Suparman mengatakan, anaknya tidak bisa menangis sejak lahir.
“Sakitnya (Hayu) itu sejak lahir bayi ada kelainan tidak bisa menangis. Terus lama kelamaan kok perkembangannya mulai lambat, lambat, lambat,” kata Suparman.
Terkait kelumpuhan Hayu, sang ibu terpaksa seringkali menggendong bocah itu.
Kemampuan ekonomi Suparman sangat terbatas untuk melakukan terapi untuk anaknya.
Mereka hanyalah buruh tani dengan pendapatan tidak tetap. Di sisi lain, pasangan ini harus menghidupi tiga anak, dengan anak kedua berkondisi lumpuh.
Bantuan tersebut membuat Suparman merasa bersyukur. Sebab, masih ada pihak yang peduli dengan keluarganya.
“Memang ini (kursi roda) sudah saya idam-idamkan dari dulu, sudah lama sekali. Soalnya ibunya ini sudah keberatan untuk menggendong, sedangkan saya tiap hari buruh harian enggak bisa terus mengajak anak saya,” ujar Suparman berkaca-kaca.
Dia memberikan bantuan berupa kursi roda untuk Hayu dan sembako.
Air mata Kapolres menangis saat menyerahkan bantuan itu.
Sebab, Kapolres teringat akan anaknya. Di usia 12 tahun, seharusnya Hayu bisa bermain dan bersekolah.
“Anak saya laki-laki, umur 11 tahun usianya kurang lebih sebesar adik Hayu. Saya ikut merasakan bagaimana apa yang dirasakan oleh orang tuanya adik Hayu. Di mana anak seusianya semestinya bisa beraktivitas, bisa sekolah,” sambung dia.
Bagaimana pun, kata Harvi, anak adalah titipan Tuhan yang harus dijaga hingga akhir hayat.
“Semoga orangtua adik Hayu terus diberikan kesehatan, bisa menjaga amanah anak yang dititipkan oleh Allah dalam kondisi apapun. Itu merupakan amanah yang luar biasa yang harus dijaga,” tutur dia.
Sumber: Kompas.com (Penulis : Kontributor Nganjuk, Usman Hadi | Editor : Khairina)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.