MAGETAN, KOMPAS.com – Ratusan pengusaha penyamakan kulit di Kabupaten Magetan, Jawa Timur, memilih menghentikan produksi penyamakan kulit karena belum mampu menangani limbah lumpur dari IPAL.
Ketua Dewan Pengurus Daerah Asosiasi Penyamak Kulit Indonesia DPD APKI Magetan Basuki Rahmawan mengatakan, pengusaha memilih menghentikan produksi penyamakan kulit untuk menghindari sanksi hukum terkait surat dari pemerintah daerah yang melarang pembuangan lumpur IPAL.
“Tidak boleh membuang slat di seluruh lokasi LIK, otomatis IPAL tidak produksi. Artinya proses pengolahan kulit basah dengan sendirinya berhenti,” ujarnya, Senin (3/2/2020).
Baca juga: Luapan Sungai Lematang Prabumulih Diduga Bawa Limbah Pabrik, Korban Banjir Sakit Gatal-gatal
Basuki menambahkan, dengan berhentinya operasi mesin pengolahan kulit tersebut, membuat 110 pengusaha APKI Magetan merumahkan sekitar 1.000 tenaga kerja.
Ribuan tenaga kerja tersebut selama ini menggantungkan hidup dari penyamakan kulit.
Penghentian operasi penyamakan kulit di LIK Magetan juga akan mempengaruhi ratusan pengusaha kerajinan kulit yang tersebar di ratusan kabupaten/kota di Indonesia.
“80 persen prosuk kulit di sini dikirim ke Medan, Padang, Jakarta, Bandung, Yogya hingga ke Bali. Hanya 20 persen yang diserap perajin kulit di Magetan,” imbuhnya.
Belum diketahui pasti sampai kapan penghentian proses penyamakan kulit di LIK Magetan akan berakhir.
Baca juga: Selidiki Limbah Radioaktif di Perumahan Batan Indah, Polisi Periksa 7 Saksi
Basuki berharap ada kebijakan dari pemerintah daerah terkait penanganan limbah pengolahan kulit di LIK.
"Kami pengusaha bukannya tidak mau mengolah limbah, tapi tidak mampu. Kami berharap pemkab maupun pemprov mendatangkan orang yang mampu mengolah IPAL,” ucapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.