Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Musimin 20 Tahun Selamatkan Anggrek Hutan Gunung Merapi, Khawatir dengan Ancaman Erupsi

Kompas.com - 22/11/2020, 07:55 WIB
Rachmawati

Editor

"Dia itu learning by doing," ujar Sulistyono.

Baca juga: Cerita Syarif, Tersesat di Hutan Papua, Makan Buah Biji Anggrek untuk Bertahan

Skema adopsi anggrek

Di halaman rumah Musimin, yang hanya berjarak sekitar 6 kilometer dari puncak Gunung Merapi, terdapat rumah kaca berukuran sekitar 6x15 meter sebagai tempat penangkaran anggrek.

"Ini tempat budidaya awal tanaman sebelum dikembalikan ke habitat (hutan) nanti," katanya.

Secara berkala, Musimin berjalan jauh menembus hutan di kawasan Gunung Merapi untuk mengembalikan anggrek ke habitatnya.

Siang itu, Musimin telah menyiapkan beberapa batang anggrek Vanda tricolor yang hendak dia lepas ke hutan.

Tidak banyak yang dia bawa: tangga, gunting, serta beberapa gulungan tali ijuk berwarna hitam untuk mengikat anggrek ke inang.

Baca juga: Di Klaten, BNPB Berikan Bantuan Rp 1 M untuk Penanganan Darurat Bencana Erupsi Merapi

Setelah berpamitan pada isterinya, dia berjalan masuk hutan yang menjadi kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM).

Udaranya sejuk dan daun-daun masih basah karena baru saja turun hujan. Meski usianya telah setengah abad lebih, tapi langkah Musimin masih cepat dan tangkas naik turun tanjakan dalam hutan.

Di sebuah tempat yang masih lebat dan sejuk dengan jajaran pohon Puspa (Schima walilcii), Musimin menghentikan langkah. Pohon-pohon itu diameternya bervariatif antara 20 cm - 50 cm. Merekalah yang menjadi inang bagi Vanda tricolor.

Musimin lalu meletakkan tangga ke salah satu pohon, dan dengan hati-hati dia menaikinya. Gunting dan tali dia taruh dalam saku, tangan kirinya memegang anggrek, sementara tangan kanannya berpegangan pada tangga agar tidak jatuh.

Baca juga: Pantau Aktivitas Gunung Merapi, BNPB Siagakan Helikopter

Adopsi Anggrek adalah cara Musimin mengajak masyarakat luas untuk turut serta berkontribusi dalam melakukan konservasi lingkungan, khususnya habitat orchidaceae.yaya marjan Adopsi Anggrek adalah cara Musimin mengajak masyarakat luas untuk turut serta berkontribusi dalam melakukan konservasi lingkungan, khususnya habitat orchidaceae.
Tak sampai lama, anggrek Vanda tricolor berhasil terikat di pohon Puspa sebagai inangnya.

Pada beberapa anggrek terdapat nama individu dan lembaga.

"Itu nama-nama adopter, orang-orang yang mengadopsi anggrek," kata Musimin sambil menunjuk papan nama berisi nama-nama adopter.

Adopsi Anggrek adalah cara Musimin mengajak masyarakat luas untuk turut serta berkontribusi dalam melakukan konservasi lingkungan, khususnya habitat orchidaceae.

Konsepnya, masyarakat memilih anggrek spesies Merapi untuk dilepas di hutan. Adopter, atau orang yang mengadopsi, tinggal memberikan dana perawatan kepada Musimin.

Kemudian selama dua tahun Musimin akan merawat dan menjaga anggrek yang telah diadopsi.

Baca juga: Ramai soal Candi Borobudur Ditutup Terpal Antisipasi Erupsi Merapi, Pengunjung Masih Boleh Masuk?

"Jadi anggrek tidak dibawa pulang, tapi dikembalikan ke habitatnya dalam hutan biar tetap lestari di habitatnya," kata Musimin yang mengaku sudah sejak 2015 membuka peluang adopsi anggrek bagi masyarakat.

Ada tiga paket adopsi, yakni Platinum, Gold, dan Silver. Pembagian ini tergantung spesies anggrek yang diadopsi dan tingkat kelangkaannya.

Kontribusi adopter untuk perawatan anggrek adalah Rp1 juta untuk Platinum, Rp 850.000 untuk Gold, dan Rp 650.000 untuk Silver.

"Adopter kami kasih fasilitas T-shirt, sertifikat, dan suvenir berupa produk kopi dan teh," imbuhnya.

Baca juga: Antisipasi Erupsi Merapi, Kepala BNPB: Pencegahan Harus Lebih Awal

Adopter, kata Musimin, juga akan mendapatkan laporan setiap semester secara berkala. Jika adopter ingin melihatnya langsung, Musimin dengan senang hati akan menyertainya masuk ke hutan sembari belajar tentang habitat hutan.

"Bisa juga sekalian sharing dan saling belajar bareng tentang anggrek," katanya.

Musimin selalu menolak orang yang ingin membeli anggrek langka meskipun dengan harga fantastis. Seperti siang itu, ada orang yang ingin membeli Trichotosia ferox, tapi Musimin menolaknya.

"Jangan, itu untuk budidaya, tidak saya jual," kata Musimin dengan nada lemah lembut seraya memberikan pilihan anggrek lain yang spesiesnya lebih banyak atau menawarinya dengan konsep adopsi.

Baca juga: Begini Cikal Bakal Universitas Merapi di Rumah Mak Keti

Dia menentang tindakan mengambil anggrek dari habitat di hutan lalu dijual. Dia mengatakan perilaku seperti itu justru sebuah pengkhianatan kepada generasi anak-cucu karena anggrek-angrek itu adalah kekayaan alam untuk generasi mendatang. yaya marjan Dia menentang tindakan mengambil anggrek dari habitat di hutan lalu dijual. Dia mengatakan perilaku seperti itu justru sebuah pengkhianatan kepada generasi anak-cucu karena anggrek-angrek itu adalah kekayaan alam untuk generasi mendatang.
Menurutnya, boleh saja memelihara anggrek, tapi sebelumnya harus dibudidayakan dulu agar habitatnya jangan sampai punah.

Dia menentang tindakan mengambil anggrek dari habitat di hutan lalu dijual. Dia mengatakan perilaku seperti itu justru sebuah pengkhianatan kepada generasi anak-cucu karena anggrek-angrek itu adalah kekayaan alam untuk generasi mendatang.

"Itu untuk pembelajaran dan untuk kelestarian alam," kata Musimin mengapa dia susah sekali melepas anggrek untuk dijual.

Dia pun tidak memindahkan anggrek-anggreknya ke lokasi lain, walau Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), sejak 5 November telah menaikkan status Gunung Merapi menjadi Siaga, level 3.

Baca juga: PMI Siagakan 500 Relawan di 9 Pos Pengungsian Gunung Merapi

Lembaga itu meminta masyarakat tidak melakukan aktivitas dalam radius lima kilometer dari puncak Merapi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com