"Kata yang sama bisa dipakai untuk mengakrabkan sekaligus memecah hubungan sosial, bisa mendekatkan sekaligus bisa menjauhkan," jelasnya.
Rahmat menambahkan, masyarakat Indonesia mengenal banyak sekali kata makian, baik yang berasal dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing.
Menurutnya, keberadaan kata makian itu sendiri menunjukkan bahwa kata makian merupakan bentuk ekspresi yang diperlukan masyarakat untuk mengungkapkan gagasan, pemikiran, atau perasaan tertentu.
"Kata makian bisa terus bertambah karena bahasa bersifat produktif dan penutur bahasa bersifat kreatif," tambahnya.
Baca juga: Tak Hanya Kata Anjay, Lutfi Agizal Bakal Mempermasalahkan Kata Ini
Untuk itu, lanjut Rahmat, imbauan untuk menghentikan penggunaan kata “anjay” tidak tepat dan tidak diperlukan.
"Daripada melarang penggunannya, lebih produktif jika kita melakukan membangun literasi kebahasaan yang baik khususnya di kalangan anak muda agar bisa penutur bahasa dapat memilih ekspresi berbahasa yang tepat sesuai konteksnya," jelasnya.
Dirinya percaya bahwa para penutur bahasa tahu batas etis penggunaan kata "anjay" sebagaimana masyarakat juga tahu membatasi penggunaan kata makian lain.
"Bagi penutur dewasa, mereka tahu kapan kata itu boleh digunakan dan kapan tidak boleh digunakan. Kalau di kalangan penutur muda mungkin tidak semuanya paham, oleh karena itu kewajiban kita sebagai orang dewasa adalah memberikan pemahaman yang cukup tentang kata tersebut, bukan melarang penggunaannya," tutupnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.