja dengan tantangan pertaruhan nyawa, karena Belanda saat itu juga telah masuk ke Karanganyar, sampai akhirnya mereka harus menggotong peralatan itu dan meletakkannya di kandang kambing agar tak diketahui," tutur Heri.
Baca juga: 20 Menit Tarik-Menarik antara Warga dan Buaya, Selamatkan Suniah yang Diterkam dan Diseret ke Sungai
Para angkasawan pun berhasil kembali melakukan siaran dan selalu menutup perlengkapan radio dengan terpal dan dedaunan setelah usai bertugas.
Tak jarang, suara kambing terdengar mengembik di tengah-tengah siaran yang berlangsung.
Meski demikian, di tempat itu, Belanda tak mencium keberadaan mereka.
Siaran mengudara melalui kandang kambing sampai sekitar tahun 1950.
Hingga Belanda menarik diri dari Indonesia, pemancar tersebut tak pernah jatuh ke tangan mereka.
Baca juga: Agar Semburan Gas Seperti di Pesantren Tak Terjadi Lagi, Ahli Minta Pemerintah Lakukan Ini