Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Sina Beranti, Pakaian Pengantin Adat Suku Tidung di Uang Pecahan Rp 75.000

Kompas.com - 19/08/2020, 05:00 WIB
Ahmad Dzulviqor,
Dony Aprian

Tim Redaksi

Jika sudah diputuskan oleh kedua belah pihak, maka ritual adat bernama Kiwon Bepupur dimulai, pupur basah dari kembang tujuh rupa, tepung beras, beras ketan hitam dan putih dicampurkan menjadi satu, lalu dibalurkan kepada kedua calon mempelai.

"Memiliki arti menghilangkan sengkala, jadi kedua calon mempelai kembali ke fitrah, dan gangguan di badannya akan bersih setelah prosesi Bepupur," imbuhnya.

Biasanya di panggung pengantin terdapat hiasan dua ekor naga merah yang menurut kepercayaan leluhur disebut Pegelian, yaitu makhluk misterius yang tak pernah dilihat tapi selalu membantu Suku Tidung dan sewaktu–waktu bisa dipanggil saat mendapat kesulitan dan rintangan.

Proses berikutnya adalah menuju pelaminan atau Belamin. Belamin memiliki arti bersatunya dua orang berlainan jenis menjadi keluarga.

Dalam proses ini, laki–laki akan diminta menggigit belati atau parang dan batu asah.

Menggigit belati bermakna laki–laki adalah pencari nafkah.

Masyarakat adat Suku Tidung identik dengan petani, sehingga belati menjadi perlambang pekerjaan laki–laki.

Sedangkan batu asah bermakna pasangan dari belati yang menajamkan atau diartikan sebagai istri.

Ketika belati tumpul, maka pekerjaan suami akan terganggu, sehingga keduanya tak mungkin dipisahkan.

Ritual berlanjut dengan minum air putih, dan masuk ke tahap berikut yaitu Bebantang yang berarti duduk bersanding.

Setelah itu, giliran pihak perempuan datang ke laki–laki.

Hal ini dilakukan dalam tiga hari tiga malam dengan iringan tarian zapin dan tabuhan rebana.

"Selama itu keduanya tidak boleh menginjak tanah atau tonjolan dan anak tangga, sebagai simbol mahligai rumah tangga yang sakinah mawaddah warohmah, selama itu pula sholawat pujian diperdengarkan, saat keluar keduanya ditabur beras kuning sebagai doa keselamatan," jelasnya.

Upaya pelestarian adat Suku Tidung

Sura’i yang juga sebagai kepala bagian pemerintahan di Sekretariat Pemerintah Kabupaten Nunukan tengah berupaya melestarikan adat istiadat dan budaya Tidung yang kian terkikis zaman.

Dalam upaya ini, terbangun sebuah rumah adat Tidung Baloy di Desa Binusan.

Gedung ini nantinya akan menjadi museum dan pusat belajar masyarakat di Nunukan khususnya Suku Tidung.

Saat ini, Suku Tidung Nunukan tengah mengumpulkan peninggalan, penggalan sejarah, pusaka dan alat musik sekaligus kerajinan khas Suku Tidung.

"Kita berupaya menyusun sebuah Perda yang nanti akan diusulkan Bupati dan kami harap disetujui 25 anggota DPRD, bahasa Tidung masuk dalam kurikulum SD di Nunukan, begitu pula tarian, dan sejarah kita, Nunukan butuh ciri khas agar lebih dikenal luas," harapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com