PONTIANAK, KOMPAS.com - Peredaran kratom (Mitragyna speciosa) atau dikenal juga nama daun purik, diwacanakan dilarang pemerintah melalui Badan Narkotika Nasional (BNN).
Kondisi ini tentunya berdampak kepada para petani di daerah.
Sumantri misalnya. Pria berusia 32 tahun, yang merupakan petani kratom asal Desa Nanga Sambus, Kecamatan Putussibau Utara, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, ini mengaku, sejak beredarnya kabar tersebut, harga kratom jenis remahan turun drastis.
Dari semula Rp 32.000 per kg menjadi Rp 25.000 per kg.
“Harganya merosot sampai lebih dari Rp 7.000 per kg. Padahal jarang sampai serendah ini,” kata pria yang akrab disapa Coy, kepada Kompas.com, Selasa (3/9/2019).
Baca juga: Mengenal Kratom, Daun Ajaib Asal Kalimantan yang Banyak Diekspor ke Amerika
Desa Sambus, kampung halaman Coy, merupakan daerah penghasil kratom terbesar di Kapuas Hulu. Dari 278 kepala keluarga atau sekitar 800 jiwa, 90 persen di antaranya merupakan petani kratom.
Paling tidak, warga Sambus menanam kratom di pekarangan rumahnya atau menjadi pekerja membantu kerabat memanen daun kratom.
"Kami mulai aktif menanam kratom setelah harga karet anjlok," terang dia.
Coy mengaku, dia menanam kratom baru sejak awal tahun 2018 di lahan seluas 2 hektare. Jumlah batang kratom yang ia tanam sebanyak 2.000 batang.
Namun karena masa tanam relatif cepat, Coy sudah dapat menikmati hasilnya.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan