Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita dari Sumba Tengah, 6 Bulan Tak Tersentuh Covid meski Peralatan dan Tenaga Medis Terbatas

Kompas.com - 05/09/2020, 06:07 WIB
Kontributor Sumba, Ignasius Sara,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

WAIBAKUL, KOMPAS.com – Pandemi Covid-19 sudah memasuki bulan keenam di Indonesia.

Setiap hari terjadi pertambahan kasus positif virus corona dari berbagai daerah di negeri ini.

Namun, tidak demikian dengan Kabupaten Sumba Tengah, sebuah daerah yang berada di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Baca juga: 6 Bulan Pandemi, Guru Honorer di Pamekasan Masih Menanti Bantuan Covid-19

Hingga kini, Sumba Tengah menjadi salah satu daerah yang belum tersentuh virus corona.

Wakil Bupati Sumba Tengah Daniel Landa mengatakan, keberhasilan dalam menghadapi virus corona sejauh ini karena tingginya disiplin masyarakat mengikuti protokol kesehatan.

Ditambah perjuangan Tim Gugus Tugas Pencegahan Covid-19 di wilayah tersebut.

“Memang partisipasi masyarakat yang cukup besar sehingga posisi kami di Sumba Tengah sampai dengan saat ini tetap zona hijau. Tim Gugus Tugas Pencegahan Covid-19 Sumba Tengah juga bekerja secara aktif sehingga kami bisa terhindar dari virus corona itu," ujar Daniel saat dihubungi, Kamis (3/9/2020).

"Sebab, kalau dilihat dari segi tenaga medis, peralatan, dan lain-lain itu sangat terbatas. Jadi, kita bersyukur sampai hari ini masih tetap zona hijau,” kata Daniel menambahkan.

Baca juga: 6 Bulan Pandemi Covid-19, Ini Cara Kabupaten Ngada Bertahan di Zona Hijau

Pemkab Sumba Tengah langsung membentuk Tim Gugus Tugas Pencegahan Covid-19 setelah mendapatkan instruksi dari pemerintah pusat dan provinsi pada awal masa pandemi di Indonesia. Tim itu langsung bekerja sesuai petunjuk yang diberikan.

Tim Gugus Tugas membangun posko di setiap titik yang dianggap rawan, termasuk di pintu masuk menuju wilayah itu, yaitu di bagian timur yang berbatasan dengan Kabupaten Sumba Timur dan posko barat di wilayah perbatasan dengan Kabupaten Sumba Barat.

Posko di perbatasan itu dibangun untuk memeriksa setiap pelintas yang masuk atau melewati wilayah itu, baik di jalanan lintas tengah maupun lintas utara.

“Ketika diberlakukan new normal, kami juga menempatkan tenaga medis di wilayah Sumba Timur dan Sumba Barat Daya, baik di bandara maupun dermaga. Untuk tetap memantau dan mencatat pelaku perjalanan yang akan masuk ke wilayah Sumba Tengah,” ungkap Daniel.

Hal itu dilakukan untuk mencatat setiap pelaku perjalanan dari luar daerah yang hendak bepergian ke wilayah tersebut.

Tenaga medis yang diutus juga bekerja sama dengan pemerintah di dua kabupaten itu.

Karantina

Daniel menjelaskan, pelaku perjalanan yang masuk ke Sumba Tengah wajib melakukan karantina mandiri selama 14 hari.

Mereka akan mendapatkan penanganan khusus apabila hasil pemeriksaan di bandara dan pelabuhan menunjukkan suhu lebih dari 37 derajat celsius.

Perhatian khusus juga diberikan kepada pelaku perjalanan dengan gejala klinis mengarah kepada Covid-19.

“Kami akan pantau ketika dia ada di Sumba Tengah. Sesuai aturan protokol Covid-19, itu tujuh hari kita tes lagi. Kalau memang tidak berubah, baru kita tindak lanjut sesuai aturan penanganan pasien Covid-19,” jelas Daniel.

Pemerintah daerah menyediakan tempat karantina terpusat di salah satu gedung puskesmas di bagian barat Waibakul, ibu kota Kabupaten Sumba Tengah.

Petugas medis merupakan otoritas yang mengklasifikasi dan menentukan pelaku perjalanan dikarantina secara mandiri dan terpusat.

“Kami siapkan tempat itu dengan melengkapi fasilitasnya walaupun dalam keadaan sangat terbatas. Minimal itu hanya sebagai tempat transit. Kalau menurut dokter atau para medis gejalanya sudah parah, kita kirimkan ke rumah sakit rujukan di Sumba Barat dan di Waingapu, Sumba Timur,” papar Daniel.

Daniel menambahkan, aktivitas masyarakat di wilayah itu sedang berjalan dalam tatanan normal baru.

Kantor dan sekolah sudah dibuka kembali. Sekolah tatap muka sudah mulai berjalan secara efektif sejak pekan kedua Agustus.

Namun, hal itu diatur secara ketat agar para pelajar tidak berkumpul dalam jumlah yang besar di dalam lingkungan sekolah.

Jarak tempat duduk antar siswa di dalam ruangan kelas adalah 1.5 meter.

Ia mengimbau kepada seluruh masyarakat dan setiap pelaku perjalanan yang bepergian ke wilayah itu agar mengikuti protokol Covid-19, seperti memakai masker, rajin cuci tangan dengan sabun di air mengalir, dan selalu jaga jarak.

Berjuang di tengah keterbatasan

 

Kepala Dinas Kesehatan Sumba Tengah dr. Oktavianus Deky menjelaskan, bahwa daerahnya dalam situasi serba kekurangan dari sisi peralatan dan tenaga medis.

“Iya, kalau kurang itu jelas. Dari jumlah tenaga kita masih kurang, dari sisi peralatan, dan anggaran juga kurang. Hampir praktis tiga bulan pertama itu kita serba kekurangan. Padahal saat itulah booming pertama pandemi itu. Kita maksimalkan semua yang ada. Kita koordinasikan secara baik sehingga kita berjalan dengan baik,” kata Oktavianus saat dihubungi, Jumat (4/9/2020).

Jumlah tenaga medis dan paramedis di setiap puskemas di wilayah itu belum memenuhi standar Kementerian Kesehatan.

Peralatan kesehatan masih sangat kurang karena ketiadaan anggaran akibat Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sumba Tengah yang sangat kecil.

Pemerintah kabupaten hanya berharap dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

Peralatan kesehatan yang berkaitan dengan Covid-19 baru dapat dibeli dan cukup untuk memenuhi kebutuhan setelah diadakan refocusing anggaran dari sejumlah Organisasi Perangkat daerah (OPD) dan dari beberapa kegiatan pemerintahan di daerah itu.

Ada pun refocusing anggaran baru dapat direalisasikan pada bulan Juli 2020.

Ketersediaan peralatan kesehatan juga merupakan hasil donasi dari berbagai pihak yang peduli Sumba Tengah.

 

Refocusing anggaran start sejak April 2020, tapi proses perubahan itu sebanyak lima kali. Kita mulai eksekusi itu sekitar bulan Juli ke atas,” ujar Oktavianus.

Berkat refocusing anggaran dan donasi dari berbagai pihak, alat thermal screening, rapid test, dan alat pelindung diri (APD) sudah tersedia di di daerah itu.

Sedangkan alat tes polymerase chain reaction (PCR) belum ada karena harga yang mahal.

“PCR hanya ada di Kupang karena harganya mahal sekali. Semua kabupaten mengirim sampel swab ke sana. Tapi kalau peralatan screening dan lain-lain, stok di kabupaten sudah cukup,” ujar Oktavianus.

Ia mengungkapkan, Rumah Sakit Umum Daerah Sumba Tengah tidak menjadi rumah sakit rujukan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur NTT.

Hanya ada dua rumah sakit rujukan Covid-19 di Pulau Sumba, yaitu RSUD Waikabubak di Sumba Barat dan RSUD Umbu Rara Meha Waingapu di Kabupaten Sumba Timur.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com