SURABAYA, KOMPAS.com - Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristianto menyebut suhu politik di Surabaya meningkat di tengah masa kampanye Pilkada Surabaya 2020.
Akibatnya wali kota Surabaya Tri Rismaharini menjadi korban intimidasi.
Bentuk intimidasi di antaranya berupa tuduhan pembohongan publik hingga tudingan melanggar netralitas kepala daerah.
"Ada politik intimidasi di Surabaya. Bu Risma menjadi korban politik intimidasi," kata Hasto usai konsolidasi dengan pengurus DPC PDI-P Surabaya, Sabtu (7/11/2020).
Baca juga: Putra Risma: Ibu Tidak Ingin Surabaya Kembali ke Belakang karena Salah Pilih Pemimpin
Menurut Hasto, jika ada gerakan politik intimidasi, itu menandakan adanya kepanikan kelompok tertentu menyusul semakin tingginya hasil survei elektoral pasangan calon yang diusung PDI-P di Pilkada Surabaya.
"Adanya intimidasi menunjukkan bahwa pasangan Eri Cahyadi-Armuji lebih diterima oleh publik," ujarnya.
Sesuai pesan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, kata Hasto, masyarakat Surabaya adalah masyarakat yang cerdas dan egaliter, sehingga apa pun bentuk intimidasi tidak laku di Surabaya.
"Rakyat Surabaya ini cerdas dan egaliter, jadi politik intimidasi tidak laku di Surabaya," tegasnya.
Beberapa waktu terakhir Risma dilaporkan ke Bawaslu Kota Surabaya oleh Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) karena terlibat aktif dalam sebuah kampanye daring.
Risma juga dilaporkan ke sentra Gakkumdu karena dituding melakukan kebohongan publik.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.