TEGAL, KOMPAS.com - Selama dua bulan, 30 kapal berukuran di atas 100 gross tonnage (GT) berangkat dari Kota Tegal, Jawa Tengah, untuk mencari ikan di perairan Natuna Utara, Kepulauan Riau, mulai Maret hingga Mei 2020.
Mobilisasi kapal nelayan pantura Jawa Tengah yang diberangkatkan untuk menjaga kedaulatan laut NKRI dari kapal asing, harus mengalami kerugian mencapai ratusan juta rupiah karena sulit mendapat ikan.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Tegal Riswanto, pemilik kapal yang juga ikut partisipasi bela negara mengemukakan, hasil ikan tangkapan tidak sesuai harapan.
"Kapal saya ikut berpartisipasi bela negara bersama kapal lainnya. Namun 30 kapal hasil ikan tangkapannya sulit. Dalam waktu empat hari di laut Natuna Utara hanya dapat ikan 50 kilogram," kata Riswanto saat dihubungi Kompas.com, Jumat (19/6/2020).
Baca juga: Mahfud Sebut Nelayan Asal Pantura yang Melaut di Natuna Tak Terikat Kontrak
Riswanto mengemukakan, 30 kapal cantrang diberangkatkan dari Pelabuhan Perikanan Pantai Tegalsari Kota Tegal pada 4 Maret lalu dan dilepas oleh sejumlah pejabat tinggi.
Nelayan baru kembali ke Tegal sekitar pertengahan Mei atau sebelum Idul Fitri.
Disampaikan Riswanto, untuk biaya perbekalan satu kapal cantrang berukuran di atas 100 GT, membutuhkan biaya mencapai Rp 500 juta hingga Rp 800 juta.
Biaya operasinal sebanyak itu untuk membeli solar sekitar 50 ton, dan perbekalan kebutuhan makan 25 anak buah kapal (ABK) selama dua bulan.
Baca juga: Mulai Selasa Hari Ini, 29 Kapal Nelayan Pantura Ramaikan Natuna Utara
Dengan hasil tangkapan ikan hanya sekitar 15 ton dan terjual sekitar Rp 400 juta dari modal Rp 500 juta hingga Rp 800 juta, jelas jauh dari kata untung.
"Kalau dihitung, satu kapal merugi mulai dari Rp 180 juta sampai Rp 500 juta. Jika ditotal 30 kapal mencapai miliaran rupiah," kata Riswanto, yang mengaku merugi sampai Rp 400 juta dengan kapal 101 GT miliknya.
Salah satunya, karena alat tangkap ikan jenis cantrang tak mampu melawan arus bawah laut perairan Natuna utara yang cukup kuat.
"Di Natuna utara arus bawah laut sangat kuat. Cantrang tidak mampu menangkap ikan. Beda dengan alat tangkap trawl yang mampu melawan derasnya arus," kata Riswanto.
Baca juga: Bertemu KSAL Baru, Menko Polhukam Minta Wilayah Natuna Dapat Perhatian Khusus
Untuk itu, Riswanto kembali meyakini, alat tangkap cantrang yang hingga kini masih dilarang Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), sebenarnya tidak merusak lingkungan.
"Ini membuktikan bahwa faktanya setelah kita ekspedisi di sana, cantrang yang selama ini dilarang KKP jelas tidak merusak laut," ujar Riswanto.
Riswanto mengungkapkan, saat ini sejak setelah Idul Fitri, seluruh kapal cantrang kembali sedang mencari ikan ke perairan Jawa.
"Harapannya bisa mendapatkan hasil melimpah untuk menutup kerugian selama di Natuna," kata dia.
Baca juga: 6 Wilayah RI Paling Rawan Illegal Fishing, Natuna yang Pertama
Riswanto mengaku sudah menyampaikan setiap perkembangan di lapangan melalui komunikasi whatsapp dan telepon kepada KKP yang diteruskan ke Polhukam.
"Tapi memang soal kapal cantrang sulit dapat ikan sudah disampaikan langsung Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan KKP ke publik," sebut Riswanto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.