Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rencana Pemekaran Wilayah Papua Selatan, Aspirasi Siapa?

Kompas.com - 01/11/2019, 09:19 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Pemekaran wilayah di Papua yang dicanangkan oleh Menteri Dalam Negeri disebut hanya akan memperpanjang konflik yang terjadi di Papua.

Tokoh pemuda Papua, George Saa, mengatakan pemekaran wilayah Papua Selatan yang diwacanakan Mendagri Tito Karnavian hanya akan memperpanjang konflik yang tengah terjadi di Papua.

George merujuk pada sejumlah konflik yang terjadi di Papua, di antaranya konflik bersenjata di Nduga hingga aksi-aksi menentang rasialisme yang terjadi di Papua dan Papua Barat, yang menurut data Yayasan Lembaga Hukum Indonesia, menelan korban setidaknya 37 jiwa.

Baca juga: Mahfud MD: Pemekaran Daerah di Papua Baik Secara Politik dan Ekonomi

Jika pemekaran terjadi, George mengkhawatirkan konflik ekonomi yang akan terjadi karena ia sangsi masyarakat asli Papua akan menikmati manfaat langsung dari pemekaran itu.

"(Jika) pemekaran wilayah masuk, pembangunan masuk, ini akan mengundang siapapun dengan segala bentuk kapital yang ada masuk (ke Papua) dan ujung-ujungnya orang Papua dengan tanah wilayahnya menjadi objek pembangunan," ujar George.

George, yang kini bermukim di Jayapura, mengatakan ketidakpuasan masyarakat bisa memicu protes-protes yang bisa berujung pada kekerasan.

Baca juga: Berkas Kasus Tri Susanti, Korlap Demo Asrama Mahasiswa Papua Dilimpahkan Ke Kejaksaan

Sejumlah masyarakat Papua khawatir pemekaran wilayah akan berujung pada konflik dengan pihak militer. Getty Images Sejumlah masyarakat Papua khawatir pemekaran wilayah akan berujung pada konflik dengan pihak militer.

Sementara itu, Diego Romario de Fretes, dosen Ilmu Pemerintahan di Universitas Cenderawasih mengatakan sejumlah masyarakat Papua khawatir pemekaran wilayah akan berujung pada konflik dengan pihak militer, sebagaimana terjadi di Nduga.

Ia mengatakan pendirian sebuah wilayah baru akan diikuti dengan pembangunan markas-markas militer juga kantor-kantor kepolisian dan itu meresahkan masyarakat, yang disebut Diego trauma dengan pelanggaran HAM.

"Menurut masyarakat yang saya temui, mereka takut, mereka ada di bayang-bayang militer," ujarnya.

Baca juga: Rencana Pemekaran Papua, Menteri Tito: Papua Selatan Sudah Oke...

Sebelumnya, Tito merencanakan pembentukan provinsi Papua Selatan yang terdiri dari Kabupaten Asmat, Mappi, Boven Digul, dan Merauke.

Kabupaten Merauke sendiri rencananya akan dipecah menjadi Kota Merauke dan Kabupaten Merauke.

Keitika ditanya lebih lanjut mengenai pertimbangan untuk menjadikan Papua Selatan sebagai provinsi, Direktur Jenderal Otonomi Daerah, Akmal Malik, menjawab singkat bahwa hal itu masih dalam kajian kementerian.

Baca juga: Rencana Pemekaran, Ini Kekhawatiran Ketua DPR Papua


Pemekaran, aspirasi siapa?

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerima sambutan dari warga Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua Barat, saat melakukan kunjungan, Minggu (27/10/2019). Kunjungan ini menjadi kunjungan kerja pertama Jokowi pascapelantikan dirinya sebagai presiden terpilih periode 2019-2014, 20 Oktober lalu.AFP/ISTANA KEPRESIDENAN INDONESI Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerima sambutan dari warga Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua Barat, saat melakukan kunjungan, Minggu (27/10/2019). Kunjungan ini menjadi kunjungan kerja pertama Jokowi pascapelantikan dirinya sebagai presiden terpilih periode 2019-2014, 20 Oktober lalu.
Sementara itu, tokoh pemuda Papua, George Saa juga mempertanyakan mengapa wacana pemekaran timbul di tengah konflik yang ada.

"Kenapa di tengah situasi di Papua yang sedang berkonflik di mana-mana?...Ini terkesannya yang mau didorong dan dipaksakan secara sepihak," ujar George.

Menurut George, ide pemekaran wilayah harusnya berasal dari masyarakat, melalui diskusi internal yang melibatkan warga Papua, para akademisi, Dewan Perwakilan Rakyat setempat hingga provinsi, hingga gubernur.

Alih-alih seperti itu, ia mengatakan ide pemekaran ini berasal dari ide 61 orang Papua yang diundang Presiden Joko Widodo ke Istana Negara pada September lalu.

Di sisi lain, menurut Saleh Sangadji, salah satu dari 61 orang yang diundang presiden itu, pemekaran wilayah Papua Selatan penting untuk mendekatkan masyarakat wilayah itu dengan birokrasi.

Baca juga: Rencana Pemekaran Tanah Papua yang Menguat...

Presiden Joko Widodo berjalan bersama anak-anak perwakilan siswa SD di Jayapura dan Asmat, Papua, di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (11/10/2019). Kedatangan anak-anak tersebut dalam rangka memenuhi undangan presiden, yang dulu berjanji mengajak mereka ke Istana Kepresidenan saat mengunjungi Jayapura dan Asmat.ANTARA FOTO/AKBAR NUGROHO GUMAY Presiden Joko Widodo berjalan bersama anak-anak perwakilan siswa SD di Jayapura dan Asmat, Papua, di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (11/10/2019). Kedatangan anak-anak tersebut dalam rangka memenuhi undangan presiden, yang dulu berjanji mengajak mereka ke Istana Kepresidenan saat mengunjungi Jayapura dan Asmat.

Saleh, warga Kabupaten Mappi, mengatakan saat ini perwakilan masyarakat Papua Selatan sangat minim di level pemerintahan, termasuk di tingkat provinsi di Jayapura.

Padahal, katanya terdapat perbedaan budaya antara masyarakat di Papua Selatan dengan mereka yang tinggal di utara.

"Kami orang Selatan hampir tidak ada orang di birokrasi. Jangankan birokrasinya, tukang sapu pun tidak ada," ujarnya.

Dengan pemekaran daerah, ia berharap sarjana-sarjana asli Papua Selatan dapat menduduki posisi-posisi di pemerintahan dan menekan angka pengangguran di wilayah itu.

Saleh menambahkan, ia yakin pemekaran wilayah akan membawa peningkatan ekonomi, juga kualitas pendidikan dan pelayanan kesehatan masyarakat.

Baca juga: Mahfud MD: Pendekatan Militer di Papua kalau Diperlukan, Misalnya Ada Separatisme...

 

Manajemen dana otsus

Presiden Joko Widodo bertemu dengan anak-anak sekolah dasar dari Papua. Pertemuan digelar dalam suasana santai di beranda belakang Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (11/9/2019). KOMPAS.com/Ihsanuddin Presiden Joko Widodo bertemu dengan anak-anak sekolah dasar dari Papua. Pertemuan digelar dalam suasana santai di beranda belakang Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (11/9/2019).
Diego Romario de Fretes, dosen ilmu pemerintahan di Universitas Cenderawasih, tidak sependapat dengan itu.

Ia mengatakan yang dibutuhkan bukan pemekaran wilayah, tapi manajemen dana otonomi khusus yang lebih baik agar kualitas perekonomian, pendidikan, hingga kesehatan di suatu wilayah dapat membaik.

"Saya lebih setuju kalau yang dibuat bukan pemekaran, tapi basis pendidikan di masing-masing daerah di Papua. Misalnya di Papua ada tujuh wilayah adat, kalau bisa di setiap wilayah adat dibangun universitas," kata Diego.

Baca juga: Rencana Pemekaran Provinsi Papua Selatan, Sri Mulyani Siap Atur Anggaran

"Itu lebih urgent dari pembagian wilayah administrasi yang sebenarnya tidak dirasakan (manfaatnya) oleh masyarakat."

Sementara itu, tokoh pemuda Papua George Saa menilai untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di Papua, pemerintah perlu menyelesaikan empat akar permasalahan di Papua, seperti yang disebut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, yakni terkait: sejarah dan status politik,
pelanggaran HAM dan kekerasan negara, kegagalan pembangunan; diskriminasi dan rasisme.

"Satu atau dua saja diselesaikan. Beliau (Presiden Jokowi) kan sudah dua periode menjabat," ujarnya.

Baca juga: Tantangan Digitalisasi Sekolah di Papua, Perhatikan Dua Faktor Ini


Siapkah jadi provinsi?

Presiden Joko Widodo bersama Ibu Negara Iriana Joko Widodo meninjau pasar khusus Mama Papua di Distrik Anggi, Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua Barat, Minggu (27/10). Kunjungan perdana presiden setelah pelantikan yang berlangsung sepekan lalu itu bertujuan untuk meninjau infrastruktur sekaligus menyampaikan rencana pembangunan di Papua Barat dan Papua dalam masa lima tahun mendatang. Antara/THOYIB Presiden Joko Widodo bersama Ibu Negara Iriana Joko Widodo meninjau pasar khusus Mama Papua di Distrik Anggi, Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua Barat, Minggu (27/10). Kunjungan perdana presiden setelah pelantikan yang berlangsung sepekan lalu itu bertujuan untuk meninjau infrastruktur sekaligus menyampaikan rencana pembangunan di Papua Barat dan Papua dalam masa lima tahun mendatang.
Sebelumnya, di tahun 2008, pemerintah melakukan pemekaran terhadap Kabupaten Nduga, yang dulunya adalah bagian dari Kabupaten Jayawijaya.

Namun, saat ini Nduga adalah wilayah termiskin di Papua.

Saleh mengatakan yakin bahwa apa yang terjadi di Nduga tidak akan terjadi di Papua Selatan.

Selain infrastruktur yang sudah lebih siap dibadingkan dengan Nduga, kata Saleh, Papua Selatan memiliki sumber-sumber perekonomian, seperti pertanian, perikanan, hingga tambang emas.

Baca juga: Usai Bertemu Tito, Mahfud Sebut KKB di Papua Sudah Teridentifikasi

Kementerian Dalam negeri masih mengkaji hal tersebut.

Direktur Jenderal Otonomi Daerah, Akmal Malik, mengatakan kementerian akan mengevaluasi pemekaran wilayah sebelumnya yang belum berhasil, seperti yang terjadi di Nduga, sebagai bahan pertimbangan melakukan pemekaran wilayah ke depannya.

"Yang dipelajari, daerah-daerah itu tidak (boleh) memiliki sengketa batas, harus memiliki kapasitas fiskal, memenuhi persyaratan jumlah daerah otonom yang sudah berdiri selama lima tahun, dan kapasitas sumber daya manusianya," ujarnya.

Baca juga: 13 Kali ke Papua Selama Jadi Presiden, Jokowi: Terjemahkan Sendiri Artinya Apa...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com