Reporter AP mengunjungi Malaysia dan Indonesia, berbicara dengan lebih dari 130 pekerja saat ini dan mantan pekerja - sekitar dua lusin di antaranya pekerja anak - di hampir 25 perusahaan.
Lokasi mereka tidak diungkapkan dan hanya sebagian nama atau nama panggilan yang digunakan karena khawatir mendapat pembalasan.
AP menemukan anak-anak bekerja di perkebunan dan berbagai laporan pelecehan dengan meninjau laporan polisi dan dokumen hukum.
Wartawan juga mewawancarai lebih dari 100 aktivis, guru, pemimpin serikat pekerja, pejabat pemerintah, peneliti, pengacara dan pendeta, termasuk beberapa yang membantu korban perdagangan manusia atau kekerasan seksual.
Pemerinntah mengatakan mereka tidak tahu berapa banyak anak yang bekerja di industri besar minyak sawit di negara ini, baik pekerja penuh maupun paruh waktu.
Namun, Organisasi Perburuhan Internasional PBB (International Labour Organization/ILO) memperkirakan 1,5 juta anak yang berusia antara 10 dan 17 tahun bekerja di sektor pertanian.
Minyak sawit adalah salah satu industri pertanian terbesar yang mempekerjakan sekitar 16 juta orang.
Sementara di Malaysia, sebuah laporan pemerintah yang baru dirilis memperkirakan lebih dari 33 ribu anak bekerja di industri.
Baca juga: Pemerintah Diminta Investigasi Dugaan Pelanggaran Pembukaan Lahan Sawit di Papua
Mereka berada di bawah kondisi berbahaya - dengan hampir setengah dari mereka berusia antara 5 dan 11 tahun.
Studi tersebut dilakukan pada 2018 setelah negara itu dikecam oleh pemerintah AS karena mempekerjakan anak-anak.
Malaysia juga dikritik karena tidak secara langsung menangani banyaknya anak migran tanpa dokumen yang disembunyikan di banyak perkebunan di negara bagian timurnya.
Indonesia adalah negara dengan populasi 270 juta dan produsen minyak sawit terbesar di dunia.
Baca juga: Hutan Adat Papua Habis Diganti Lahan Sawit, AMAN Singgung RUU 10 Tahun Belum Disahkan
Mereka sering kali membawa istri dan anak-anak mereka sebagai pembantu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang sangat tinggi.
Sementara yang lain telah tinggal di perkebunan yang sama selama beberapa generasi, menyediakan tenaga kerja pengganti.
Ketika seorang pemanen sawit pensiun atau meninggal, anggota keluarga yang lain menggantikannya untuk mempertahankan rumah yang disubsidi perusahaan.
Ironisnya perumahan tersebut seringkali berbentuk gubuk bobrok tanpa air mengalir dan terkadang dengan listrik terbatas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.