Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polres Baubau Bantah Tembak Mahasiswa Saat Demo Tolak Omnibus Law di Kantor DPRD

Kompas.com - 17/10/2020, 07:34 WIB
Defriatno Neke,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

BAUBAU, KOMPAS.com –  Polres Baubau, Sulawesi Tenggara, membantah telah melakukan penembakan dengan senjata api atau peluru karet terhadap mahasiswa yang melakukan unjuk rasa menolak omnimbus law UU Cipta Kerja di kantor DPRD, pada Jumat (9/10/2020) lalu. 

Bantahan ini dilakukan setelah ada laporan seorang mahasiswa asal Baubau mengalami luka pada bagian lengan kiri karena dugaan tembakan senjata api atau peluru karet.  

“Dugaan bahwa luka tersebut adalah bekas luka tembak atau peluru karet, sama sekali tidak benar. Tidak benar,” kata Kapolres Baubau, AKBPZainal Rio Candra Tangkari, saat menggelar konferensi pers di kantornya, Jumat (16/10/2020).

Baca juga: Demo Tolak Omnibus Law di Baubau Ricuh, 1 Mobil Dibakar dan 2 Mahasiswa Terluka

Dari hasil penyelidikan polisi, tidak ditemukan satupun bukti yang menguatkan adanya dugaan penembakan senjata api maupun peluru karet yang dilakukan polisi dalam unjuk rasa tersebut.

Dalam konferensi pers tersebut, Rio memperlihatkan sejumlah foto kepada media tentang pemeriksaan senjata yang dipegang personil anggota polisi sebelum melakukan pengamanan unjuk rasa mahasiswa di Kantor DPRD Baubau.

Ssudah dilakukan pengecekan (senjata), tidak ada satupun (personil) yang membawa senjata api,” ujarnya.

Baca juga: Mencoba Melawan, Pembunuh Anggota TNI di Baubau Ditembak Mati

Baju jas almamater tak koyak

Selain itu, Rio juga memperlihatkan baju jas almamater yang dikenakan mahasiswa yang tidak tersobek pada lengan kiri baju tersebut.  

Keterangan kapolres dikuatkan dengan pernyataan dari dokter UGD RSUD Palagimata, dr Kenangan, yang turut hadir dalam konferensi pers tersebut.

Kenangan mengatakan luka akibat peluru itu ada dua jenis yaitu luka tembus dan luka tidak tembus.

Menurutnya, bila ada luka tidak tembus dan ada perlukaan, biasanya ditemukan ada anak peluru atau serpihan peluru.

“Pada saat kami melaksanakan identifikasi luka itu, tidak ditemukan adanya benda asing dalam luka tersebut. Jadi deskripsi luka yang kami temukan bahwa kekerasan ini akibat kekerasan tumpul bisa akibat oleh kayu, batu, atau besi,” ucap Kenangan.

Baca juga: Kisah Haru Bocah Perempuan Positif Covid-19 yang Joget TikTok Bersama Tenaga Medis di Baubau

 

Kesaksian perawat: tak ada sisa peluru karet

Aksi unjuk rasa yang dilakukan ratusan gabungan mahasiswa Kota Baubau,Sulawesi Tenggara, di kantor DRPD Baubau ricuh, Jumat (9/10/2020). Satu unit mobil milik pemerintah daerah dibakar massa dan dua orang mahasiswa terluka serta satu anggota polri terluka kena lemparan batu.KOMPAS.com/DEFRIATNO NEKE Aksi unjuk rasa yang dilakukan ratusan gabungan mahasiswa Kota Baubau,Sulawesi Tenggara, di kantor DRPD Baubau ricuh, Jumat (9/10/2020). Satu unit mobil milik pemerintah daerah dibakar massa dan dua orang mahasiswa terluka serta satu anggota polri terluka kena lemparan batu.
Dalam konferensi pers tersebut turut hadir, seorang perawat, Lia, yang menangani luka mahasiswa tersebut.

Lia menjelaskan, ketika mahasiswa datang berobat ia bertanya penyebab luka yang dialami seorang mahasiswa di lengan kiri atas. 

“Dia (mahasiswa) itu berkata itu (luka akibat) terkena peluru karet. Terus teman saya mengatakan ‘coba periksa dulu jangan sampai ada sisa-sisa peluru karet di lukanya’. Saya periksa juga di lukanya itu tidak ada sisa-sisa dari peluru karet,” kata Lia 

Sebelumnya,  LBH Pospera Meminta agar Polres Baubau segera menindak Lanjuti Laporan terkait dugaan Penganiayaan dengan Senjata Api terhadap salah seorang massa aksi bernama Nur Sya’ban Wakil Ketua BEM Fakultas Hukum Unidayan pada tanggal 9 Oktober 2020 Lalu.

Sebagai Tim Kuasa Hukum Korban, telah resmi memasukan Laporan di Mapolres Kota Baubau dengan Laporan Polisi Nomor : LP/413/X/RES.7.4/2020/RES.BAU-BAU tanggal 14 Oktober 2020.

Penyelidikan diharapkan independen

Direktur LBH Pospera Baubau, Agung Widodo, mengatakan insiden kejadian penembakan terhadap salah seorang massa aksi terjadi dalam kegiatan aksi demonstrasi menuntut penolakan Undang-Undang Omibus Law Cipta Kerja di kantor DPRD. 

“Senjata api seharusnya digunakan untuk keadaan genting. Senjata api tidak boleh digunakan kecuali mutlak diperlukan dan tak bisa dihindari lagi demi melindungi nyawa seseorang. Penggunaan senjata Api dalam aksi demontrasi itu sudah di luar proporsi dan pelanggaran HAM berat,” kata Agung melalui pesan pendeknya.

Ia menyatakan, polisi harus melakukan investigasi secara menyeluruh, efektif, dan independen dan mengusut tuntas kasus a quo. 

“Proses hukum juga harus dilakukan secara transparan dan akuntabel, jangan ada yang ditutup-tutupi dan direkayasa. Keluarga korban dan aktivis berhak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Jangan sampai ada impunitas hukum seperti yang selama ini terjadi,” tulisnya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com