KOMPAS.com - Upaya kriminalisasi terhadap warga Desa Mekarsari, Kecamatan Patrol, Kabupaten Indramayu yang menolak PLTU batubara berlangsung dari tahun ke tahun. Apa urgensi keberadaan PLTU ini? Mengapa warga setempat harus membayar harga sangat mahal?
Asap hitam pekat membubung dari mulut cerobong PLTU 1 Jawa Barat Indramayu yang berbahan bakar batubara di Desa Sumur Adem, Kecamatan Sukra, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat pada Sabtu (29/2/2020) pagi.
Bagi Sutini, petani desa Mekarsari, pemandangan semacam itu rutin dia simak saban hari. Biasanya, asap mengepul ke udara desa setiap malam hari. Tapi tak jarang juga, asap tampak pada pagi atau siang hari saat cuaca mendung.
Baca juga: Ribuan Ubur-ubur Menyerbu PLTU Paiton, Probolinggo
Bagi Sutini, bekerja dengan kepulan asap adalah nestapa. Sebab bau menyengat rutin dia hirup saat bekerja di sawah yang hanya berjarak puluhan meter dari komplek PLTU.
"Kemarin sakit tiga hari. Napas sesak, batuk setelah menanam padi di sawah dekat PLTU," tutur Sutini yang tengah menengok sawah miliknya di dekat PLTU Indramayu, Sabtu (29/2/2020) dilansir dari VOA Indonesia.
Sutini dan warga lainnya yakin asap PLTU Indramayu 1 berkapasitas 3x300 Megawatt (MW) itulah yang memicu gangguan kesehatan mereka. Benar tidaknya klaim masyarakat memang belum bisa dipastikan.
Baca juga: PLTU Baru Makin Tingkatkan Potensi Emisi Gas Rumah Kaca, Kok Bisa?
Apalagi, Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat tak punya kajian dampak PLTU terhadap lingkungan dan masyarakat. Meski PLTU yang menjadi bagian program 10 ribu MW pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah beroperasi selama 10 tahun.
Berbagai keluhan seputar kesehatan ini pula yang menjadi alasan warga desa menolak rencana pembangunan PLTU Indramayu 2, yang dirancang berkapasitas 2x1.000 MW.
Warga mengetahui proyek ini setelah ada pembangunan akses jalan guna mendukung pembangunan PLTU Indramayu 2 pada Maret 2017 lalu.
Baca juga: Riwayat Pegawai PLTU Batang yang Positif Corona, dari Surabaya, Sempat Kerja di Kapal Tongkang
Tujuannya untuk mendapatkan dokumen perizinan dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Indramayu.
Warga kemudian memperoleh dokumen perizinan pada 12 Juni 2017 dan kemudian menggugat izin tersebut ke PTUN Bandung.
Majelis Hakim PTUN Bandung akhirnya menyatakan izin lingkungan PLTU Indramayu 2 tidak sah. Izin itu dicabut pada 6 Desember 2017.
Baca juga: Mereka yang Pulihkan Ekologi di Tengah Kepungan Tambang
Seminggu Setelah Putusan, Tiga Warga Ditangkap Polisi
Setelah kemenangan kecil di PTUN Bandung, warga masih tak tenang. Sebab setelah kemenangan itu, tiga warga desa, yakni; Sawin, Sukma dan Nanto justru digelandang polisi.
Mereka bertiga dituduh sengaja memasang bendera merah putih terbalik di dekat lokasi PLTU Indramayu 2, pada Kamis (14/12/2017).
Menurut Sawin, pengibaran bendera tersebut sebagai bentuk perayaan kemenangan mereka di PTUN Bandung.
Baca juga: Contoh Barang Tambang Nonmigas
Tapi sehari setelah bendera terpasang, Sawin dapat kabar kalau bendera terpasang terbalik.
Ia kemudian bergegas datang ke lokasi untuk memastikan kondisi bendera. Tapi saat tiba di lokasi bendera ditemukan tanpa tiang.
Pada Minggu (17/12/2017) dini hari, tujuh orang memakai pakaian bebas lengkap dengan senjata laras panjang menangkap ketiga warga Desa Mekarsari itu.
"Saya di-BAP (berita acara pemeriksaan). Saya disuruh mengaku, saya menolak terus karena merasa tidak pernah bersalah," tutur Sawin berusaha mengingat proses BAP di Polres Indramayu pada 2 tahun silam, tepatnya pada Minggu (17/12/2017).
Kasus mereka kemudian bergulir hingga Pengadilan Negeri Indramayu. Sawin dan Sukma divonis 5 bulan penjara, sedangkan Nanto divonis 6 bulan penjara pada Kamis (27/12/2018).
Baca juga: Tambang Emas Tradisional di Kalsel Longsor, 5 Orang Tewas Tertimbun, 1 Belum Ditemukan
Pemidanaan juga sempat dialami empat petani Desa Mekarsari yang tergabung dalam Jaringan Tanpa Asap Batu Bara (Jatayu).
Keempatnya adalah Taryani, Taniman, Jauri, dan Caryani.
Mereka dijadikan tersangka kasus kekerasan saat aksi menolak pembangunan Gardu Induk Ekstra Tinggi (GITET) di Desa Mekarsari pada September 2017.
Baca juga: Belasan Komunitas Seni Suarakan Tolak Tambang Emas di Aceh Tengah
Salah seorang petani, Taryani mengaku melakukan kekerasan setelah petugas sub kontraktor PLTU melakukan kekerasan terhadap rekan perempuannya yang turut dalam aksi.
"Dari pihak perusahaan memukul, saya masih diam. Tiba-tiba ada seorang perempuan dicekik dan diseret beberapa meter. Kemudian hati saya terbangun, kok bisa perempuan dicekik," ujar Taryani.
Warga dan sub kontraktor yang membangun GITET kemudian saling melaporkan ke polisi.
Namun, Taryani mempertanyakan polisi yang hanya memproses laporan perusahaan. Padahal kata dia, aksi kekerasan berasal dari perusahaan dan warga.
Baca juga: Kisah Budi Pego, Aktivis dengan Tuduhan Komunis: Tetap Tolak Tambang Emas Usai Dibui (Bagian I)
Kasus Taryani dan tiga rekannya kemudian bergulir ke PN Indramayu dan divonis 6 bulan penjara.
Praktis selama dipenjara, warga yang terjerat kasus bendera terbalik dan kasus kekerasan tidak dapat memenuhi kebutuhan keluarga.
Mereka dan keluarga hanya hidup dari bantuan warga dan sejumlah organisasi peduli lingkungan lainnya untuk bertahan hidup.
Baca juga: Aksi Tolak Tambang Emas di Takengon Diwarnai Aksi Saling Dorong dengan Polisi
Ia dilaporkan ke polisi dengan tudingan penguasaan lahan pada 2018 lalu.
Sukirman sempat beberapa kali dipanggil untuk dimintai keterangan, meski pada akhirnya ia mendapat kabar bahwa laporan tentang dirinya sudah dicabut dari pihak pelapor yakni PLN.
“Kalau saya sendiri tidak ada merasa takut, bahkan saya bersikeras akan tetap berjuang untuk mendapatkan hak saya artinya tetap saya menolak untuk pembangunan PLTU Indramayu 2,” tegas Sukirman.
Tidak berbeda, Sawin, Sukma, dan Taryani yang pernah dipenjara juga mengatakan tidak gentar terus menolak rencana pembangunan PLTU Indramayu 2.
“Warga Jatayu sampai kapanpun berjuang tidak akan sampai habis. Karena apa? nanti anak cucu saya bagaimana kalau PLTU Indramayu 2 dibangun,” ucap Taryani.
“Rasa takut saya tidak ada habis dipenjara gara-gara demo. Tidak turun semangatnya,” tutur Sawin.
Baca juga: Tolak PLTU Indramayu, Warga Bentuk Jatayu dan Berjuang hingga ke Jepang (2)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.