“Kata dokter, urat mata ini sudah tidak karuan karena pengaruh kerja keras. Namanya kuli yang manggul sekuatnya,” ucap Mbah Wardi.
Mbah Wardi kemudian menikah lagi dengan perempuan bernama Sami hingga memiliki 1 orang anak. Namun, istrinya meninggal seminggu setelah melahirkan anak pertamanya.
Hidup miskin membuat Wardi mentipkan anaknya agar dirawat oleh adiknya. Dia memilih tinggal di masjid desa sambil terus bekerja mencari pasir.
Sayangnya, pasir yang dikumpulkan tak laku dijual. Mbah Wardi mengikhlaskan puluhan pikap pasirnya dipergunakan untuk membangun jalan desa.
Mbah Wardi mengaku sempat memiliki gubuk yang didirikan di tanah warga yang merelakan tempat untuk ditinggali. Sayangnya, karena sudah terlalu tua, gubuk dari bambu tersebut roboh karena tak pernah diperbaiki.
Sejak saat itu, Mbah Wardi hanya bisa berteduh dari pos ronda ke pos ronda lainnya untuk beristirahat.
Dibuatkan rumah sederhana oleh Kapolres
Namun, saat ini Mbah Wardi menunggu penyelesaian pembuatan rumah bantuan dari Kepolisian Resor Ngawi.
Di sebuah lahan milik Harmanto yang mengikhlaskan lahannya dibangun rumah untuk Mbah Wardi, Polres Ngawi membangun rumah semi permanen dengan luas 4 X 6 meter yang bisa ditempati Mbah Wardi untuk beristirahat.
Kapolres Ngawi AKBP Pranatal Hutajulu mengatakan, pembangunan rumah sederhana untuk untuk meringankan beban Mbah Wardi yang selama ini terpaksa tinggal di pos ronda.
"Mbah Wardi ini mengalami kebutaan dan harus kerja keras, kami tergerak untuk meringankan beban Mbah Wardi membangunkan rumah yang layak,” ujar Pranatal.
UPDATE: Kompas.com menggalang dana untuk Pak Wardi. Sumbangkan sedikit rezeki Anda untuk membantu pemeriksaan kesehatan dan hidup lebih baik. Klik di sini untuk donasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.