Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Film "Gadih Basanai", Kisah Cinta Segitiga yang Tampilkan Keindahan Alam dan Budaya Minang

Kompas.com - 17/12/2020, 16:22 WIB
Perdana Putra,
Farid Assifa

Tim Redaksi

PADANG, KOMPAS.com - Cerita rakyat Minangkabau tentang Gadih (Gadis) Basanai diangkat ke film layar lebar.

Film tersebut mendapat apresiasi saat tayang perdana di bioskop XXI Padang pada 10 Desember 2020 lalu.

Cerita tentang percintaan gadis Minang di Pesisir Selatan yang dibumbui dengan keindahan alam dan musik tradisional Minang membuat film tersebut memiliki daya tarik tersendiri.

Bukan hanya alur cerita yang membuat penonton bisa menangis karena cinta segitiga, namun visual dan audio visual yang menampilkan keindahan alam dan musik tradisional membuat seolah-olah penonton berada di Sumatera Barat.

Penulis skenario film, Abdul Rahman atau dikenal dengan nama Sutan Makmur mengatakan, film ini diangkat dari cerita rakyat di Pesisir Selatan yang diteliti oleh sejumlah dosen Institut Seni Indonesia Padang Panjang, Sumatera Barat.

"Film ini hasil penelitian ISI Padang Panjang soal cerita rakyat Gadih Basanai di Pesisir Selatan," kata Sutan yang dihubungi Kompas.com, Kamis (17/12/2020).

Baca juga: Run Boy Run, Film Inspirasi Anak Pengidap HIV Menerima Takdirnya

Film ini menceritakan tentang kehidupan Gadih Basanai (22) yang harus membendung  perasaan cintanya terhadap Sutan Ali Amat (20).

Kedua orangtua angkatnya, Rajo Angek dan Puti Ambun Suri, menyuruh Sutan Ali Amat menjadikan Gadih Basanai sebagai adik dan tak boleh menikahinya karena Gadih Basanai terkena ramuan mistik Tarak Tujuah. 

Ramuan Tarak Tujuah menyebabkan orang-orang berhubungan darah serta orang yang berusaha untuk menikahi Gadih Basanai akan meninggal dunia.

Harapan untuk hidup bersama memotivasi Sutan Ali Amat untuk mencari penangkal dampak ramuan Tarak Tujuah. 

Sebelum Sutan Ali Amat berhasil menyelesaikan misinya, Gadih Basanai meninggal karena salah dalam menggunakan minyak Cinuang Paramayo.

Misi Sutan Ali Amat berubah. Ia harus mencari Aie Hubungan Nyao (Air hubungan nyawa) milik Puti Karimato untuk menghidupkan kembali Gadih Basanai.

Puti Karimato hanya bersedia memberikan Aie Hubungan Nyao dengan syarat kalau Gadih Basanai hidup kembali, Sutan Ali Amat harus menikah dengan Puti Karimato.

Syarat diterima Sutan Ali Amat dan menikahi Puti Karimato. Gadih Basanai hidup kembali sehingga Sutan Ali Amat ingin hidup bersama dengan Gadih Basanai.

Rasa cemburu membuat Puti Karimato menjadi kalap dan membunuh Sutan Ali Amat.

"Ending film sangat menyedihkan dan bisa membuat penonton terisak tangis. Gadih Basanai akhirnya menemukan Sutan Ali Amat yang meninggal dunia," kata Sutan.

Diperankan pemain lokal

Sutradara film, Jay Abi mengatakan, film tersebut diperankan oleh pemain lokal dari ISI Padang Panjang dan anggota DPR RI.

Gadih Basanai diperankan oleh Wulan Dewa Gugat (mahasiswi ISI), Sutan Ali Amat diperankan Abdul Hanif (ISI), Rajo Angek diperankan Wendy HS (dosen ISI), Puti Ambun Sari diperankan Lisda Rawdha (anggota DPR RI) dan Puti Karimato diperankan Reza Afre (ISI)

"Durasi film selama 90 menit dengan dialog full berbahasa Minang dan pakai substitle bahasa Indonesia," kata Jay.

Pemilihan dialog berbahasa Minang, kata Jay, untuk mengentalkan budaya Minang sehingga film tersebut menjadi kuat dan penonton benar-benar terasa berada di Minang.

Promosi pariwisata

Sementara itu, anggota DPR RI asal Sumbar Lisda Rawdha yang juga sebagai pemeran dalam film itu mengatakan, film tersebut sangat kental mengisahkan kehidupan masyarakat Minang.

Selain menampilkan keindahan alam Pesisir Selatan, film ini juga mempromosikan kesenian musik tradisional rabab yang terkenal di Pesisir Selatan.

"Kita sangat apresiasi dengan diangkatnya cerita rakyat Pesisir Selatan ke layar lebar. Ini tentu akan berpengaruh positif bagi pariwisata Pesisir Selatan," kata Lisda.

Lisda mengatakan, lokasi syuting di kawasan Mandeh, Carocok dan lainnya membuat film ini secara tidak langsung menjadi ajang promosi pariwisata.

"Betapa indahnya kawasan Mandeh dan Pantai Carocok akan tergambar di film ini sehingga akan membuat Pesisir Selatan lebih terkenal seperti film Laskar Pelangi yang mempromosikan Bangka Belitung," kata Lisda yang merupakan istri Bupati Pesisir Selatan Hendrajoni.

Lisda mengatakan, pihaknya sangat mengapresiasi film tersebut.

Setelah film itu sukses tayang perdana di bioskop XXI Padang, Lisda berharap film itu dapat diterima masyarakat di mana pun berada.

"Jika film ini laris tentu pariwisata Pesisir Selatan juga mendapat untung," kata Lisda.

Hasil penelitian sejak tahun 2018

Rektor ISI Novesar Jamarun mengatakan, film itu diangkat berawal dari penelitian Kementerian Pendidikan Nasional yang dilakukan dosen ISI.

"Film ini kerja sama Kementerian Pendidikan Nasional, ISI dan Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan. Awalnya dari penelitian, kemudian diangkat menjadi film," kata Novesar.

Novesar mengatakan, penelitian dilakukan sejak tahun 2018 lalu, kemudian diangkat menjadi film pada tahun ini.

Baca juga: Film Jamal, Kisah Tentang Janda Malaysia di Lombok

Novesar berharap film tersebut bisa memberikan kontribusi besar, terutama bagi pariwisata dan industri film di Sumbar.

"Banyak manfaatnya. Bisa mengangkat industri film kita. Dulu ada film Siti Nurbaya yang juga diangkat dari cerita rakyat. Kemudian bagi pariwisata juga menjadi promosi tersendiri," kata Novesar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com