Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masih Ingat Balapan Tradisional Kadaplak? Permainan Ekstrem Ini Kembali Dihidupkan Generasi Milenial

Kompas.com - 22/11/2019, 10:56 WIB
Agie Permadi,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Suara gelak tawa penonton riuh terdengar saat menyaksikan pembalap 'Kadaplak' terjatuh di lintasan curam.

"ha ha ha, deui (lagi) jay," seru penonton.

Meski terjatuh, pembalap itu pun ikut tertawa. Ia kemudian memperbaiki posisi kadaplaknya di lintasan curam dan kembali meluncur.

Pembalap lainnya terlihat mengangkat kadaplak di bahunya untuk ia bawa dengan berjalan ke titik lintasan tertinggi.

Di titik start, pembalap itu kemudian meluncur sekencang mungkin di lintasan curam.

Permainan tradisional Kadaplak kembali digelar di Kampung Batu loceng, Desa Sunten Jaya, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Kamis (21/11/2019). Setelah sebelumnya permainan tradisional ini mati suri.

Baca juga: Gasing Raksasa, Serunya Permainan Tradisional Masyarakat Munduk

Kadaplak merupakan permainan tradisional yang tergolong ekstrem. Bentuknya seperti mobil-mobilan tanpa mesin. Untuk kerangka hingga rodanya terbuat dari kayu atau bambu.

Bentuknya pun unik karena dibuat berdasarkan imajinasi pembuatnya.

Pegiat Kadaplak, Gunawan Azhari menjelaskan, berdasarkan sejarahnya, Kadaplak merupakan alat transportasi yang membantu petani untuk mengangkut hasil panen.

Panen yang dimaksud di Kampung Batu loceng sendiri saat itu adalah tembakau.

"Sesuai dengan sejarahnya dulu kadaplak dipakai di musim tertentu terutama di musim panen," kata Gunawan.

Sorenya, anak petani kerap menggunakan kadaplak sebagai hiburan permainan tradisional, dengan mengendarai kadaplak di lintasan curam. 

Kadaplak sudah ada sejak tahun 1930-an. Meski belum ditemukan bukti konkretnya, Gunawan menyimpulkan hal tersebut berdasarkan cerita sesepuh Kampung Batu Loceng.

"Di tahun 1930 an ini sudah ada dan lestari sampai 1990 an dan itu juga sudah makin berkurang," kata dia.

Di tahun 1990 - 2000an, permainan tradisional ini sempat vakum dimainkan oleh pemuda di kampungnya.

Hal tersebut dikarenakan transportasi lain berupa sepeda motor sudah sangat mudah didapatkan.

Belum lagi ditambah invasi game modern yang semakin mengikis permainan tradisional itu.

Guna mengenang masa lalu, pemuda Batu Loceng mencoba untuk membangkitkan kembali Kadaplak di era modernisasi dan digitalisasi ini.

Hal ini diawali pada tahun 2014, ada wacana pemuda desa untuk mengangkat kembali permainan tradisional kadplak

Saat itu masih ada perdebatan. Namun, para pemuda menggali untung rugi menghidupkan kembali permainan itu.

Peserta balap tengah mengangkat kadaplak untuk dibawa ke titik start yang beradi di dataran tinggi lintasan curam di kaki gunung Palasari, Kampung Batu Loceng, Desa Sunten Jaya, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Kamis (21/11/2019).KOMPAS.COM/AGIE PERMADI Peserta balap tengah mengangkat kadaplak untuk dibawa ke titik start yang beradi di dataran tinggi lintasan curam di kaki gunung Palasari, Kampung Batu Loceng, Desa Sunten Jaya, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Kamis (21/11/2019).
Awalnya, Gunawan dan pemuda kampung setempat mulai memainkan permainan ini sebagai hiburan semata untuk mengingat permainan di masa lalu.

Namun seiring waktu, dia melihat bahwa permainan tradisional ini memiliki banyak keuntungan bagi para pemuda di kampung tersebut.

"Terutama membentuk karakter. Karena permainan ini tuntutannya berupa kreatifitas, teamwork atau gotong royong, ada unsur seni dan olahraga jadi terbangun," ujar Gunawan.

Merakit Kadaplak

D bengkel Kadaplak, para pemuda desa mengumpulkan kayu dan bambu tak terpakai untuk dirakit menjadi Kadaplak, sesuai dengan imajinasi mereka.

Untuk kerangka badan Kadaplak itu menggunakan pohon kopi atau pun bambu. Sedangkan untuk rodanya nya menggunakan kayu kuray.

Pohon kopi atau pun bambu ini dipotong sesuai ukuran yang diinginkan, kemudian disambung dengan menggunakan tali ataupun dengan bantuan sekrup dan paku.

Peserta balap kadaplak tengah meluncur di lintas curam di kaki gunung Palasari, Kampung Batu Loceng, Desa Sunten Jaya, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Kamis (21/11/2019).KOMPAS.COM/AGIE PERMADI Peserta balap kadaplak tengah meluncur di lintas curam di kaki gunung Palasari, Kampung Batu Loceng, Desa Sunten Jaya, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Kamis (21/11/2019).

Untuk pelumas roda, pemuda setempat menggunakan daun sepatu yang telah ditumbuk.

Mereka menyebutnya sebagai oli alami. Meski begitu, ada sebagian dari mereka yang menggunakan oli untuk pelumas mesin

"Sekarang pake kayu kuray, karena ringan dan lebih alot seratnya. Karena ini permainan tebing dan tidak bermesin, jadi bobot memengaruhi. Kalau misal dari kayu besar dan besi mereka cenderung malas karena berat ketika diangkat. Sedang ini bobotnya sekira 5-10 kilo jadi lebih ringan," jelas Gunawan.

Untuk bentukan kadaplak berdasarkan kreatifitas dan imajinasi dari pembuatnya, Gunawan tak ingin membatasi kreatifitas pembuatnya.

Namun, jangan sampai merusak alam hanya karena ini membuat kadaplak. 

Menurut Gunawan, perbedaan permainan tradisional kadaplak dengan permainan modern ada pada cara bermainnya.

Permainan modern menuntut si pemain untuk menang dengan cara apapun. Namun, dalam permainan Kadaplak, pemain yang menang atau yang kalah tetap bergembira.

Ada insiden atau kecelakaan itu tidak masalah, malah itu jadi tantangan agar lebih baik lagi.

Keuntungan lainnya, permainan ini juga guna menyibukkan para pemuda setempat dengan kegiatan yang positif, sehingga terhindar dari kegiatan-kegiatan yang negatif.

Permainan Kadaplak ini juga ada di beberapa daerah, hanya saja penamaannya yang berbeda.

"Nama Kadaplak ini branding kami di Batu Loceng," kata Gunawan.

Nama Kadaplak diambil dari nama serangga jenis kupu-kupu lumpur, biasanya di sawah-sawah.

Dengan digelar kembali permainan tradisional Kadaplak di kampung ini, diharapkan dapat mengenalkan kembali permainan tradisional ini ke generasi saat ini yang tidak pernah merasakan permainan itu.

 

"Untuk nama kadaplak sendiri saya berharap nama  tradisional (sunda) si serangga juga terangkat kembali, seperti simet, papatong, engkang-engkang, dan nama serangga lainnya," kata Gunawan.

Lomba Kadaplak

Saat ini, Kadaplak kembali dikenal masyarakat. Bahkan pemuda setempat kerap menggelar perlombaan pada hari-hari besar, seperti saat Sumpah Pemuda, Hari Kemerdekaan, hingga acara khusus di musim panen.

Pembalap Kadaplak tengah meluncur dari lintasan curam di Kampung Batu loceng, Desa Sunten Jaya, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Kamis (21/11/2019). Kadaplak Permainan tradisional tergolong ekstrim yang kembali bangkit di era modernKOMPAS.COM/AGIE PERMADI Pembalap Kadaplak tengah meluncur dari lintasan curam di Kampung Batu loceng, Desa Sunten Jaya, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Kamis (21/11/2019). Kadaplak Permainan tradisional tergolong ekstrim yang kembali bangkit di era modern

Selain kategori kecepatan, menghias Kadaplak juga masuk dalam kategori lomba. 

Pegiat Kadaplak lainnya, Fajar Permana mengaku saat masih kecil, ia kerap menggunakan Kadaplak untuk mengangkut kayu dan rumput. Setelahnya ia menggunakannya untuk bermain.

Kini dengan kembali digelar dan bermain kadaplak ini berarti melestarikan permainan tradisional.

"Kalau bukan kita siapa lagi yang melestarikan kadaplak," kata dia.

Cara bermain

Cara bermain Kadaplak ini harus dilakukan di lintasan curam. Pengendara yang telah membawa kadaplaknya di lintasan tertinggi, tengah bersiap menggunakan helm dan sepatu.

Ada dua jenis Kadaplak yang dipakai saat itu, yakni Kadaplak yang dilengkapi stang bambu, dan yang tidak.

Bagi pembalap kadaplak berstang bambu, dia akan memegang stang untuk mengemudi dan sebagai penahan keseimbangan.

Baca juga: Permainan Tradisional Mheibes Meriahkan Ramadhan di Irak

Sementara yang tidak, tangannya akan memegang kerangka kadaplak di kiri kanannya.

Saat meluncur, kaki bertumpu pada kerangka roda depan, kaki tersebut berfungsi untuk mengendalikan arah kendaraan sekaligus menopang tubuh ketika meluncur di lintasan curam.

Ketika telah dinyatakan siap, pembalap pun meluncur dengan kecepatan tertentu, tergantung curam dan sulitnya lintasan tersebut.

Lintasan yang dilalui bukanlah aspal, melainkan tanah kering di kaki pegunungan Palasari.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com