Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pasien Covid-19 yang Alami Happy Hypoxia: Pneumonia Saya Jadi Lebih Berat

Kompas.com - 16/09/2020, 14:45 WIB
Rachmawati

Editor

"Mereka menolak opname, karena takut, ada pemulasaran jenazah covid seperti itu. Mereka pulang dan datang kembali sudah dalam keadaan berat, yang seperti ini juga angka kematiannya cukup besar," kata dokter Yani.

Baca juga: Berpacu dengan Waktu, Menemukan Penyebab Happy Hypoxia pada Pasien Covid-19

Bagaimana mendeteksi happy hypoxia bagi pasien yang isolasi di rumah?

Mendeteksi gejala awal pasien covid-19 yang mengalami happy hypoxia, tidaklah sulit. Meskipun dalam kondisi tidak bermasalah dalam pernapasan, dan bisa beraktivitas normal, tubuh pasien yang mengalami gejala tersebut akan lemas.

"Pasien covid yang bergejala tapi tidak di rumah sakit, mungkin di rumah saja, tapi mengalami makin lemah, batuk makin menetap, ini harus hati-hati. Kalau saran saya harus menuju ke rumah sakit," kata Erlina.

Sementara itu, juru bicara Covid-19 Universitas Sebelas Maret (UMS), Jawa Tengah, Tonang Dwi Ardiyanto mengatakan kadar oksigen dalam darah bisa dideteksi dengan alat, pulsasi oksimeter.

Baca juga: Berpacu dengan Waktu, Menemukan Penyebab Happy Hypoxia pada Pasien Covid-19

Saat ini pulsasi oksimeter banyak diburu dan harganya pun melangit.

Namun, tanpa alat tersebut, kata dia, pasien juga bisa melakukan deteksi tanda-tanda happy hypoxia. Caranya, duduk tegap, dan mengambil napas dalam-dalam sebanyak 2-3 kali.

"Kalau pada orang biasa, tidak ada masalah dengan hypoxia, mestinya tidak masalah. Tapi kalau ada risiko ke arah sana ada timbul batuk. Jadi seperti tersedak-sedak. Itu ada tanda-tandanya mengarah ke hypoxia," kata dokter Tonang.

Namun, bagi dokter Yani, belum ada cara yang objektif untuk mengukur saturasi oksigen selain menggunakan pulsasi oksimeter.

Baca juga: Cegah Happy Hypoxia, Pasien Covid-19 Tanpa Gejala Harus Diperiksa Menyeluruh

"Karena saat ini kita sebagai klinis, kita harus melihat bukti dengan oksimeter tadi," katanya.
Petugas kesehatan mengantar pasien memasuki ruang layanan Poli COVID di RSUD dr. Iskak, Tulungagung, Jawa Timur, Jumat (7/8/2020).

Apakah hanya terjadi di Jawa Tengah?

Pasien sembuh covid-19ANTARA FOTO/Didik Suhartono Pasien sembuh covid-19
Baru-baru ini otoritas kesehatan Jawa Tengah mengatakan rata-rata pasien covid-19 di wilayahnya mengalami gejala happy hypoxia. Pernyataan ini membuahkan tanya, apakah happy hypoxia hanya terdapat di wilayah tertentu dengan kondisi pasien yang tertentu.

Namun, Tonang Dwi Ardiyanto mengatakan, happy hypoxia adalah salah satu gejala pasien covid-19 yang sudah mendunia.

"Ya, sebetulnya untuk saat ini bukan hanya Jawa Tengah, ini ya ditemukan di banyak tempat. Sebetulnya, bukan berarti Jawa Tengah istimewa lain dengan yang lain, tidak. Internasional pun melaporkan yang sama," katanya.

Ia menambahkan, sejauh ini happy hypoxia juga tidak melulu ditentukan oleh penyakit penyerta. Hal ini yang masih belum bisa diungkap dan perlu penelitian lebih jauh.

Baca juga: Cegah Happy Hypoxia, Pasien Covid-19 Tanpa Gejala Harus Diperiksa Menyeluruh

Apakah pemerintah Indonesia mengakui kondisi happy hypoxia?

Kondisi happy hypoxia dianggap sebagai hal baru dari covid-19. Juru bicara satgas penanganan Covid-19, Prof Wiku Bakti Bawono Adisasmito, mengatakan ini merupakan hal yang wajar ditimbulkan dari suatu penyakit.

"Kenapa tidak mengakui, semua dunia juga bisa mengakui, nanti muncul lagi gejala yang lain atau manifestasi yang lain, ya biasa-biasa saja, itu kan manisfestasi penyakit," kata Wiku kepada BBC News Indonesia, Rabu (9/9/2020).

Baca juga: Dokter Paru Sebut Happy Hypoxia Terjadi pada Pasien Covid-19 yang Bergejala

Berapa jumlah orang Indonesia mengalami happy hypoxia?

Pemerintah Indonesia sejauh ini sudah memampang data kategorisasi pasien positif covid-19 berdasarkan gejala-gejalanya.

Jumlahnya berdasarkan komplikasi gejala dari pasien per 9 September 2020, yaitu batuk (70%), riwayat demam (46,5%), demam (38%), sesak napas (34%), lemas (29,5%), pilek (25,7%), sakit tenggorokan (24,7%), sakit kepala (21,7%), mual (18,7%), keram otot (15%), menggigil (8,9%), sakit perut (7,5%) hingga diare (7,1%).

Baca juga: Apa Itu Happy Hypoxia, Kematian Tanpa Gejala Pasien Corona?

Namun, kondisi happy hypoxia belum terdata.

"Untuk diteliti ke situ masih jauh, karena kan kalau mau diteliti seperti itu harus satu-satu, semuanya diikuti, terus dilihat gejalanya berbeda itu," kata Juru bicara satgas penanganan Covid-19, Wiku Bakti Bawono Adisasmito.

Apa yang bisa dilakukan pemerintah Indonesia dengan happy hypoxia?

Petugas memakamkan jenazah COVID-19, di TPU Pondok Ranggon, Jakarta, Selasa (8/9/2020).ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA Petugas memakamkan jenazah COVID-19, di TPU Pondok Ranggon, Jakarta, Selasa (8/9/2020).
Menurut Wiku, saat ini pemerintah lebih memprioritaskan upaya pencegahan dan promosi agar masyarakat terhindar dari infeksi virus corona. Kata dia, upaya ini lebih bermanfaat dari pada penanganan.

"Jadi preventif dan promotif yang harus digembar-gemborkan pada masyarakat untuk melindungi diri," katanya.

"Jadi intinya, kalau kita melindungi diri, menjauhi dari kemungkinan tertular, kita sudah tahu cara penyakit ini menular, apalagi potensi misalnya, tahu-tahu dia hypoxia, caranya jangan sampai tertular, caranya apa ya, protokol kesehatan, sudah"

Baca juga: Ahli Sebut Gejala Happy Hypoxia Sudah Muncul di Indonesia Sejak Maret

Hal apa saja yang perlu diperhatikan pemerintah terkait happy hypoxia?

Dokter Tri Maharani yang pernah terinfeksi Covid-19 menilai langkah pencegahan dan promosi yang dilakukan pemerintah harus diutamakan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com