Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Film Jamal, Kisah Tentang "Janda Malaysia" di Lombok

Kompas.com - 01/12/2020, 00:19 WIB
Fitri Rachmawati,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

MATARAM, KOMPAS.com - Sebuah lanskap perbukitan yang tandus dangan sebatang pohon bidara yang berdiri tegak di kanan layar dan sebuah rumah gubuk beratap ilalang di bagian kiri, adalah frame tunggal film ini. 

Seorang perempuan menjemur pakaian di samping rumah bedeknya, sekitar 50 meter dari rumah itu di bawah pohon Bidara anak perempuannya tengah bermain ayunan.

Suara angin dan gonggongan anjing kampung membuka dialog dengan teriakan seorang anak yang berlari bersama kawannya.

Sementara seorang anak perempuan, yang diperankan Maizatunnauri tengah bermain ayunan di bawah pohon Bidara.

Baca juga: 12 TKI Ilegal Diselamatkan dari Upaya Penyelundupan ke Luar Negeri

"Saik, saik, tuake, saik (bibi, bibi, paman, bibi)," teriak sang anak dalam film itu dengan bahasa Sasak (bahasa daerah warga Lombok) yang khas.

"Kemben tuakme, ye olek? (Kenapa pamanmu? dia pulang?) " teriak perempuan, yang dimainkan Sauri alias Inaq Oza.

"Aok (ya)," jawab si anak.

Tak ada dialog lanjutan setelah itu, hanya suara sirine dari mobil ambulans muncul dari arah pohon menuju gubuk, dan tangis si perempuan yang pecah melengking, lalu reda dan sesekali kembali meninggi.

Adegan berikutnya adalah kesibukan sejumlah orang mempersiapkan prosesi pemakaman jenazah di bawah pohon bidara.

Kisah haru itu adalah bagian dari film Jamal (janda Malaysia) karya sutradara Muhammad Heri Fadli (25), sineas muda asal Lombok Timur.

Film pendek berdurasi 14 menit itu adalah satu dari 128 film yang masuk dalam NETPAC Asian Film Festifal (JAFF) 2020, yang dilaksanakan secara virtual 25-29 November tahun ini.

Pada Kompas.com, Senin (30/11/2020), Heri sang sutradara mengatakan, film Jamal bercerita tentang nasib janda Malaysia (Jamal) di Lombok, yang jumlahnya sama banyak dengan jumlah kepergian lelaki para suami mereka, yang angkat kaki dari tanah kelahirannya menuju negeri tetangga, mengadu nasib agar hidup lebih baik.

"Para Jamal dihadapkan pada dua kemungkinan, mendapati suami mereka pulang dengan selamat, atau menerima kenyataan suami mereka pulang dalam peti mati," Kata Heri.

Keberadaan Jamal di Lombok, NTB adalah sebuah keniscayaan. Ketika mereka ditinggalkan ke Malaysia, mereka menyandang sebutan Jamal. 

"Mereka tetap adalah Jamal, mereka adalah orang orang yang tidak punya pilihan. Itulah yang ingin saya potret dalam film pendek ini," kata dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com