"Kami tiba di rumah siswa jam 8-an," kata dia.
Menurut Yayah, jalan menuju rumah siswa berbukit-bukit. Mereka harus melewati turunan yang licin karena jalannya berpasir hingga becek.
"Saya enggak bisa bayangkan perjuangan anak saat pulang-pergi ke sekolah. Ternyata begini. Gimana kalau hujan," ucap Yayah.
Delapan siswa yang rumahnya di pelosok terdiri dari satu siswa kelas l SD, dua siswa kelas 2 SD, empat siswa kelas 3 SD dan satu siswa kelas 4 SD.
"Kami berada di rumah siswa sekitar 1 jam memberi tugas, menyampaikan mata pelajaran. Supaya tidak ketinggalan pelajaran," kata Yayah.
Menurut Yayah, orangtua 8 siswa tersebut kurang mampu. Mereka sama sekali tak memiliki alat komunikasi.
Ditanya ihwal pembelajaran lewat televisi, Yayah mengatakan, warga tersebut juga tak memiliki televisi.
Jika ada pun, kata dia, siaran televisi tidak bisa ditangkap antena televisi.
"Makanya saya ke sana, banyak materi pelajaran untuk disampaikan kepada anak. Minta mereka mempelajarinya. Kami juga titip kepada orangtuanya supaya terus membimbing anaknya saat belajar," jelas Yayah.
Saat mendatangi rumah siswanya di pelosok, Yayah selalu bersama dua rekannya, Eem Maesaroh dan Rohaetin.
Yayah mengaku tak berani pergi sendiri karena takut. Di perjalanan masih banyak satwa-satwa liar.
"Kami pergi bersama-sama. Kalau enggak bareng, takut. Di jalan masih banyak monyet. Kami juga persiapan di jalan bawa tongkat, takut ada monyet," kata Yayah.
Kondisi rumah siswa, lanjut Yayah, rumahnya hanya semi permanen.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.