Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kapal Isap Timah Karam dan Ancam Lingkungan, Dedi Mulyadi: Pemberi Izin Tolong Buka Mata

Kompas.com - 03/01/2021, 10:19 WIB
Heru Dahnur ,
Farid Assifa

Tim Redaksi

BANGKA, KOMPAS.com - Kapal Isap Produksi (KIP) milik mitra PT Timah Tbk karam di Laut Matras, Bangka, Kepulauan Bangka Belitung.

Kapal yang semula ditambatkan itu diduga terseret ombak besar hingga akhirnya menghantam bebatuan talud.

Kepala Kantor SAR Pangkalpinang, Fazzli membenarkan kejadian tersebut.

"Semua awak dalam kondisi selamat," kata Fazzli kepada Kompas.com, Minggu (3/1/2021).

Menurut Fazzli, pihaknya masih berkoordinasi dengan PT Timah untuk mengetahui penyebab pasti karamnya KIP bernama Mega Fajar tersebut.

Baca juga: Dibahas Komisi IV DPR, Kapal Tambang Timah Menjauh dari Pantai Matras

KIP terseret ombak pada Sabtu (2/1/2021) dengan kondisi jangkar terputus.

Warga Matras Sungailiat, A Maisya mengatakan, kapal yang karam kini dikhawatirkan mencemari lingkungan.

"Pastinya khawatir soal tumpahan solar," ujar dia.

Hingga kini KIP Mega Fajar masih terdampar di kawasan Pantai Matras.

Petugas penyelamat terlihat berjaga-jaga di pinggiran pantai.

Hampir setengah badan kapal dalam posisi terendam air laut.

Tanggapan Komisi IV

Dikonfirmasi terpisah, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi menyatakan, kapal tersebut terjepit di palung dan dampaknya minyak bisa tumpah ke laut sehingga akan merugikan masyarakat sekitar serta nelayan.

Wakil Ketua Komisi IV Dedi Mulyadi (iket putih) dan sejumlah anggotannya sedang berdialog dengan nelayan di Bangka, Bangka Belitung, Jumat (27/11/2020).Handout Wakil Ketua Komisi IV Dedi Mulyadi (iket putih) dan sejumlah anggotannya sedang berdialog dengan nelayan di Bangka, Bangka Belitung, Jumat (27/11/2020).

Oleh karena itu, Dedi meminta bahwa tambang di tepi Pantai Matras agar dihentikan karena bisa merugikan masyarakat.

"Intinya Komisi IV sudah jelas punya sikap bahwa penambangan timah di Pantai Matras harus dihentikan, karena kita sudah melihat problem lingkungan dan masalah ekonomi publik akan dialami. Ujung-ujungnya masyarakat di sana nanti sengsara," kata Dedi melalui sambungan telepon, Minggu.

Dedi mengatakan, ketika terumbu karang di daerah itu habis dan ikan sudah tak ada kabur semua, pengusaha pada akhirnya akan pergi. Kalau sudah seperti itu, masyarakat di daerah itu menderita.

Oleh karena itu, Dedi meminta para pihak yang memiliki kompetensi terhadap izin regulasi agar meninjau ulang prosedur formal perizinan tambang di Pantai Matras.

"Dampak lingkungan akibat kejadian itu sangat berat. Sebab, kapal terjepit di palung dan dampaknya minyak tumpah dan nelayan lagi yang rugi, sehingga para pihak yang miliki kompetensi terhadap regulasi perizinan tambang timah di tepi Pantai Matras itu tolong segeralah buka mata dan buka hati," kata Dedi.

Baca juga: Komisi IV Minta 6 Ketua RT di Babel Tak Ditahan dan Kegiatan Kapal Isap Dihentikan

Menurutnya, para pemberi izin selalu mengatakan bahwa pengawasan dan syarat lain yang menjadi dasar amdal terhadap tambang sudah dilakukan.

"Tetapi buktinya tidak ada pengawasan. Jadi sudahlah hentikan tambang di sana. Katanya mencitai NKRI, kalau cinta NKRI, sudah hentikan tambang di daerah itu," kata Dedi.

Menurut Dedi, prinsip dasar kecintaan terhadap NKRI adalah tindakannya tidak merugikan masyarkat, tidak menimbulkan kerusakan lingkungan, menjaga ekosistem dan mempertahankan keutuhan negara sampai akhir zaman.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com