KOMPAS.com - Setelah 21 tahun menanti dan berikhtiar, pasangan suam istri Su'diyah, 43 tahun dan Somidi, 50 tahun, warga Sumenep, Madura memiliki buah hati.
Dalam usia mereka, dokter menyebut sebetulnya tingkat keberhasilan program bayi tabung hanya 5-10%.
Perempuan itu tengah menggendong bayinya. Berkali-kali ia mengusap kening putrinya yang tampak berkeringat siang itu.
Sambil berjalan di emperan ruko yang disewanya, ia tak bisa menyembunyikan senyum sumringah yang terus merekah di bibirnya.
Baca juga: Mengenal Program Bayi Tabung, Bagaimana Prosesnya?
Su'diyah, perempuan itu, bersama suami dan bayi mereka mendadak tenar pada awal Desember 2020.
Pasalnya, setelah 21 tahun menanti buah hati, akhirnya Tuhan mengabulkan doa mereka. Su'diyah melahirkan putri pertama.
"Saya sangat bahagia sekali soalnya sudah lama sekali menunggu dikasih momongan, sekarang sudah dikasih kepercayaan sama Allah," ucap Su'diyah penuh syukur kepada wartawan yang melaporkan untuk BBC Indonesia.
Bayi itu dinamai Aisyah Naziah Almahiroh, lahir melalui program bayi tabung, pada 1 Desember silam.
Baca juga: Bantu Ibu Melahirkan di Dalam Taksi, Dedi Jadi Pahlawan Biru, Ini Ceritanya
Dokter yang membantu mereka menyatakan Su'diyah dan suaminya adalah pasangan tertua program bayi tabung yang pernah ia tangani.
Somidi, suaminya berusia 50 tahun saat memulai program bayi tabung ini, dan Su'diyah berusia 43 tahun.
Pada satu hari menjelang akhir tahun itu, Su'diyah mendapati dirinya telat menstruasi, ia kaget karena kondisi itu belum pernah terjadi sebelumnya. Lalu Su'diyah menceritakannya pada Somidi.
Mereka pun mencoba melakukan uji kehamilan dengan menggunakan test pack. Namun hasilnya negatif.
Karena rasa penasaran, pasangan suami istri itu kemudian memeriksakan diri ke dokter spesialis kandungan di Sumenep, Madura. Atas saran kerabat, mereka mendatangi dokter Rahmi Utami.
Baca juga: Kisah Dedi, Sopir Taksi yang Bantu Ibu Melahirkan, Gendong Bayi Berselimut Cairan ke Klinik
Namun, hasilnya tidak berubah, rahim Su'diyah belum 'berbuah'.
"Mungkin ibu kecapean atau kurang hormon, terus dokter ngasih obat sama saya untuk melancarkan menstruasi," kenang Su'diyah menirukan dokter Rahmi kala itu.
Setelah berkonsultasi, Su'diyah dan suaminya diberi dua pilihan untuk bisa mendapat momongan, ikut terapi kehamilan yang butuh waktu sekitar enam bulan, atau memilih program bayi tabung yang lebih menjanjikan, tapi biayanya lebih besar.
Baca juga: Gara-gara Belum Tes Covid-19, Ibu Hendak Melahirkan Tak Dilayani Rumah Sakit, Keluarga Mengamuk
Dua pilihan itu didiskusikan, hingga akhirnya keduanya memutuskan untuk ikut program bayi tabung di Morula IVF Surabaya atas saran dokter Rahmi.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.