Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Para Perempuan di Bali Menolak Ditaklukkan Pandemi, Kembali Menenun untuk Hidup

Kompas.com - 06/11/2020, 13:23 WIB
Kontributor Banyuwangi, Imam Rosidin,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

Dalam dua hari, terkumpul 28 perempuan yang tertarik tertarik belajar menenun. Berbekal uang donasi, kelompok ini membeli alat tenun dan benang.

Hingga akhirnya mereka kembali mulai menenun pada Mei 2020.

Awalnya Ratnawati ragu apakah masih bisa menenun seperti dulu. Namun, dalam sepekan jari jemarinya sudah cekatan bahkan menghasilkan kain dengan motif khas Desa Pejeng Kangin.

Ratnawati mengatakan, meski hasilnya tak sebanyak saat mengajar di kelas memasak, ia tetap bersyukur.

Beberapa teman baiknya membantu menjual tenun hingga Kanada dan Jerman.

Kini dalam sebulan ia bisa meraup omzet lebih dari Rp 1,5 juta dari tenun yang dulu ditinggalkannya.

"Astungkara (syukur) ada orang yang membantu dan ikut menjualkannya hingga Kanada. Dengan ini bisa ada pemasukan untuk bantu suami," kata dia.

Hal yang sama juga diuangkapkan oleh Ni Wayan Suniasih (34). Suniasih dulunya bekerja di sebuah restoran di kawasan Ubud dan di rumahkan sejak Maret 2020.

Suaminya yang merupakan sekuriti hotel juga dipotong gajinya karena berkurangnya hari kerja.

Sejak Mei, ia mulai ikut belajar menenun agar dapur tetap ngebul.

"Ini baru pertamanya, memang agak sulit lama kelamaan udah ngerti. Sangat membantu dan lumayan, lah," ucapnya.

Kepala Dusun Banjar Dinas Pesalakan Made Astawa (37) mengatakan, tenun sudah ada sejak zaman nenek moyangnya.

Tenun di desanya sempat mencapai masa keemasan sekitar tahun 1980-an. Kemudian mulai surut pada 1995 ketika pariwisata mulai berkembang di Bali.

Saat itu banyak yang memilih pariwisata karena panghasilan, permintaan, bahan baku tenun yang mahal, serta pengerjaan yang rumit.

Namun, karena pandemi Covid-19 membuat banyak warga yang dirumahkan hingga PHK kembali menenun.

Di Dusun Pesalakan ditinggali 875 jiwa dengan 172 kepala keluarga. Dari jumlah tersebut hampir 200 lebih orang bekerja di sektor pariwisata.

Karena pandemi, ada 82 orang yang dirumahkan dan PHK.

Pada awal Covid-19, memang bantuan terus berdatangan. Namun, warga disarankan untuk menggunakan uang bantuan dengan bijak dan kreatif.

Sehingga warga dikumpulkan dan diajak kembali menenun agar perekonomian terus berputar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com