LAMPUNG, KOMPAS.com – Sebuah film pendek karya sineas Lampung memberikan inspirasi dan semangat bagi anak pengidap HIV.
Aryo (Aryo Imadudin Dzaki) merajuk di jendela kamar. Hari ini jadwalnya pergi ke rumah sakit untuk bertemu dokter dan mengambil obat antiretroviral (ARV).
Sang ayah, Ranu (Chicco Jerikho) membujuk Aryo untuk bersalin baju dan ikut ke rumah sakit.
“Ah, Emak aja yang sering berobat, meninggal juga kok,” kata Aryo.
Aryo, anak berusia 10 tahun ini terinfeksi HIV dari ibunya yang baru saja meninggal dunia karena TBC.
Baca juga: Kisah Rizti, 9 Tahun Dampingi Suami Pengidap HIV/AIDS, hingga Bangun Komunitas Pita Merah
Kehilangan ibu melemahkan semangat hidup Aryo, yang kemudian ingin “menyusul” sang ibu dengan cara tidak lagi mengonsumsi ARV.
“Ibu ini kan sakitnya beda, punya penyakit lain. Virus kita ini, bikin kita susah sembuh kalau kita kena penyakit yang lain. Jadi visus kita ini melemahkan kita. Jadi ayah ajak kamu berobat supaya kita kuat,” kata Ranu.
Film berjudul “Run Boy Run” ini lalu bergulir dengan Ranu yang berusaha membujuk Aryo dengan cara mengajaknya bermain kejar-kejaran di sepanjang Pulau Pahawang, pulau dimana keluarga mereka tinggal, dengan kesepakatan jika Aryo tertangkap, maka mereka akan pergi ke rumah sakit mengambil ARV.
Tidak ada adegan dramatis yang menggambarkan bagaimana Aryo merasa putus asa dan ingin mengakhiri hidupnya di dalam film pendek berdurasi 22 menit tersebut.
Baca juga: Kesulitan ODHA di Tengah Pandemi Corona, Khawatir Terpapar Covid-19 Saat ke Rumah Sakit
Sutradra “Run Boy Run” Agusta Hidayatullah (Aji) mengungkapkan, pengambilan gambar (shoot) dalam film ini memang sengaja untuk mengurangi overdramtisasi.
Beberapa pengambilan gambar itu diantaranya adegan (scene) saat Aryo berhasil naik ke kapal dan bersorak karena berhasil kabur.
“Kita nggak ingin penonton ‘merayakan’ bagaimana Aryo bisa kabur. Film ini ingin memberikan motivasi dan semangat bagi anak dan remaja penderita HIV/AIDS,” kata Aji saat dihubungi via Zoom Meeting, Selasa (1/12/2020).