Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Orangutan Korban Karhutla: Hindari Api, Pilih Dekati Pemukiman Warga untuk Cari Makan

Kompas.com - 30/09/2019, 19:50 WIB
Hendra Cipta,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

KETAPANG, KOMPAS.com - Satu individu orangutan yang menjadi korban kebakaran hutan dan lahan (karhutla) kembali diselamatkan tim dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat bersama IAR Indonesia.

Orangutan yang diberi nama Junai, berjenis kelamin jantan dan diperkirakan berusia lebih dari 20 tahun ini ditemukan di Desa Tanjungpura, Kecamatan Muara Pawan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, Sabtu (28/9/2019).

Argitoe Ranting, Manager Lapangan IAR Indonesia mengatakan, kebakaran habitat adalah salah satu ancaman terbesar bagi kehidupan orangutan.

Orangutan yang kehilangan habitat membuatnya sukar mencari makan, sehingga mereka sering kali masuk di areal kebun atau pemukiman masyarakat dan akibatnya akan menjadi konflik antara manusia dan orangutan.

"Kerja sama dari masyarakat untuk melaporkan keberadaan orangutan sangat penting untuk proses penyelamatannya," kata Argitoe, Senin (30/9/2019).

Baca juga: Pembalakan Liar dan Api Kebakaran Hutan Ditemukan di Pusat Rehabilitasi Orangutan

Argitoe menerangkan, kegiatan penyelamatan orangutan di Tanjung Pura ini berawal dari laporan masyarakat kepada Tim Mitra di Desa Tanjungpura. Menindaklanjuti laporan ini, tim Orangutan Protection Unit (OPU) IAR Indonesia melakukan verifikasi pada hari Selasa (24/9).

Orangutan jantan dewasa berada di sepetak hutan yang telah terfragmentasi karena sebagian sudah terbakar.

Karena dari hasil pengamatan Tim OPU serta analisis vegetasi dan pemetaan melalui drone yang dilakukan, dinyatakan bahwa orangutan ini tidak bisa digiring kembali ke habitatnya karena hutan yang ada sudah terfragmentasi akibat kebakaran sehingga ditranslokasi terpaksa dilakukan sebagai satu-satunya jalan untuk menyelamatkannya.

Menurut dia, ketika diselamatkan, Junai ditemukan sedang berada di salah satu pohon tinggi dan dia tidak bisa berpindah ke pohon lain. Karena orangutan ini merupakan orangutan liar, maka tim penyelamat menggunakan senapan bius untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Proses pembiusan berjalan lancar. Pada saat dilakukan pemeriksaan medis, diketahui bahwa mata kanan orangutan ini mengalami kebutaan. Saat ini Junai sudah berada di dalam penanganan tim medis IAR Indonesia.

"Mereka melakukan perawatan dan pengobatan yang diperlukan dan akan memastikan kondisi kesehatannya sudah pulih total sebelum orangutan ini dilepas kembali ke alam," jelasnya.

Baca juga: Taman Nasional Gunung Palung Jadi Rumah Baru Bagi 3 Orangutan Korban Karhutla

Bentuk tim khusus

Dalam kurun waktu kurang dari dua minggu IAR Indonesia dan BKSDA Kalbar sudah menyelamatkan empat individu orangután karena rumahnya musnah terbakar. Banyaknya orangutan yang perlu diselamatkan dalam watu sesingkat ini menjadi bukti bahwa gelombang besar penyelamatan orangután seperti pada kasus kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2015 sangat mungkin terulang kembali.

Yayasan IAR Indonesia telah bekerjasama dengan BKSDA selama lebih dari 6 tahun dan membentuk tim Orangutan Protection Unit (OPU) yang bekerjasama dengan Tim Mitra Desa yang beranggotakan masyarakat desa di beberapa desa di Ketapang dan Kayong Utara di mana konflik manusia-orangutan sering terjadi.

Saat ini IAR sudah mempunyai belasan orang tim mitra di 5 desa. Salah satu desa yang mempunyai tim mitra konflik orangutan adalah Desa Tanjung Pura, Ketapang.

Argitoe menerangkan, Tim OPU dan Tim Mitra dibekali dengan kemampuan untuk melakukan mitigasi konflik orangutan dan punya pengalaman untuk mengusi atau mengiring orangutan yang berada di kebun masyarakat atau di lokasi konflik kembali ke habitatnya.

Baca juga: Penembak Orangutan Hope Hanya Dihukum Wajib Azan, Ini Penjelasan BKSDA

“Kami mempunyai tim mitra desa yang memang berasal dan bekerja di desa-desa dengan tingkat konflik manusia-orangutan yang tinggi” ujarnya.

Dia melanjutkan, dengan kemitraan seperti ini, orangutan masih bisa diselamatkan, dan tidak diapa-apakan oleh para masyarakat. Tetapi karena hutan di sekitar kebun sudah terbakar, jadi tidak ada alternatif lain, dan orangutan ini harus ditangkap dan ditranslokasikan ke hutan yang aman.

Jika kondisi lahan tidak memungkinkan untuk melakukan tindakan mitigasi, tim penyelamat orangután harus diterjunkan untuk melakukan proses evakuasi dan translokasi.

Kebijakan komprehensif

Kepala BKSDA Kalimantan Barat, Sadtata Noor mengatakan, penyelesaian konflik satwa dan manusia memerlukan kebijakan dan langkah yang lebih bersifat komprehensif dan berjangka panjang.

Penyelamatan dalam bentuk rescue atau pun relokasi tidak menjawab kebutuhan jangka panjang penyelamatan satwa liar.

"Untuk itu, pemerintah bersama para mitra dan masyarakat harus lebih berani berdialog merumuskan langkah nyata di lapangan yang mampu menjawab permaslaahan konflik satwa dan manusia," ucapnya.

Direktur Program IAR Indonesia, Karmele L. Sanchez menambahkan, mereka sangat membutuhkan kolaborasi dan kerja sama dari masyarakat untuk memastikan bahwa orangutan yang masuk di kebun atau di areal manusia, tidak diganggu, tidak disakiti dan tidak diburuh.

Menurut dia, bukan hanya karena ada undang-undangnya, tetapi karena kita juga harus memahami bahwa orangutan sedang mengalami ancaman yang cukup besar, dan habitatnya semakin berkurang.

"Kami sangat apresiasi kerjasama dari Tim Mitra serta masyarakat setempat yang segera melaporkan keberadaan orangutan ini," tutupnya.

Baca juga: Kisah Bara dan Arang, Orangutan di Atas Pohon di Lahan Terbakar

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com