Kekuatan Belanda yang ditopang KNIL dari pribumi ditambah amunisi persenjataan modern saat itu, cukup mempersulit ruang gerak pejuang di Samarinda.
Para pejuang Samarinda bergerak dengan dua pola perlawanan, yakni gerakan bersenjata dan diplomasi politik.
Gerakan bersenjata dilakukan oleh kelompok pemuda yang menghimpun diri dalam organ bernama Penjaga Keamanan Rakyat (PKR).
Baca juga: Setelah Klaster Wagub Kaltim, Kini Muncul Klaster Pemkot Samarinda dan Pemprov
PKR kemudian menjadi Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI) pada Desember 1946.
Para tokoh BPRI Samarinda antara lain R.P. Juwono, Djunaid Sanusie, Bustani HN, Asnawi Arbain, Sayid Fachrul Baraqbah, Anwar Barack, dan lainnya.
Pejuang gerilyawan ini disokong oleh pejuang pro-Republik Indonesia dari Banjarmasin dan berafiliasi ke BPRI Pusat di Surabaya yang dikomandoi Bung Tomo.
Dalam gerakannya, BPRI Samarinda melakukan aksi-aksi yang masih bersifat sporadis.
Di antaranya sabotase pembakaran gudang barang ekspor Belanda di pelabuhan Samarinda 15 November 1946.
Lalu, serangan ke perumahan pejabat kesyahbandaran Belanda di Teluk Lerong pada 15 Januari 1947.
Baca juga: Setelah Klaster Wagub Kaltim, Kini Muncul Klaster Pemkot Samarinda dan Pemprov
Adapun rencana besarnya adalah melakukan gerakan gabungan bersama BPRI Sanga Sanga pada awal 1947.
Aksi ini untuk merebut kota minyak Sanga Sanga dari penguasaan Belanda.
Namun, rahasia rencana aksi bocor sehingga koordinasi dengan BPRI Samarinda terkendala dan Belanda dapat mencegah pertempuran di Samarinda.
Sementara itu, perjuangan dari jalur diplomasi politik dilakukan oleh organisasi Ikatan Nasional Indonesia (INI) Cabang Samarinda yang diprakarsai oleh Abdoel Moeis Hassan.
Pusat gerakannya di Gedung Nasional, Jalan Panglima Batur Samarinda.
Baca juga: 6 Tenaga Medisnya Positif Covid-19, RSUD Samarinda Stop Terima Pasien Baru
INI Samarinda kemudian berkoalisi dengan lebih dari 20 organisasi kemasyarakatan di Kaltim, membentuk Front Nasional.
Sebagaimana jalur perjuangan Sukarno-Hatta yang melalui diplomasi politik, Front Nasional juga melawan pendudukan Belanda di Kaltim dengan gerakan politik.
Front Nasional pada 1947 hingga 1950 sering disebut sebagai pemerintahan tandingan Belanda di Kaltim.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.