KOMPAS.com - Maraknya penggunaan alat tangkap jenis cantrang yang dilakukan sejumlah kapal pendatang di perairan Natuna akhir-akhir ini banyak dikeluhkan nelayan setempat.
Pasalnya, penggunaan alat tangkap cantrang dianggap dapat merusak ekosistem bawah laut dan mengekspolitasi sumber daya perikanan.
"Kami berharap pemerintah dapat mempertimbangkan hal ini, karena jika hal ini terus dilakukan, akan banyak terumbu karang yang rusak dan terancam punah," kata Ketua Aliansi Nelayan Natuna Kepri Herman melalui telepon, Selasa (14/7/2020).
Selain itu, kapal cantrang yang banyak berasal dari nelayan Pantura itu juga disebut melakukan pengambilan ikan di bawah 50 mil laut.
Padahal di lokasi itu, lanjut dia, menjadi tempat para nelayan kecil di Natuna untuk mencari ikan.
Selama ini para nelayan Natuna berkomitmen tidak ada yang menggunakan cantrang di lokasi itu. Karena dianggap bagian dari upaya menjaga kearifan lokal dan melindungi kelestarian biota laut.
"Namun untuk saat ini kami jamin akan tidak ada lagi, karena kapal cantrang akan menyapu bersih semua terumbu karang dan ikan-ikan kecil yang ada di Natuna. Karena kapal cantrang tersebut melakukan tangkap di bawah 12 mil, lebih tepatnya di sekitaran Pulau Subi," kata Herman.
Baca juga: Marak Kapal Cantrang di Natuna, Nelayan Mengadu ke Susi
Sementara itu dalam kunjungannya di Lampung Timur pada Minggu (19/7/2020), Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo justru menegaskan tidak akan ada lagi larangan bagi nelayan dalam menggunakan alat tangkap cantrang.
Oleh karena itu para nelayan diminta untuk tidak perlu khawatir dalam mencari ikan di laut.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan