"Saya bertahan di sini, meski tidak punya uang, tidak bisa makan, ya seadanya. Nyatanya sudah tidak bisa minta bantuan ke teman atau tetangga," kata dia.
Namun, Mak Jah mengaku merasa terpanggil untuk merawat desanya dengan menanam mangrove di lokasi di mana dulu dusunnya berada, meski tak ada orang lain yang bertahan di desa itu.
Panggilan itu yang kemudian membulatkan tekadnya untuk bertahan di rumah itu.
"Saya tidak ingin pindah. Sudah diniati di sini, kami tinggal di sini," tuturnya berkukuh.
Baca juga: Pantai Talise Palu Diterjang Banjir Rob Setinggi Dua Meter
Demak mengalami perubahan garis pantai hingga 5 km ke arah darat akibat abrasi.
Akibatnya, pada tahun 2006 sebagian besar rumah milik 206 KK di Desa Bedono mulai terendam air. Setelah warga menuntut relokasi, mereka dipindahkan ke desa lain di Kecamatan Sayung, termasuk perempuan paruh baya bernama Maryati.
Maryati yang berusia 53 tahun itu mengatakan bahwa genangan air laut telah membuat lapuk dinding rumahnya yang terbuat dari papan. Imbasnya, hampir setengah rumahnya rusak.
"Bagian belakang rumah sudah rusak kena ombak. Dinding yang terbuat dari papan sudah rontok," tuturnya.
Baca juga: Cerita Anak-anak SD yang Bertahun-tahun Belajar di Tengah Banjir Rob di Semarang...
Khawatir anaknya yang kala itu masih kecil akan terdampak banjir laut. Dengan sedikit bantuan material yang diberikan pemerintah daerah, dia membangun rumah yang berjarak sekitar 5 km dari rumah sebelummya.
Senada, kekhawatiran banjir laut yang kian tinggi juga menjadi alasan Muningsih dan keluarganya untuk pindah dari Rejosari.
"Kalau rob masuk rumah, air bisa menggenangi rumah."
"Saya jadi takut, lalu saya minta pindah. Sebenarnya tidak punya dana, lalu cari pinjaman uang dan bangun rumah," ujarnya.
Baca juga: Direndam Banjir Rob, Petani Bawang Merah Resah
Peneliti Geodesi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Heri Andreas menuturkan kenaikan permukaan air laut di Indonesia (sea level rise) akibat pemanasan global diperkirakan sekitar 3 - 8 milimeter per tahun.
Sementara, penurunan muka tanah (land subsidence) diperkirakan sekitar 1-10 sentimeter per tahun. Bahkan, di beberapa tempat seperti Pekalongan dan ibu kota Jakarta, perkiraan penurunan muka tanah mencapai 15 hingga 20 sentimeter.
Baca juga: Lebih dari Sepekan, Banjir Rob di Pantura Semarang Tak Kunjung Surut
"Di Jawa lebih dari 100 desa kena dampak," ungkap Heri.
Merujuk data Road Map Land Subsidence yang dirilis Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi pada 2019, luasan area terdampak banjir rob di Pantai Utara Jawa mencapai 11.400 hektar dan abrasi (erosi pantai) mencapai sekitar 5.000 hektar.
Diketahui bahwa Pekalongan dan Demak merupakan dua kota yang mengalami banjir rob dengan luasan paling besar.
Baca juga: 5 Pertanyaan Paling Umum tentang Perubahan Iklim
"Yang cepat potensi tenggelam Pekalongan.
"Pesisir Pekalongan di situ memang orang sudah banyak, terutama banyak nelayan, petani, masyarakat menengah ke bawah. Sekarang sudah terimbas oleh banjir laut ini," imbuhnya.