"Ya biar (anggreknya) di sini dan begini," kata Musimin.
Dia tetap membiarkan anggrek masih di tempat penangkaran di depan rumahnya karena termasuk daerah yang aman—berjarak sekitar enam kilometer lebih dari puncak Merapi.
Sejak kecil, lokasi penangkaran anggrek Musimin memang selalu terhindar dari erupsi Merapi. Namun dia tetap berdoa dan berharap semuanya aman dan terhindar dari bahaya erupsi Merapi.
Baca juga: Ratusan Jip Wisata Siap Dikerahkan Bantu Evakuasi Warga Merapi
Sebelum beranjak pulang dari lokasi tempat adopsi anggrek, Musimin mengatakan sebuah mimpinya yang belum terwujud, yakni adanya sebuah museum hidup yang menyimpan berbagai spesies anggrek Merapi di habitatnya.
Bukan di tengah-tengah kota atau di pinggiran desa, melainkan museum yang terletak di hutan sehingga kelestarian habitat alam benar-benar terjaga.
"Kami memimpikan di sini ada Museum Hidup Anggrek Merapi yang masuk di wilayah TNGM," kata Musimin sambil mengitarkan tangannya di sekeliling dia berdiri.
Posisi Musimin berdiri tepat berada di lokasi adopsi anggrek.
Baca juga: Gunung Merapi Siaga, Merapi Park Tetap Buka
Di situlah, menurut Musimin, lokasi yang cocok sebagai museum anggrek karena terdapat inang dan habitat ekosistem hutan yang masih terjaga.
Tak perlu ada bangunan, cukup pohon-pohon puspa yang jumlahnya sekitar 300 batang sebagai inangnya dan bisa menjadi tempat bagi anggrek Merapi dari sisi barat, utara dan timur.
Terlebih tempat itu selalu terhindar dari bahaya peristiwa Merapi. Apalagi Musimin menyaksikan sendiri bahwa tempat yang diimpikan menjadi Museum Hidup Anggrek Merapi selalu terhindar dari bencana erupsi Merapi dan terhindar dari lahar dan awan panas.
Baca juga: Merapi Siaga Level III, Warga Sidorejo di Klaten Masih Bertahan...
Selain kelestarian semesta, Museum Hidup Anggrek Merapi juga bermanfaat untuk dunia pendidikan. Orang-orang yang ingin meneliti dan belajar anggrek bisa langsung melihat dan merasakan bagaiamana habitat anggrek sesungguhnya.
Sehingga keberadaannya tidak hanya sebagai museum hidup bagi anggrek tapi juga untuk dunia pendidikan dan bisa menjadi tempat belajar siapa saja.
"Dan dengan adanya pelestarian, konservasi khusus anggrek, bisa mencakup secara luas dalam upaya konservasi flora dan faunanya, semua terjaga," kata Musimin seraya beranjak pulang ke rumahnya.
Baca juga: Anggap Keadaan Masih Aman, Warga di Kawasan Rawan Erupsi Merapi Klaten Belum Mengungsi
Ide itu sudah pernah dia lontarkan, tapi sayang belum banyak yang menanggapi sehingga mimpi Musimin sebagai penjaga mahkota hutan di lereng Gunung Merapi belum bisa terwujud.
Sulistyono menilai impian Musimin sangat mungkin terwujud jika pemangku kebijakan mau mewujudkannya.
Hal itu, menurut Sulistyono sudah pernah diujicobakan dan berhasil, sebuah praktik pelestarian alam di dalam habitat aslinya di kawasan TNGM dan mengajak masyarakat sebagai mitra.
"Dari situ akan menjadi tempat pembelajaran bahwa konservasi bisa dijalankan secara insitu dan eksitu yang diupayakan antara masyarakat dan pemangku kepentingan (TNGM)," kata Sulistyono.
Baca juga: Pesan Juru Kunci Merapi: Manusia Hidup Membutuhkan Alam
"Kita sebagai pengelola sangat mengapresiasi dan mendukung untuk mewujudkan museum anggrek," kata Widya selaku Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) TNGM, Selasa (03/11/2020).
Menurut Widya, dalam amanat undang-undang, konsep konservasi hutan konservasi adalah insitu, di dalam hutannya sendiri. Selain itu, juga memberikan akses manfaat dan kesejahteraan kepada masyarakat sekitar hutan.
Terlebih jika dalam kawasan hutan konservasi TNGM nantinya, bisa mengembalikan habitat flora-faunanya seperti sediakala termasuk jenis-jenis anggrek yang pernah hancur akibat erupsi Merapi.
Baca juga: BPBD Sleman Pastikan EWS Awan Panas Merapi dalam Kondisi Baik
TNGM, lanjut Widya, telah mendukung Musimin sarana dan prasana greenhouse anggrek sebagai tempat awal penangkaran untuk selanjutnya dilepas ke hutan dalam program adopsi anggrek.
"Dari program adopsi kita juga melakukan relokasi bersama-sama," kata Widya.
Musimin, lanjut Widya, adalah contoh bagaimana individu dan masyarakat dapat berperan dalam konservasi alam, meski dalam undang-undang, TNGM adalah institusi yang ditunjuk negara untuk melestarikan hutan di lereng Gunung Merapi.
"Tanpa jasa Pak Musimin, saat ini mungkin kita tidak bisa mengenali atau menemukan kembali anggrek Merapi yang langka atau hilang karena erupsi Merapi," kata Widya.
Akan tetapi, Musimin tak mau disebut sebagai penyelamat anggrek.
"Itu tugas saya sebagai manusia yang wajib melestarikan alam semesta. Kita hidup di dekat Merapi kenapa tidak bangga meleatarikan yang ada di dekat Merapi itu sendiri?"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.