Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penggiliran Air Bersih di Batam Kembali Ditunda

Kompas.com - 01/04/2020, 14:47 WIB
Hadi Maulana,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

BATAM, KOMPAS.com – PT Adhya Tirta Batam (ATB) yang merupakan perusahaan pengelolaan air bersih di Batam, Kepulauan Riau (Kepri) kembali menunda penggiliran air bersih.

Hal ini dilakukan karena menjalankan keputusan BP Batam untuk menunda penggiliran air untuk kedua kalinya.

Walau pun. dengan konsekuensi potensi risiko kandasnya pompa Instalasi Pengolahan Air (IPA) Tanjungpiayu.

“Risikonya sangat besar. Tapi kami akan mengikuti instruksi ini,” kata Head of Corporate Secretary ATB, Maria Jacobus dalam keterangan tertulis, Rabu (1/4/2020).

Baca juga: [POPULER NUSANTARA] Sosok Risma di Mata Penghinanya, Zikria | Batam Krisis Air Bersih?  

Maria mengatakan, ada beberapa pernyataan BP Batam yang belum tepat dan menimbulkan kebingungan. Terutama terkait ketersediaan air baku yang diklaim masih mencukupi untuk memenuhi kebutuhan konsumen.

Pernyataan tersebut disampaikan tanpa menyertakan data yang memadai terkait berapa lama kondisi waduk Duriangkang dan waduk lain tersebut akan bertahan. Sebab kondisi saat ini, lebih buruk dibandingkan saat terjadi El Nino tahun 2015.

“Saat terjadi El Nino tahun 2015, IPA Tanjungpiayu tidak terancam kandas. Untuk itu silakan ditafsirkan bagaimana kondisi saat ini,” jelas Maria.

Baca juga: Batam Terancam Krisis Air Bersih, Per 15 Maret Suplai Air Akan Digilir 

Namun, jika BP Batam masih bersikeras mengatakan air mencukupi, akan lebih tepat bila disertai dengan penjelasan dan data yang valid. Pertanyaan mengenai data riil kondisi air baku memang sebaiknya dilemparkan kepada BP Batam, karena air baku memang merupakan kewenangannya.

“Maaf kami tidak bisa memberikan update ketersediaan air baku, sebagaimana telah dipesankan oleh BP Batam kepada kami. Hanya BP Batam yang akan memberikan penjelasan tentang ketersediaan air baku saat ini” papar Maria.

Batam sebenarnya memiliki Waduk Tekmbesi. Sesuai dengan kesepakatan IPA Tembesi diharapkan dapat beroperasi per medio 2019, sehingga beban Duriangkang menjadi tidak terlalu berat. Namun sayangnya, WTP Tembesi belum kunjung beroperasi.

Potensi tumbangnya IPA Piayu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan tidak beroperasinya IPA Tembesi. Karena keterlambatan operasional IPA Tembesi menyebabkan beban abstraksi air baku di waduk Duriangkang yang jadi lebih besar dan akhirnya sebagaimana yang dilihat IPA Tanjungpiayu terancam kandas.

Baca juga: Krisis Air Bersih di Ambon, Ini Penyebabnya

 

Lumpur ikut tersedot

Saat pompa intake di IPA Tanjungpiayu semakin mendekati dasar waduk, maka lumpur yang mengendap di dasar waduk juga berpotensi ikut tersedot.

“Jika itu terjadi, maka IPA Tanjungpiayu berpotensi mengalami gagal beroperasi karena mengalami kerusakan dan Batam tetap mengalami defisit air bersih sebesar 225 liter perdetik,” papar Maria.

Untuk meminimalisir risiko tersebut, maka dalam waktu dekat ATB akan memasang slab beton atau material sejenis pada permukaan lumpur. Saat pemasangan instalasi Slab Beton dilakukan, pemadaman air kepada pelanggan harus dilakukan.

Pemasangan Slab Beton diharapkan cukup efektif untuk mencegah lumpur tersedot saat pompa intake semakin mendekati dasar waduk. Upaya ini diharapkan mampu memberikan waktu bernafas setidaknya hingga 15 hari kedepan bila tidak turun hujan.

“Tapi jika nanti pompa telah menyentuh Slab Beton tersebut, maka dengan sendirinya pompa akan kami hentikan. Guna menghindari kerusakan yang lebih buruk pada instalasi pengolahan,” terang Maria.

Opsi penggiliran dilakukan saat pompa telah menyentuh dasar waduk bukanlah opsi yang ideal itulah mengapa usulan penggiliran sebelum -3.4 telah diusulkan. 

Baca juga: Batam Hentikan Penerbangan dari dan ke Malaysia untuk Cegah Corona

Berat hati lakukan penggiliran, jika tidak akan lebih fatal

Jika boleh memilih, ATB lebih condong untuk tidak melakukan penggiliran. Karena, penggiliran menyebabkan perusahaan kehilangan pendapatan. Selain itu, pengaturan dalam melakukan penggiliran sangat menguras waktu, tenaga dan sumber daya lainnya.

Namun, dengan berat hati ATB harus mengemukakan usulan opsi penggiliran kepada BP Batam untuk mempertahankan keberlangsungan air baku yang tersedia, sembari menunggu upaya kongkret BP Batam memasang pipa air baku dari Tembesi ke Waduk Muka Kuning.

“Kami sadar bahwa keputusan untuk melakukan penggiliran memang ada di tangan pemerintah. Kami tidak berhak memutuskan penggiliran atau tidak. Itu domain pemerintah,” imbuh Maria.

Pembatalan penggiliran oleh BP Batam hanya menunda waktu, karena apapun yang terjadi jika IPA Tanjungpiayu kandas dan berhenti operasi, opsi penggiliran terpaksa dialami oleh pelanggan yang terdampak.

Sementara usulan BP Batam untuk melakukan perpanjangan pipa intake IPA Tanjungpiayu hingga lebih dari 1 km harus dikaji kembali. Hal ini mengingat pelaksanaan perpanjangan pipa intake setidaknya akan membutuhkan waktu  hampir dua bulan.

Sementara waktu yang tersedia hingga kandasnya pompa hanya 15 hari. 

Baca juga: Tak Terpengaruh Corona, Pengusaha Batam Ekspor 53 Ton Rumput Laut ke China

 

Curah hujan awal Mei

Di sisi lain, BMKG memprediksi curah hujan baru akan mulai turun per awal Mei. Sehingga menurut ATB perpanjangan intake menjadi kurang layak.

Namun bila BP Batam berkeras juga untuk melaksanakan, ATB siap untuk membantu melaksanakan.

Namun perlu ada pembicaraan lebih lanjut mengenai pembiayaannya, mengingat ATB sudah dalam proses pengakhiran dan proses transisi mungkin sudah mulai berlangsung sejak Mei 2020.

“Setiap investasi baru butuh kepastian. Karena itu, ketika kami diminta untuk melakukan investasi baru dengan nilai besar, maka harus ada kepastian mengenai pengembaliannya. Jika konsesi ATB berlanjut, maka itu tidak jadi soal. Namun bila kemudian memang berakhir, maka semua biaya pembangunan harus ditanggung oleh BP Batam,” ujar Maria.

Perpanjangan pipa intake Tanjungpiayu sebenarnya serupa dengan pemasangan pipa air baku dari Tembesi ke waduk Muka Kuning. Jadi memang sudah seharusnya merupakan kewajiban BP Batam untuk melaksanakannya. Karena kontrak ATB sudah berakhir per November 2020.

Sistem SCADA bukan merupakan alat untuk menambah ketersediaan air baku. Namun system ini membantu agar system Distribusi dapat berjalan secara efisien dengan tingkat kebocoran yang rendah.

“Jadi kalau air bakunya yang tinggal sedikit, bukan sistemnya yang disalahkan memang air di waduknya yang semakin berkurang,” pungkas Maria.

Baca juga: Dua Hari Pencarian, Tim SAR Temukan Korban Tenggelam di Waduk Cirata Jangari

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com