Pengalaman buruk itu ia alami ketika berkonsultasi dengan dokter spesialis kandungan di Pamekasan.
"Saya kaget, kok bisa ya. Wong, mbak saya yang nomor dua masih mens biasa, masih normal saja, kok saya nomor 4 dibilang menuju menopause, makanya suami saya enggak mau kembali lagi ke sana," tutur Su'diyah.
Baca juga: Ibu Hamil Positif Covid-19, Haruskah Melahirkan dengan Operasi Caesar?
Namun, ia tidak bisa menyebutkan tanggal, meski ia sudah berusaha mengingatnya. Belakangan ia senang karena ucapan dokter itu tidak terbukti.
Sebelum divonis menopause, Su'diyah bersama suaminya juga menjalani terapi tiup atau hidrotubasi, namun usaha itu juga tidak berhasil.
"Jadi saya dilakukan peniupan oleh dokternya ternyata enggak berhasil, disarankan untuk operasi caesar kecil untuk membuka penyumbatannya," jelas Su'diyah.
Baca juga: 5 Kisah Ibu Melahirkan Saat Perjalanan, Persalinan di Kapal Laut hingga Mobil Patroli Polisi
Namun, operasi itu tidak pernah terjadi, selain karena takut, ia dan suaminya tidak punya biaya. Sebab, tak sedikit biaya yang sudah mereka keluarkan untuk bisa mendapatkan momongan.
Sementara untuk mengikuti program bayi tabung, mereka mengeluarkan biaya sekitar Rp 200 juta sampai melahirkan. Untuk mendapatkan biaya tersebut, mereka menggunakan seluruh tabungan dan berjualan kripik singkong sebagai tambahan.
Sehari-hari mereka berjualan perabotan rumah tangga di ruko yang mereka sewa di kompleks Asta Tinggi, sebuah kawasan wisata religi di Desa Kebonagung, Kota Sumenep.
Baca juga: Cerita Ibu Hamil Melahirkan di Kabin Lion Air, Dibantu Penumpang Dokter hingga Pendaratan Dialihkan
Dokter Benediktus Arifin menjadi saksi perjuangan suami istri asal Dusun Pakondang Daya, Desa Pakondang, Kecamatan Rubaru, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur itu.
Dokter inilah yang pertama kali membuat tenar Su'diyah dan Somidi melalui unggahan foto di akun Instagram.
"Saya sendiri terus terang terharu lho, pada saat mau melahirkan itu, waktu mau caesar, (perjuangannya) luar biasa" kata dokter yang disapa Benny itu menceritakan momen pasutri itu menantikan kelahiran anak pertama mereka.
Dokter Benny menyebut kegigihan, kesabaran adalah kunci di balik keberhasilan Somidi dan istrinya menjalankan program bayi tabung di Morula IVF, Surabaya, tempat dirinya bekerja.
"Mereka juga tepat waktu, datang hampir enggak pernah terlambat, luar biasa, saya merasa memang mereka berikhtiar, istilahnya punya niat luar biasa, dorongannya luar biasa," tegas Benny.
Lebih lanjut, dokter ini menjelaskan tingkat keberhasilan program bayi tabung untuk usia 40 tahun ke atas sebenarnya sangat kecil, hanya 5-10 persen.
Somidi dan Su'diyah menjadi pasangan tertua yang pernah ditangani dan sukses menjalani program bayi tabung di Morula IVF.
Baca juga: Melahirkan pada Masa Pandemi, Wanita Karier Ini Manfaatkan BPJS Kesehatan