Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilema Petani Kratom: Mengangkat Perekonomian dan Wacana Larangan Pemerintah

Kompas.com - 04/09/2019, 05:21 WIB
Hendra Cipta,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

PONTIANAK, KOMPAS.com - Peredaran kratom (Mitragyna speciosa) atau dikenal juga nama daun purik, diwacanakan dilarang pemerintah melalui Badan Narkotika Nasional (BNN).

Kondisi ini tentunya berdampak kepada para petani di daerah.

Sumantri misalnya. Pria berusia 32 tahun, yang merupakan petani kratom asal Desa Nanga Sambus, Kecamatan Putussibau Utara, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, ini mengaku, sejak beredarnya kabar tersebut, harga kratom jenis remahan turun drastis.

Dari semula Rp 32.000 per kg menjadi Rp 25.000 per kg.

“Harganya merosot sampai lebih dari Rp 7.000 per kg. Padahal jarang sampai serendah ini,” kata pria yang akrab disapa Coy, kepada Kompas.com, Selasa (3/9/2019).

Baca juga: Mengenal Kratom, Daun Ajaib Asal Kalimantan yang Banyak Diekspor ke Amerika

Desa Sambus, kampung halaman Coy, merupakan daerah penghasil kratom terbesar di Kapuas Hulu. Dari 278 kepala keluarga atau sekitar 800 jiwa, 90 persen di antaranya merupakan petani kratom.

Paling tidak, warga Sambus menanam kratom di pekarangan rumahnya atau menjadi pekerja membantu kerabat memanen daun kratom.

"Kami mulai aktif menanam kratom setelah harga karet anjlok," terang dia.

Coy mengaku, dia menanam kratom baru sejak awal tahun 2018 di lahan seluas 2 hektare. Jumlah batang kratom yang ia tanam sebanyak 2.000 batang.

Namun karena masa tanam relatif cepat, Coy sudah dapat menikmati hasilnya.

Sebagaimana diketahui, masa tanam kratom dari bibit ke siap panen hanya sekitar 6 sampai 9 bulan. Sementara siklus panennya setiap 30 sampai 40 hari.

Untuk kualitas pertumbuhan, kratom sendiri tidak memerlukan perawatan luar biasa. Cukup dengan memberikan pupuk organik dan rutin merapikan rumput.

Selebihnya dibiarkan begitu saja. "(Kratom) jelas lebih cepat menghasilkan dibanding karet. Jika tak ada halangan, 6 bulan setelah ditanam sudah bisa panen," terang dia.

Menurut dia, sejak beralih ke kratom, perekonomian warga Sanbus perlahan mengalami peningkatan. Bagi petani yang sudah cukup lama, bisa menghasil uang puluhan juta rupiah dalam setiap satu kali panen.

"Soal ada kekhawatiran dilarang, memang kerap membayangi. Tapi permintaan selalu ada. Hanya memang biasanya harga turun," tutur dia.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com