Sementara bagi pedagang diberi tempat yang bersekat-sekat untuk menjaga kebersihan di setiap dapur-dapur mereka. Ada puluhan pedagang yang berjualan termasuk warteg-warteg.
"Lebih bersih aja sekarang daripada yang dulu itu jauh. Kemudian sudah enggak panas lagi ditambah ada budaya bebersih (habis makan beresin piring sendiri)," ucapnya.
Demi kenyamanan dan kemanan pengguna kantin, jam buka tutup pun diberlakukan, mulai dari pagi sampai ba'da isya. Untuk weekend tutup lebih cepat.
"Dikelola rektorat langsung sehingga bersih. Terus juga diatur semuanya buka tutup jamnya jadi enggak sebebas dulu," ujarnya.
Salah satu penjual mi ayam, Sagi Nugroho (42) mengatakan, terdapat banyak perubahan di Kansas.
Seperti interior gedung serta cat berwarna putih dihiasi ornamen yang membuat suasana lebih hidup.
"Saya dari tahun 2000 an (jualan), dari mulai Kansas sekarang jadi kantin budaya, karena dulu namanya fakultas sastra dan sekarang fakultas budaya. Waktu itu masih ikut orang jualan soto, terus tahun 2008 mulai usaha sendiri jual mi ayam. Jadi selama itu terus mengalami perubahan," ungkapnya.
Menurut Nugoroho, dari segi pelayanan, semua pedagang sudah diwajibkan memakai celemek dan sarung tangan.
Baca juga: Kisah Kantin Mem di USU, Murah Meriah dan Tempat Makan Sebelum Demo
Setiap pedagang juga tidak diperbolehkan membawa perabot dapur dari rumah. Hal itu dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas makanan.
"Kami (pedagang) hanya disediakan fasilitas seperti piring dan sendok oleh fakultas. Mungkin sekarang biar rapi jadi kita juga hanya membawa kulkas dan kompor saja ke sini karena piring dan gelas udah disediakan," ucap Nugoroho.
"Jadi warungnya dipetak-petak dan dapurnya ikut misah dengan pedagang lain jadi penyajian makanannya lebih higienis," sambungnya.