Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Dewi, Produksi Masker Kain yang Separuh Keuntungannya untuk Membantu Relawan Covid-19

Kompas.com - 09/04/2020, 14:45 WIB
Kontributor Banyuwangi, Imam Rosidin,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

BANGLI, KOMPAS.com - Ni Luh Putu Santika Dewi (22) awalnya hanya iseng membuat masker kain untuk keperluan sehari-harinya.

Namun, siapa sangka, gadis asal Banjar Temen, Susut, Bangli, ini sukses memproduksi masker kain dengan omset puluhan juta.

Tak hanya itu, Dewi mengaku 50 persen keuntungan bersihnya digunakan untuk membagikan masker gratis kepada para pekerja dan relawan.

Dewi menceritakan, memang memiliki usaha membuat desain pakaian wanita dan jasa jahit berbagai busana.

Kemudian, di tengah mewabahnya virus corona atau Covid-19, ia dan pekerjanya kesulitan mencari masker untuk digunakan sendiri.

Baca juga: Warga Tionghoa di Aceh Bagikan Ribuan Masker hingga Nasi Kotak Setiap Hari

Dari sana, ia mulai mencoba untuk membuat masker sendiri untuk keperluan pekerjaan.

Ia lalu mulai memasarkan produk masker buatannya pada 16 Maret 2020 lalu.

Rupanya masker buatannya banyak diminati oleh masyarakat.

"Karena masker bedah yang kian langka dan harganya yang mahal, kami coba tawarkan produk masker kain ini untuk membantu masyarakat mendapatkan masker," kata Dewi, saat dihubungi, Kamis (9/4/2020).


Dibantu empat pekerja, ia mengaku telah memproduksi masker kain sebanyak 1.000 potong sejak 16 Maret lalu.

Dalam sehari, ia mampu memproduksi 100 potong.

Untuk produk maskernya, ia mematok harga Rp 10.000 per potong dengan promo beli 5 gratis 1.

Kemudian, masker tersebut dijual secara online. Dari penjualan tersebut, Dewi telah mengantongi omset sekitar Rp 10 juta.

Belajar dari internet

Sebelum mencoba membuat masker kain, ia mengatakan mempelajari dahulu standar bahan dan pembuatannya dari internet.

Masker yang diproduksinya yakni masker kain dengan tiga lapis.

Baca juga: UPDATE Corona di Jatim: 46 Sembuh, 196 Kasus Positif, 17 Meninggal

Adapun bahan yang digunakan yakni kain moscrepe premium.

"Kami memilih bahan moscrepe ini karena seratnya rapat, kainnya ringan, mudah dibentuk, mudah menyerap air, cepat kering dan nyaman saat dipakai (tidak pengap)," kata dia.

Sebagai lapisan tambahan, ia menggunakan kain kapas dengan serat yang lebih rapat. Kain tersebut ditempel di bagian dalam masker.


Selain itu, produknya juga diberi lubang khusus untuk memasukkan saringan tambahan berupa tisu.

Dewi mengaku, saat ini ternyata makin susah mendapatkan bahan-bahan untuk membuat masker kain.

Untuk itu, ia hanya berencana untuk menghabisnya stok atau sisa bahan sebelumnya.

Baca juga: Gubernur NTT Larang Warga Makan di Rumah Makan untuk Cegah Corona

Kalaupun ada, harganya ternyata sudah naik 3 kali lipat.

Dewi mengatakan, 50 persen keuntungan bersih penjualan maskernya digunakan untuk membantu pekerja di jalanan, petugas, hingga relawan.

"Kami punya niat baik untuk menolong sesama, dan keuntungan bersih penjualan masker kain ini pun telah kami gunakan 50 persennya untuk memproduksi masker gratis bagi petugas jasa pengiriman/kurir ekspedisi, pekerja toko, pekerja di pom bensin, pemuda-pemudi banjar yang menjadi relawan penyemprotan disenfektan, dan masyarakat lansia yang lebih membutuhkan," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com