"Jadi saya dilakukan peniupan oleh dokternya ternyata enggak berhasil, disarankan untuk operasi caesar kecil untuk membuka penyumbatannya," jelas Su'diyah.
Baca juga: 5 Kisah Ibu Melahirkan Saat Perjalanan, Persalinan di Kapal Laut hingga Mobil Patroli Polisi
Namun, operasi itu tidak pernah terjadi, selain karena takut, ia dan suaminya tidak punya biaya. Sebab, tak sedikit biaya yang sudah mereka keluarkan untuk bisa mendapatkan momongan.
Sementara untuk mengikuti program bayi tabung, mereka mengeluarkan biaya sekitar Rp 200 juta sampai melahirkan. Untuk mendapatkan biaya tersebut, mereka menggunakan seluruh tabungan dan berjualan kripik singkong sebagai tambahan.
Sehari-hari mereka berjualan perabotan rumah tangga di ruko yang mereka sewa di kompleks Asta Tinggi, sebuah kawasan wisata religi di Desa Kebonagung, Kota Sumenep.
Baca juga: Cerita Ibu Hamil Melahirkan di Kabin Lion Air, Dibantu Penumpang Dokter hingga Pendaratan Dialihkan
Dokter Benediktus Arifin menjadi saksi perjuangan suami istri asal Dusun Pakondang Daya, Desa Pakondang, Kecamatan Rubaru, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur itu.
Dokter inilah yang pertama kali membuat tenar Su'diyah dan Somidi melalui unggahan foto di akun Instagram.
"Saya sendiri terus terang terharu lho, pada saat mau melahirkan itu, waktu mau caesar, (perjuangannya) luar biasa" kata dokter yang disapa Benny itu menceritakan momen pasutri itu menantikan kelahiran anak pertama mereka.
Dokter Benny menyebut kegigihan, kesabaran adalah kunci di balik keberhasilan Somidi dan istrinya menjalankan program bayi tabung di Morula IVF, Surabaya, tempat dirinya bekerja.
"Mereka juga tepat waktu, datang hampir enggak pernah terlambat, luar biasa, saya merasa memang mereka berikhtiar, istilahnya punya niat luar biasa, dorongannya luar biasa," tegas Benny.
Lebih lanjut, dokter ini menjelaskan tingkat keberhasilan program bayi tabung untuk usia 40 tahun ke atas sebenarnya sangat kecil, hanya 5-10 persen.
Somidi dan Su'diyah menjadi pasangan tertua yang pernah ditangani dan sukses menjalani program bayi tabung di Morula IVF.
Baca juga: Melahirkan pada Masa Pandemi, Wanita Karier Ini Manfaatkan BPJS Kesehatan
View this post on Instagram
Dengan tingkat keberhasilan yang rendah, dokter Benny bersama dua koleganya, dokter Amang Surya dan dokter Ali Mahmud, harus benar-benar memilih sel telur dan sel sperma yang berkualitas. Sehingga peluang untuk berhasil bisa lebih besar.
"Tapi begitu saya melihat pak Somidi spermanya ini masih cocok, masih oke untuk bayi tabung, Bu Su'diyah juga sel telurnya masih ada, walaupun kami tahu bahwa tidak semua pada usia segitu sel telurnya cukup dan baik," sambungnya.
Dokter Benny mengaku juga masih menyimpan satu embrio milik Su'diyah dan Somidi. Sehingga, ada harapan Aisyah akan punya adik. Tinggal menunggu waktu yang tepat untuk menanamnya ke dalam rahim Su'diyah.
Baca juga: Hendak Dijemput Paksa Keluarga, Pasien yang Baru Melahirkan Ini Ternyata Positif Covid-19
Perjuangan Somidi dan Su'diyah menurut Benny seharusnya menjadi contoh bagi keluarga lain untuk tidak mudah putus asa sebelum memeriksakan diri ke dokter. Terutama bagi pasangan muda yang masih belum bisa momongan.
"Dengan ada ini justru ingin membangkitkan semangat untuk yang lain, sebaiknya diperiksa, karena sering kali yang menjadi masalah wanita, oh ini perempuannya enggak bisa hamil, padahal sebenarnya enggak," jelas dokter yang mendapat gelar Phd dari Maastricht University, Belanda itu.
"Pada intinya dari statistik bahkan di seluruh dunia itu separuh masalah kesuburan adalah masalah pria dan separuhnya adalah masalah wanita," tegasnya
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan