PURWOKERTO, KOMPAS.com - Tim mahasiswa jurusan Fisika Universitas Jenderal Soedirman ( Unsoed) Purwokerto, Jawa Tengah, mengembangkan early warning system ( EWS) pergerakan tanah sederhana.
Tim yang terdiri dari Tito Yudatama, Ariska Pratiwi, Agung Pamilu dan Wahyu Krisna Aji ini tergerak membuat alat tersebut karena sejumlah kabupaten di eks Karesidenan Banyumas merupakan wilayah rawan longsor.
Menariknya, alat yang dirancang oleh tim ini harganya sangat terjangkau dibanding EWS yang telah ada sebelumnya di mana harganya mencapai jutaan, bahkan hingga ratusan juta.
"Ini tentu tidak sebanding dengan banyaknya wilayah yang rentan pergerakan tanah," kata Ketua tim Tito Yudatama melalui keterangan tertulis yang dikutip Jumat (22/1/2021).
Baca juga: Pakai Bambu Kecil, Cara Warga Cilimus Deteksi Pergerakan Tanah di Rumahnya
Untuk itu, Tito dan rekan-rekannya berusaha membuat alat EWS sederhana yang biaya antara Rp 350.000 hingga Rp 400.000.
Harapannya, alat yang murah itu dapat dimanfaatkan banyak masyarakat yang tinggal di wilayah rawan longsor.
Lantas bagimana cara kerja dan efektivitas alat ini?
Menurut Tito, EWS yang dirancang merupakan pengembangan dari alat yang dimiliki Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPDB) Kabupaten Magelang.
Tim kemudian mengembangkan dari segi desain yang berfokus pada fungsi yaitu lebih tahan hujan, dibuat dual channel, dan baterai yang dapat diisi ulang.
Baca juga: Pergerakan Tanah Tak Biasa di Garut, 28 KK Terpaksa Mengungsi
Tito menjelaskan, prinsip kerja alat ini yaitu menggunakan pasak yang dipasang melintang di lokasi rekahan tanah dengan penghubung kawat baja yang tersambung dengan jack power dan swith.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan