Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah 3 Guru Ciamis Ajari Siswa di Rumah: Jalan Kaki 1,5 Jam, Lewati Bukit dan Siap Hadapi Satwa Liar

Kompas.com - 28/04/2020, 12:44 WIB
Candra Nugraha,
Farid Assifa

Tim Redaksi

CIAMIS, KOMPAS.com - Mulai tanggal 16 Maret 2020, pemerintah meniadakan kegiatan belajar mengajar di sekolah.

Peniadaan aktivitas belajar mengajar ini seiring dengan meningkatnya kasus penularan Covid-19 di Indonesia.

Sebagai gantinya, pemerintah mewajibkan siswa untuk belajar di rumah masing-masing. Siswa akan diberikan tugas pelajaran oleh gurunya melalui grup-grup media sosial yang bisa diakses lewat telepon pintar.

Selain itu, ada pula pelajaran yang bisa diakses melalui saluran televisi milik pemerintah.

Namun ada kendala yang dihadapi siswa, khususnya yang berada di pelosok daerah. Beberapa di antara mereka ada yang tidak memiliki telepon selular. Televisi pun tak ada, jika pun ada siaran televisi tak bisa ditangkap oleh antena televisi.

Baca juga: Kisah Bu Guru Bintang Berkeliling ke Rumah Siswa Bagikan Soal Latihan

Seperti dialami 8 siswa Sekolah Dasar Giriharja, Kecamatan Rancah, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.

Rumah mereka berada di pelosok perbatasan Kabupaten Ciamis dengan Kabupaten Kuningan, tepatnya di Dusun Citapen Landeuh, Desa Sukajaya, Kecamatan Rajadesa, Ciamis.

Tiga ibu guru di SD Giriharja kemudian berinisiatif mendatangi rumah 8 siswa tersebut untuk memberi tugas ataupun menyampaikan materi pelajaran.

Namun perjuangan para ibu guru ini tidak mudah, mereka harus naik turun bukit karena rumah siswa yang cukup jauh dari sekolah.

"Jaraknya (rumah siswa) sekitar tiga kilometer dari rumah saya. Akses ke sana hanya jalan setapak. Hanya bisa dilewati dengan jalan kaki," ujar Yayah Hidayah, guru SD Giriharja, Kecamatan Rancah saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Selasa (28/4/2020).

Ada tiga guru yang mendatangi rumah siswanya. Mereka adalah Yayah Hidayah guru kelas l, Rohaetin (56) guru kelas 2 SD dan Eem Maesaroh (54) guru kelas 4 SD.

Yayah menceritakan, mereka memang tidak setiap hari mengunjungi rumah siswa di pelosok. Hal ini mengingat lokasinya cukup jauh dan stamina para ibu guru ini yang tak lagi muda.

Yayah menceritakan, ia dan dua rekannya berangkat jam 6.30 WIB saat mendatangi rumah siswanya di pelosok. Waktu yang harus ditempuh dengan jalan kaki sekitar 1,5 jam.

"Kami tiba di rumah siswa jam 8-an," kata dia.

Lewati jalan berbukit

Menurut Yayah, jalan menuju rumah siswa berbukit-bukit. Mereka harus melewati turunan yang licin karena jalannya berpasir hingga becek.

"Saya enggak bisa bayangkan perjuangan anak saat pulang-pergi ke sekolah. Ternyata begini. Gimana kalau hujan," ucap Yayah.

Delapan siswa yang rumahnya di pelosok terdiri dari satu siswa kelas l SD, dua siswa kelas 2 SD, empat siswa kelas 3 SD dan satu siswa kelas 4 SD.

"Kami berada di rumah siswa sekitar 1 jam memberi tugas, menyampaikan mata pelajaran. Supaya tidak ketinggalan pelajaran," kata Yayah.

Menurut Yayah, orangtua 8 siswa tersebut kurang mampu. Mereka sama sekali tak memiliki alat komunikasi.

Ditanya ihwal pembelajaran lewat televisi, Yayah mengatakan, warga tersebut juga tak memiliki televisi.

Jika ada pun, kata dia, siaran televisi tidak bisa ditangkap antena televisi.

"Makanya saya ke sana, banyak materi pelajaran untuk disampaikan kepada anak. Minta mereka mempelajarinya. Kami juga titip kepada orangtuanya supaya terus membimbing anaknya saat belajar," jelas Yayah.

Saat mendatangi rumah siswanya di pelosok, Yayah selalu bersama dua rekannya, Eem Maesaroh dan Rohaetin.

Yayah mengaku tak berani pergi sendiri karena takut. Di perjalanan masih banyak satwa-satwa liar.

"Kami pergi bersama-sama. Kalau enggak bareng, takut. Di jalan masih banyak monyet. Kami juga persiapan di jalan bawa tongkat, takut ada monyet," kata Yayah.

Rumah siswa semi permanen

Kondisi rumah siswa, lanjut Yayah, rumahnya hanya semi permanen.

Dinding bawahnya tembok, sedangkan dinding atas terbuat dari bilik bambu.

"Hampir semua sama, rumahnya semi permanen," ujarnya.

Sementara itu, kata Yayah, proses belajar kepada siswa yang rumahnya berada di kota kecamatan tidak menemui kendala.

Materi pelajaran disampaikan melalui grup WhatsApp.

"Kita ada grup-grup di media sosial," katanya.

Di bulan Ramadhan ini, kata Yayah, anak didiknya ditugaskan untuk belajar keagamaan. Mereka diminta membaca Al Quran dan menghapal surat-surat pendek.

Yayah tak lupa berdoa kepada Allah SWT supaya pandemi Covid-19 ini segera berakhir. Dia mengaku kasihan kepada anak didiknya yang enggak bisa belajar secara normal.

"Mudah-mudahan cepat beres pandeminya. Sudah kangen kepada anak-anak dan suasana sekolah," ujar Yayah.

Sedangkan Eem Maesaroh mengatakan, perjuangan ia dan rekannya ini dilakukan supaya siswanya tetap bisa belajar meski berada di rumah.

Baca juga: Demi Murid, Guru Ujang Keliling 6 Kampung untuk Bantu Belajar di Rumah, Ini Kisahnya

 

Eem berharap, siswanya cerdas dan pintar sehingga ilmu yang diberikan bisa bermanfaat kelak saat siswanya sudah dewasa.

"Mudah-mudahan bisa berguna untuk bangsa dan agama. Kami juga harap semoga pandemi ini segera selesai, supaya kami semua bisa kembali belajar di sekolah," kata Eem.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com