Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Belanja Lebaran Kalahkan Ketakutan pada Virus Corona...

Kompas.com - 21/05/2020, 07:27 WIB
Rachmawati

Editor

Rumah sakit dan petugas medis paling terdampak

Nuning yang juga menjabat sebagai Kepala Pusat Permodelan Matematika dan Simulasi Insititut Teknologi Bandung (ITB) mengatakan meski banyak orang yang tetap mematuhi ketentuan PSBB, "kepatuhan ini jadi tak bermakna" ketika sebagian lain tetap melakukan aktivitas yang tidak menjaga protokol kesehatan.

"Tentunya yang paling terdampak adalah rumah sakit dan petugas medis," kata Nuning.

Dia menambahkan strategi yang bisa dilakukan adalah menyiapkan rumah sakit atau tempat yang digunakan untuk memfasilitasi orang-orang yang positif pada saat nanti lebaran atau setelahnya.

Baca juga: Pembeli Membludak, Pasar Murah Pemprov Sumut Akhirnya Ditutup

"Ini yang urgent. Takutnya nanti kolaps, kemudian rumah sakit malah ditutup karena banyak tenaga medisnya terdampak," jelasnya.

Sementara itu, Direktur RSUD Al Ihsan Bandung, Dewi Basmala Gatot mengaku sangat khawatir terjadi lonjakan kasus virus corona atau Covid-19 pasca-Lebaran.

Dewi mengambil sejumlah kebijakan untuk mengantisipasi lonjakan pasien.

Misalnya menyiapkan ketersediaan alat pelindung diri (APD) hingga H+14 Lebaran. Kemudian, jadwal dinas sudah disiapkan serapi mungkin. Selain itu memastikan tenaga kesehatan harus siap diminta tiba-tiba atau on call. Untuk meningkatkan semangat para tenaga kesehatan, pihaknya dengan ketat memonitoring penggunaan APD sesuai prosedur.

Baca juga: Gelar Rapid Test Acak Saat Relaksasi PSBB, Pemkot Tegal Sasar Pasar dan Mal

Hampir mustahil menekan angka reproduksi dibawah 1

Aktivitas salah satu sentra pasar sayur di Sumatera Barat yang masih ramai seperti biasa, walaupun pada masa pandemi Covid-19 dan PSBB tahap dua (09/05). Iggoy el Fitra/ANTARA FOTO Aktivitas salah satu sentra pasar sayur di Sumatera Barat yang masih ramai seperti biasa, walaupun pada masa pandemi Covid-19 dan PSBB tahap dua (09/05).
Selain berpotensi meningkatkan kasus Covid-19, fenomena kerumunan massa ini juga kontraproduktif dengan upaya pemerintah untuk melonggarkan PSBB.

Menurut Henry, pakar epidemiologi, fenomena ini jelas menunjukkan ada pelanggaran protokol fisik dan sosial dan berpotensi menggagalkan upaya pemutusan rantai penularan yang sudah dilakukan di masyarakat.

"Ini juga bisa menjadi indikator bahwa sebenarnya masyarakat kita belum siap untuk melaksanakan norma baru, untuk hidup berdampingan dengan Covid-19," ujarnya.

Baca juga: Kontak Pasien Positif, 5 Pedagang Pasar Pagi Salatiga Jalani Karantina Mandiri

Merujuk ketentuan WHO, Henry menjelaskan ada enam kriteria untuk bisa melakukan pelonggaran pembatasan sosial.

Selain penularan harus terkendali, artinya tren kasus positif, PDP, ODP dan OTG sudah turun secara konsisten, masyarakat harus teredukasi menuju norma baru sebagai konsekuensi dari hidup berdampingan dengan Covid-19.

"Jadi menurut saya pelonggaran PSBB belum tepat apabila dilakukan dengan kondisi saat ini," ujarnya.

Baca juga: Pedagang Pasar Pagi Positif Corona, Wali Kota Salatiga: Kami Liburkan Lima Hari

"Kalau protokol PSBB masih dilanggar maka target reproduction number ditekan dibawah satu itu belum tentu akan bisa dicapai setelah lebaran," imbuhnya.

Angka reproduksi di bawah 1, yang menunjukkan tingkat penularan virus tersebut, menjadi prasyarat pelonggaran PSBB.

Sementara itu, Nuning Nuraini mengatakan "hampir mustahil" menekan angka reproduksi dibawah 1 dengan kondisi yang terjadi saat ini.

Baca juga: Ratusan Lapak Pedagang di Pasar Anyar Bogor Ditertibkan karena Langgar PSBB

"Karena faktor terbesar selama ini yang sangat ditekankan adalah physical distancing, tapi ini sudah dilanggar, ya sudah. Artinya yang paling dasar tidak terjadi, kami melihat dampaknya dalam dua minggu ke depan seperti apa," ujarnya.

Mudah-mudahan sudah terbentuk kekebalan kelompok. Jadi kekebalan itu ada, jadi risikonya tidak terlalu tinggi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com