Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Mbah Wardi yang Tunanetra, Jatuh ke Sungai hingga Tinggal di Pos Ronda

Kompas.com - 04/09/2019, 11:23 WIB
Sukoco,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi

Mbah Wardi bertabrakan dengan sesama tunanetra. Di desanya ada warga bernama Timan yang juga mengalami nasib yang sama.

“ Ya sama-sama tidak melihat, pernah bertabarakan saat di jalan. Saya tanya, kowe sopo? Dia jawab, Bang Timan, yowis podo podo ora ketok,” ujar Mbah Wardi sambil terkekeh.

Baca juga: Kisah Anggota DPRD Jabar Berusia 22 Tahun, Modal Patungan hingga Stigma Partai Orang Tua

Bisa membedakan kualitas sepeda

Meski tak bisa melihat, Mbah Wardi paham betul kondisi barang rongsokan seperti sepeda onthel dan peralatan elektronik seperti tape recorder atau kipas angin yang dia jual.

Untuk mengenali kualitas sepeda yang dibelinya, Mbah Wardi meraba satu-satu bagian sepeda yang akan dibeli.

”Kalau catnya halus, biasanya masih asli, kalau agak kasar, artinya pernah dicat ulang. Tahu kondisi barang ya dipegang satu-satu,” ujar Mbah Wardi.

Meski demikian, Mbah Wardi kesulitan mengenal uang yang biasa digunaan untuk melakukan transaksi jual beli. Dia meminta tolong kepada orang di sekitarnya untuk melihat nilai rupiah uang kertas yang dimilikinya.

Meski tak pernah kena tipu soal pembayaran barang yang dibelinya, namun sering kali pembeli berutang dan lupa membayar.

“Paling bilangnya besok dibayar, kalau sampai 4 kali saya datang tidak dibayar, biasanya saya ikhlaskan saja,” kata Mbah Wardi.

Mbah Wardi mengaku hasil kerjanya hanya cukup untuk kebutuhan makan.

Itupun, kadang dia tidak punya uang untuk makan.

Kebanyakan warga memilih menukar barang yang dimiliki dengan sepeda atau tape atau kipas angin.

Kakek yang masih terlihat sehat di usia 70 tahun tersebut mengaku pernah 3 kali menikah. Kemiskinan membuat Mbah Wardi bekerja terlalu keras untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Dari menjadi buruh tani mengangkut padi hasil panen hingga menjadi kuli pencari pasir yang harus menyelam ke dasar sungai untuk mengeruk pasir harus dijalaninya.

Pada 1982 kedua matanya selalu berair dan terasa gatal serta panas. Meski sempat mendapat perawatan hingga ke rumah sakit umum di Yogyakarta, namun perlahan pandangan Mbah Wardi terasa kabur hingga mengalami kebutaan total.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com