Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pasutri Tertua yang Ikut Program Bayi Tabung, Melahirkan Setelah 21 Tahun Pernikahan: Saya Bahagia

Kompas.com - 24/12/2020, 08:18 WIB
Rachmawati

Editor

"Mungkin ibu kecapean atau kurang hormon, terus dokter ngasih obat sama saya untuk melancarkan menstruasi," kenang Su'diyah menirukan dokter Rahmi kala itu.

Setelah berkonsultasi, Su'diyah dan suaminya diberi dua pilihan untuk bisa mendapat momongan, ikut terapi kehamilan yang butuh waktu sekitar enam bulan, atau memilih program bayi tabung yang lebih menjanjikan, tapi biayanya lebih besar.

Baca juga: Gara-gara Belum Tes Covid-19, Ibu Hendak Melahirkan Tak Dilayani Rumah Sakit, Keluarga Mengamuk

Dua pilihan itu didiskusikan, hingga akhirnya keduanya memutuskan untuk ikut program bayi tabung di Morula IVF Surabaya atas saran dokter Rahmi.

"Mengingat umur sudah tua, waktu itu saya 50 tahun usianya dan istri saya sudah 43 tahun, sedangkan cara alami sudah puluhan tahun saya lakukan," jelas Somidi mengenai keputusannya memilih bayi tabung.

Tepat pada 16 Februari 2019, mereka bertemu dokter Benediktus Arifin untuk memulai program.

Baca juga: Cerita Nani, Ibu yang Melahirkan Bayi di TPS, Tetap Mencoblos Usai Persalinan

Bukan Pilihan Mudah

Pilihan untuk mengikuti program bayi tabung, tak lantas membuat perjuangan Su'diyah dan suaminya menjadi lebih mudah. Hari-hari yang lebih berat harus mereka hadapi untuk bisa mewujudkan keinginan menggendong buah hati.

Pasutri itu harus bolak-balik Sumenep - Surabaya dengan menempuh 6 jam perjalanan darat.

Bahkan, mereka harus rela berangkat pukul 02.00 dini hari agar bisa datang tepat waktu ketika mendapat jadwal pemeriksaan pagi.

Pernah, dalam perjalanan pulang dari Surabaya, mini bus yang mereka tumpangi terlibat kecelakaan di Kabupaten Pamekasan, Madura. Beruntung, peristiwa itu tidak sampai memakan korban, hanya merusak pintu kendaraan.

Baca juga: Ibu di Mamuju Melahirkan Bayinya di TPS, Terasa Mulas Saat Antre Mencoblos

Su'diyah dan Somidi juga mendapati kenyataan bahwa embrio yang dihasilkan dari peleburan sel sperma dan sel telur mereka tidak bisa langsung ditanam. Sehingga prosesnya menjadi lebih lama.

"Ketika kami persiapan untuk penanaman itu kami harus melihat bahwa rahim harus bagus, indung telur harus bagus, pada saat itu memang ada kista yang harus kami bereskan dulu, kemudian kami lakukan operasi mini untuk dibereskan, kemudian kami persiapkan lagi rahimnya," dokter Benediktus menjelaskan.

Embrio, baru bisa ditanam pada April 2020, atau 14 bulan setelah keduanya memulai program bayi tabung.

Baca juga: Viral di Medsos, Ibu Mau Melahirkan Harus Ditandu karena Jalan Rusak di Lebak, Ini Respons Kades dan Camat

Total butuh waktu 23 bulan hingga akhirnya Su'diyah melahirkan. Selama masa penantian, Su'diyah juga wajib mengonsumsi beragam obat dan harus menghindari beberapa makanan.

Namun, ujian itu tak membuat Su'diyah menyerah, keinginan untuk punya anak, lebih besar dari hambatan yang harus dihadapi.

Divonis Menopause Dini

Sudiyah kaget ketika seorang dokter menyebut ia memasuki masa menopauseBBC Indonesia/Mustopa Sudiyah kaget ketika seorang dokter menyebut ia memasuki masa menopause
Hati Su'diyah sempat hancur ketika seorang dokter memvonis dirinya memasuki masa menopause atau berakhirnya siklus menstruasi, yang berarti peluangnya untuk hamil akan tertutup.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com