Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setahun Kecelakaan Lion Air JT610 di Perairan Karawang: Apapun Hasilnya Saya Terima...

Kompas.com - 28/10/2019, 06:26 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Komite Nasional Keselamatan Transportasi, KNKT, menyimpulkan sembilan faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan pesawat Lion Air JT610 pada 29 Oktober 2018 di perairan Karawang, Jabar.

Salah-satunya, demikian kesimpulan penyelidikan KNKT, adanya "asumsi terkait reaksi pilot yang dibuat pada proses desain dan sertifikasi pesawat Boeing 737-8 (MAX), meskipun sesuai referensi yang ada ternyata tidak tepat."

Hal itu diungkapkan Nurcahyo Utomo, Kasubkom penerbangan KNKT, dalam jumpa pers untuk menjelaskan penyebab kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 di kantor KNKT, Jakarta, Jumat (25/10/2019).

Baca juga: KNKT Terbitkan Laporan Lion Air JT610, Ungkap Penyebab Kecelakaan

Ditambahkan, akibat asumsi dan kurang lengkapnya kajian terkait efek-efek yang dapat terjadi di kokpit, "sensor tunggal yang diandalkan untuk MCAS dianggap cukup dan memeuhi ketentuan sertifikasi."

Temuan KNKT juga mengungkapkan, desain MCAS yang mengandalkan satu sensor rentan terhadap kesalahan.

MCAS atau Maneuvering Characteristics Augmentation System, memiliki fitur otomatis. Gunanya adalah memproteksi pesawat dari manuver yang berbahaya, seperti mengangkat hidung pesawat terlalu tinggi, sehingga mengakibatkan stall.

Baca juga: Bocoran Dokumen Ungkap Faktor-faktor Penyebab Kecelakaan Lion Air JT610

Tim KNKT melakukan penelitian atas salah-satu roda pesawat Lion Air JT 6-10, 3 November 2018 di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Ed Wray/Getty Images Tim KNKT melakukan penelitian atas salah-satu roda pesawat Lion Air JT 6-10, 3 November 2018 di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
"Pilot mengalami kesulitan melakukan respon yang tepat terhadap pergerakan MCAS yang tidak seharusnya, karena tidak ada petunjuk dalam buku panduan dan pelatihan," papar Nurcahyo.

Menurut KNKT, indikator AOA DISAGREE tidak tersedia di pesawat Boeing 737-8 (MAX) PK-LQP, "berakibat informasi ini tidak muncul pada saat penerbangan dengan penunjukan sudut AOA yang berbeda antara kiri dan kanan."

"Sehingga," lanjut KNKT, "perbedaan ini tidak dapat dicatatkan oleh pilot dan teknisi tidak dapat mengindentifikasi kerusakan AOA sensor."

Baca juga: KNKT Akan Umumkan Hasil Investigasi Lion Air JT610 pada Agustus 2019

Terungkap pula bahwa AOA sensor pengganti mengalami kesalahan kalibrasi yang "tidak terdeteksi pada saat perbaikan sebelumnya."

Dalam bagian lain kesimpulannya, KNKT menyimpulkan, investigasi ini tidak dapat menentukan pengujian AOA sensor setelah terpasang pada pesawat yang mengalami kecelakaan dilakukan dengan benar.

"Sehingga kesalahan kalibrasi tidak terdeteksi," ungkap Nurcahyo.

Lebih lanjut diungkapkan, informasi mengenai stick shaker dan penggunaan prosedur non-formal Runaway Stabilizer pada penerbangan sebelumnya tidak tercatat pada buku catatan penerbangan dan perawatan pesawat.

Baca juga: 5 Berita Populer: Jet Tempur TNI AU Paksa Turun Ethiopian Airline dan Black Box JT610 Ditemukan

Seorang petugas kepolisian berdiri di dekat barang-barang milik korban dan serpihan bangkai pesawat Lion Air JT 6-10 di Tanjung Priok, 3 November 2018. Dasril Roszandi/NurPhoto via Getty Images Seorang petugas kepolisian berdiri di dekat barang-barang milik korban dan serpihan bangkai pesawat Lion Air JT 6-10 di Tanjung Priok, 3 November 2018.
"Yang mengakibatkan baik pilot maupun teknisi tidak dapat mengambil tindakan yang tepat," ungkap KNKT.

Dijelaskan pula, beberapa peringatan, berulangkali aktifasi MCAS dan padatnya komunikasi dengan ATC tidak terkelola dengan efektif.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com