Hasil penjualan ubi dan pakis digunakan untuk makan sehari-hari mereka. Sementara suaminya kerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Pasangan suami istri ini tinggal bersam empat orang anaknya. Si sulung yang masih berusia 15 tahun terpaksa putus sekolah karena tidak ada biaya sejak dua tahun lalu.
Lena mengaku sudah empat hari diare, namun dia memilih tidak berobat karena tidak memiliki biaya dan BPJS kesehatan.
Sama seperti anak pertamanya yang berusia 15 tahun. Remaja yang putus sekolah sejak dua tahun lalu itu sakit-sakitan dan sering demam karena pernah terjatuh. Lena pun tidak membawanya ke dokter karena tidak memiliki biaya.
Baca juga: Hidup di Gubuk Tengah Kebun, Kakek Ini Dapat Bantuan dari Dompet Duafa
Yandi, anggota DPRD Kota Pontianak mengatakan sejak lama Pemkot Pontianak memiliki program yang mengatur bahwa tidak boleh ditemukan anak putus sekolah karena keterbatasan biaya.
Ia mengatakan dalam kebijakan tersebut diterangkan bahwa jika masih ditemukan keluarga miskin dan anak putus sekolah, maka lurah setempat akan dicopot dari jabatannya.
"Kejadian ini jadi kado buruk bagi Kota Pontianak yang akan merayakan ulang tahunnya ke-248 tahun," ujarnya.
Ia mengatakan adanya satu keluarga yang tinggal di gubuk berdinding seng bekas kandang ayam menunjukkan buruknya komunikasi dan koordinasi aparatur pemerintah di Kota Pontianak.
"Mengenai persoalan ini, semoga bisa cepat dicarikan solusi," kata Yandi.
Baca juga: Kado HUT ke-248 Kota Pontianak: Krisis Air Bersih dan Kualitas Udara Buruk
SUMBER: KOMPAS.com (Hendra Cipta)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.