Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Dicky Kenalkan Makanan Tradisional NTT, dari Se'i, Sorgum hingga Sambal Lu'at

Kompas.com - 08/12/2020, 14:54 WIB
Rachmawati

Editor

Namun, metode memasak maupun bahan makanan dari zaman leluhur tak semuanya sudah diketahui dan bisa diadaptasi ke kehidupan sekarang.

Baca juga: Resep Sambal Tutug Oncom, Campur Nasi Putih Langsung Sedap

Pengetahuan itu, kata Dicky, seakan "terputus" karena perubahan zaman.

Maka, ia dan komunitasnya pun berupaya belajar dari warga-warga yang lebih tua di desanya untuk menyelamatkan pengetahuan mengenai pangan.

Setelah itu, Dicky mengatakan, eksperimen dan trial and error pun dilakukan untuk mengolah pangan yang berkualitas dan enak rasanya.

Baca juga: Resep Sambal Terasi Matang, Cocolan Ikan Bakar

'Seharusnya tak ada gizi buruk, stunting'

Cara-cara memasak seperti itulah yang kerap dibagikan Dicky di media sosial, yang kata Dicky sangat efektif untuk mempromosikan gerakannya

Meski begitu, ia menyadari gerakan yang dibidaninya itu kecil dan baru berdampak bagi komunitas saja.

Menurutnya, perlu peran pemerintah untuk membuat kebijakan yang berpihak pada pangan lokal untuk membuat gerakan ini signifikan.

"Kami sadar bahwa kami tergantung dengan makanan-makanan dari luar. Lewat program ini, kami harap kesadaran untuk memanfaatkan makanan di sekitar bisa tumbuh dan menular ke tetangga, saudara, dan lingkungan yang lebih luas.

Baca juga: 20 Sambal Khas Indonesia, Sambal Terasi sampai Embe

"Pada akhirnya bicara tentang makanan di Timor, seharusnya tak ada gizi buruk, stunting karena sumber gizinya sangat banyak dan melimpah. Tinggal bagaimana orang terhubung dengan pengetahuan yang terputus tadi.

"Tugas kami menghubungkan pengetahuan yang terputus tadi," pungkasnya.

Menurut data Kementerian Kesehatan, NTT adalah provinsi dengan angka stunting tertinggi di Indonesia, yang mencapai 43,82% di tahun 2019.

Baca juga: Resep Sate Taichan Keju, Pakai Sambal Bawang Pedas

Garam dari tanaman di Papua

Charles Toto merekam cara-cara masyarakat adat Papua mengolah makanan.Charles Toto Charles Toto merekam cara-cara masyarakat adat Papua mengolah makanan.
Tak hanya Dicky Senda, di Papua, Charles Toto, pendiri komunitas Jungle Chef juga melakukan pendataan dan penelusuran bahan-bahan masakan yang dikembangkan masyarakat adat.

Aktivitasnya juga sering ia unggah di akun media sosialnya.

Charles, di antaranya sudah menemukan sejumlah garam yang bisa diolah dari tanaman, salah satunya pelepah pisang, seperti yang dilakukan warga Lembah Baliem.

Warga merendam pelepah pisang dengan air asin dari Gunung Jayawijaya.

"Ketika direndam, air asin akan terserap ke pelapah pisang, baru kemudian dijemur hingga kering lalu di bakar," kata Charles menjelaskan pembuatan garam hitam itu.

Baca juga: Resep Sambal Kecap, Cocok untuk Makan Ikan Bakar dan Sate

Charles Toto merekam bagaimana masyarakat adat Papua membuat garam dari tanaman.Charles Toto Charles Toto merekam bagaimana masyarakat adat Papua membuat garam dari tanaman.
Pembuatan garam semacam itu lah yang diadaptasi Charles dalam masakan-masakannya.

Selain itu, dia juga mendata cara pembuatan garam dari sagu.

"Orang tahunya garam itu dari laut, tapi ternyata dari tanaman juga bisa. Ini adalah teknologi tradisional, tapi lebih modern dari manusia modern," katanya.

Kini ia mengelola Ungkea Jungle Resto, rumah makan yang terletak di tengah hutan sagu di Distrik Waibhu, Kabupaten Jayapura, untuk memperkenalkan makanan-makanan otentik masyarakat adat yang dipelajarinya.

Baca juga: Resep Dabu-dabu, Sambal Mentah Khas Manado

Ia berharap ke depannya warga semakin bisa berdaya dengan bahan-bahan makanan di sekitar mereka dan tak terus bergantung pada pasokan makanan dari luar pulau.

"Kita tidak akan bisa kekurangan pangan dengan menanam. Bahan-bahan makanan, seperti umbi-umbian, perlu dikembangkan. Sagu juga harus diangkat sehingga kita tak tergantung bantuan dari pusat.

"Kita bisa bergerak dari bawah, penuhi kebutuhan kita dari bawah," pungkasnya.

Baca juga: Resep Sambal Bawang Goreng Sederhana, Cuma Butuh 2 Bahan

'Fenomena baru'

Liquor buatan Lakoat.Kujawas.Dicky Senda Liquor buatan Lakoat.Kujawas.
Lie Tangkepayung, aktivis dan pemerhati lingkungan hidup, mengatakan fenomena mempromosikan makanan lokal melalui media sosial adalah hal yang relatif baru.

"Tentu saja ini merupakan fenomena baru di kalangan anak-anak muda di Timur Indonesia. Rasa bangga akan menu lokal, yang belum banyak diketahui karena belum cukup terpublikasi, mendapatkan kesempatan dan ruang melalui media sosial," ujarnya.

Lie, menambahkan, hal seperti yang dilakukan di NTT maupun di Papua itu bisa mendorong pelestarian pangan lokal.

"Masyarakat kembali mengkonsumsi pangan lokal dan tentu saja akan mendukung pelestarian sumber pangan lokal tersebut," ujar Lie, yang fokus pada masalah lingkungan hidup di Papua itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com