Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarawan: Rakyat Kaltim Baru Tahu Indonesia Merdeka Sebulan Setelah Proklamasi

Kompas.com - 18/08/2020, 07:06 WIB
Zakarias Demon Daton,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

SAMARINDA, KOMPAS.com – Tepat 17 Agustus 1945, Soekarno – Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI di Jakarta.

Informasi tersebut sama sekali tidak sampai ke telinga rakyat Kalimantan Timur.

“Itu karena radio-radio dirusak tentara Jepang. Warga tidak punya media untuk dengar informasi dari luar Kaltim,” ungkap sejarawan lokal, Muhammad Sarip menceritakan situasi di Kaltim di awal kemerdekaan kepada Kompas.com, Senin (17/8/2020).

Baca juga: Detik-detik 23 Warga Tersambar Petir Saat Rayakan Hari Kemerdekaan, 3 Orang Tewas

Saat proklamasi, situasi di Samarinda yang menjadi pusat pemerintahan masih mencekam.

Sebagian besar warga masih mengungsi ke pinggiran Samarinda di daerah Lempake karena pesawat sekutu sering melintasi angkasa kota, menembak dan menjatuhkan bom.

Permukiman di pusat kota banyak yang terbakar akibat serangan sekutu kepada Jepang yang menduduki Samarinda sejak 3 Februari 1942.

Tentara Jepang yang bercokol di Samarinda saat itu pun tidak menceritakan informasi kemerdekaan tersebut kepada masyarakat Kaltim.

Baca juga: Sebulan Kami Hanya Pulang Sekali, Semoga Kita Segera Merdeka dari Covid-19

Satu bulan setelah proklamasi, Belanda datang kembali ke Samarinda, menumpang pasukan sekutu yang bertugas melucuti tentara Jepang.

Netherlands Indies Civil Administration (NICA) atau Pemerintahan Sipil Hindia Belanda segera mendirikan pemerintahan kembali di pusat Oost Borneo, melanjutkan otoritasnya yang sempat terlepas ketika Jepang menduduki Samarinda 3 Februari 1942.

“Tepat 19 September 1945 atau satu bulan setelahnya, baru rakyat Kaltim dengar informasi kemerdekaan, setelah berita itu dibawa oleh tentara Australia,” jelas sarip.

Pasukan Australia merupakan komponen pasukan sekutu yang melucuti tentara Jepang yang sudah menyerah kala itu.

Setelah mendengar informasi kemerdekaan, esoknya, 20 September 1945 para pemuda dan tokoh di Samarinda mulai berkumpul.

“Mereka menyusun rencana untuk menyambut proklamasi kemerdekaan itu dan membentuk panitia,” terang penulis buku Samarinda Tempo Doeloe ini.

Baca juga: Dimakamkan Tanpa Protokol Kesehatan, Pasien di Samarinda Ternyata Positif Covid-19

Panitia Persiapan Penyambutan Kemerdekaan Republik Indonesia (P3KRI) berhasil dibentuk dan diketuai Dr Soewadji Prawiroharjo yang saat itu sebagai Kepala Rumah Sakit Sakit Umum (Landschap Hospitaal) yang terletak di Jalan Gurami, Sungai Dama, Samarinda.

Dr Soewadji Prawiroharjo dipilih dengan alasan tokoh yang punya kapasitas intelektual dan pernah ikut Kongres Pemuda II 1928 yang menghasilkan Sumpah Pemuda.

“Akhirnya dilakukan pengibaran bendera merah putih pertama kali di Samarinda tepatnya di Rumah Sakit Umum yang terletak di Jalan Gurami Sungai Dama oleh dua karyawan rumah sakit bernama Abdul Madjid dan Imansyah,” terang Sarip.

Setelah pengibaran bendera tersebut, kedua karyawan ini ditangkap tentara Belanda.

Saat itu kegiatan P3KRI juga tidak berjalan lancar, karena ketua Dr Soewadji Prawiroharjo ikut ditangkap Belanda dan dibuang ke Morotai (kini Maluku Utara).

Baca juga: RSUD AWS Samarinda Jadi Klaster Baru Penyebaran Covid-19

Selanjutnya, pengibaran bendera merah putih juga dilakukan di sekolah bekas Hollandsch Inlandsche School (HIS) di Sungai Pinang, Samarinda, oleh dua guru yakni WGJ Kaligis dan Slamet beserta murid-murid kelas enam.

Dua hari setelah aksi tersebut, dua guru tersebut juga ditangkap tentara Belanda.

Kekuatan Belanda yang ditopang KNIL dari pribumi ditambah amunisi persenjataan modern saat itu, cukup mempersulit ruang gerak pejuang di Samarinda.

Para pejuang Samarinda bergerak dengan dua pola perlawanan, yakni gerakan bersenjata dan diplomasi politik.

Gerakan bersenjata dilakukan oleh kelompok pemuda yang menghimpun diri dalam organ bernama Penjaga Keamanan Rakyat (PKR).

Baca juga: Setelah Klaster Wagub Kaltim, Kini Muncul Klaster Pemkot Samarinda dan Pemprov

PKR kemudian menjadi Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI) pada Desember 1946.

Para tokoh BPRI Samarinda antara lain R.P. Juwono, Djunaid Sanusie, Bustani HN, Asnawi Arbain, Sayid Fachrul Baraqbah, Anwar Barack, dan lainnya.

Pejuang gerilyawan ini disokong oleh pejuang pro-Republik Indonesia dari Banjarmasin dan berafiliasi ke BPRI Pusat di Surabaya yang dikomandoi Bung Tomo.

Dalam gerakannya, BPRI Samarinda melakukan aksi-aksi yang masih bersifat sporadis.

Di antaranya sabotase pembakaran gudang barang ekspor Belanda di pelabuhan Samarinda 15 November 1946.

Lalu, serangan ke perumahan pejabat kesyahbandaran Belanda di Teluk Lerong pada 15 Januari 1947.

Baca juga: Setelah Klaster Wagub Kaltim, Kini Muncul Klaster Pemkot Samarinda dan Pemprov

Adapun rencana besarnya adalah melakukan gerakan gabungan bersama BPRI Sanga Sanga pada awal 1947.

Aksi ini untuk merebut kota minyak Sanga Sanga dari penguasaan Belanda.

Namun, rahasia rencana aksi bocor sehingga koordinasi dengan BPRI Samarinda terkendala dan Belanda dapat mencegah pertempuran di Samarinda.

Sementara itu, perjuangan dari jalur diplomasi politik dilakukan oleh organisasi Ikatan Nasional Indonesia (INI) Cabang Samarinda yang diprakarsai oleh Abdoel Moeis Hassan.

Pusat gerakannya di Gedung Nasional, Jalan Panglima Batur Samarinda.

Baca juga: 6 Tenaga Medisnya Positif Covid-19, RSUD Samarinda Stop Terima Pasien Baru

INI Samarinda kemudian berkoalisi dengan lebih dari 20 organisasi kemasyarakatan di Kaltim, membentuk Front Nasional.

Sebagaimana jalur perjuangan Sukarno-Hatta yang melalui diplomasi politik, Front Nasional juga melawan pendudukan Belanda di Kaltim dengan gerakan politik.

Front Nasional pada 1947 hingga 1950 sering disebut sebagai pemerintahan tandingan Belanda di Kaltim.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com