Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Siswa Kelas Jauh, Tak Pernah Rasakan Upacara hingga Merasa Terasing

Kompas.com - 21/08/2019, 17:00 WIB
Ari Maulana Karang,
Khairina

Tim Redaksi

GARUT, KOMPAS.com – Siswa kelas jauh SMPN 1 Talegong di Desa Sukamaju Garut, sejak pertama didirikan tahun 2005 lalu tidak memiliki kesempatan yang sama seperti siswa sekolah lainnya, atau siswa di sekolah induknya yaitu SMPN 1 Talegong.

Sebab, selamanya mereka harus bersekolah siang, setelah para siswa sekolah tempatnya menumpang pulang.

Setiap hari, para siswa kelas jauh memulai sekolah pukul 12.30 WIB dan pulang paling lambat pukul 17.00 sore. Kondisi ini, membuat para siswa memiliki waktu terbatas.

Baca juga: Viral, Siswa SMP Kelas Jauh Menangis Minta Bangunan Sekolah

 

Bahkan, karena sekolah mulai di siang hari, tidak ada upacara penaikan bendera seperti yang biasa dilakukan di sekolah-sekolah lain pada hari Senin pagi.

“Anak saya selama sekolah tidak pernah merasakan upacara, karena sekolahnya siang,” jelas salah satu orangtua siswa yang juga guru PNS di SDN 1 Sukamaju.

Ibu guru tersebut mengungkapkan, sekolahnya memang baru ditempati para siswa kelas jauh belum genap dua bulan.

Para siswa kelas jauh terpaksa pindah ruang belajar setelah SDN 3 Sukamaju, sekolah tempat kelas jauh menumpang sejak didirikan direhab.

“Sebenarnya enak juga sih ada anak-anak kelas jauh, kita mah menekankan harus merasa memiliki, seperti sekolah sendiri, jadi bisa menjaga fasilitas sekolah, makanya kadang kita datang pagi, ruangan sudah bersih dipel oleh anak-anak kelas jauh,” katanya.

Esty Yulianty, siswa kelas IX kelas jauh SMPN 1 Talegong yang jadi juru bicara dalam video curahan hati para siswa yang viral mengakui, anak-anak kelas jauh jarang melaksanakan upacara penaikan bendera seperti sekolah lain yang biasa dilakukan di hari Senin pagi.

Karena jarang upacara, para siswa yang saat di sekolah dasar menjadi petugas upacara, tidak bisa menyalurkan kemampuannya seperti menjadi Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra) atau menjadi pembaca naskah UUD 45 atau naskah Pancasila.

“Pancasila masih hafal, kan di SMP juga masih belajar, jadi tidak lupa biar jarang upacara juga,” katanya.

Esty mengaku, karena menjadi siswa kelas jauh, sering ada rasa minder juga saat dirinya harus berkumpul dengan siswa-siswa SMPN 1 Talegong di sekolah induk mereka. Esty mengaku sering merasa asing di sekolah induknya sendiri.

“Tetap saja sering merasa asing, kan jarang-jarang ke sekolah induk,” katanya.

Selain merasa asing ke sekolah induk, para siswa, menurut Esty, juga sudah merasa malu ke sekolah yang ditumpanginya.

Karena, bagaimanapun status mereka menumpang, hingga merasa tidak bebas saat bersekolah.

Titin, Imas dan Neneng, guru-guru kelas jauh SMPN 1 Talegong mengakui, karena masuk siang, seringnya siswa tidak melaksanakan upacara penaikan bendera. Jika pun dilakukan, biasanya pada hari Sabtu. Sementara, untuk kegiatan ekstrakurikuler, seperti pramuka dilakukan usai jam sekolah dengan waktu yang singkat.

“Kalau Pramuka setelah pulang sekolah, singkat aja, karena waktunya tidak banyak,” kata mereka.

Baca juga: Ada Aksi Ribuan Massa, Sekolah di Timika Terpaksa Diliburkan

Tidak banyak kegiatan ekstrakurikuler bisa dilaksanakan di kelas jauh mengingat waktu belajar yang singkat. Makanya, hanya ada beberapa ekstrakurikuler yang bisa dilaksanakan seperti olahraga voli misalnya.

Namun, kegiatan ekstrakurikuler voli, biasanya dilakukan di pagi hari dan tempatnya bukan di lingkungan sekolah namun di lapangan desa.

Soal hubungan dengan sekolah induk, menurut Imas jarang-jarang para siswa bisa datang ke sekolah induknya.

Biasanya, para siswa ke sekolah induk saat ikut melaksanakan Ujian Nasional (UN). Sementara, UTS hingga UAS tetap dilaksanakan di kelas jauh.

“Guru-guru juga jarang ke sekolah induk, karena ongkosnya mahal, sekali naik ojek Rp 40 ribu, sekarang mah jalan sudah bagus biasanya kepala sekolah induk yang datang (ke kelas jauh),” jelas Imas.

Guru-guru yang mengajar di kelas jauh sendiri, tidak banyak yang berasal dari sekolah induk. Kebanyakan guru, menurut Imas, adalah perbantuan dari sekolah dasar yang ada di SDN Sukamaju yang hanya ada tiga sekolah.

Ada juga guru-guru yang memang hanya mengajar di kelas jauh seperti dirinya yang pada pagi hari mengajar di taman kanak-kanak.

“Ada koordinator Pak Tono biasanya yang berhubungan sama sekolah induk,” jelas Imas.

Imas, Titin maupun Neneng mengakui, apa yang dirasakan para siswa, sebenarnya juga dirasakan oleh para guru, terutama soal rasa malu kepada sekolah yang ditumpangi.

Karenanya, mereka sangat berharap pemerintah bisa membangunkan unit sekolah baru bagi para siswa kelas jauh. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com