Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pilu Depi, Bocah 9 Tahun, Tegar Menemani Ayah yang Lumpuh

Kompas.com - 28/07/2019, 08:24 WIB
Dani Julius Zebua,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

Pekerjaan menyadap nira berisiko jatuh dari pohon. Dan Sakijo mengalami hal ini, bahkan sampai dua kali.

Ia jatuh dari ketinggian 8 meter untuk pertama kali pada 2017, pingsan lantas masuk rumah sakit. Ia kembali memanjat usai sembuh. 

Setelah hidupnya sempat diwarnai stroke ringan, Sakijo kembali jatuh pada pertengahan Agustus 2018. Tragedi itu sangat fatal bagi dirinya.

Ia jatuh dari ketinggian 8 meter karena salah memegang pelepah pohon kelapa. Ia jatuh namun tidak pingsa. Ia sadar ketika itu bahwa dirinya tidak lagi bisa merasakan kedua tungkai kakinya.

Terpaksa ia berobat di rumah sakit. Namun, harapannya untuk bisa berjalan juga pupus setelah keluar masuk rumah sakit dan pengobatan alternatif yang tidak juga menunjukkan hasil.

Baca juga: Tradisi Sunatan Manggar Kampung Penyadap Nira di Lereng Merapi

Kedekatan dengan Depi, sejatinya tercipta sejak Sonah, istrinya, meninggal dunia pada tahun 2012. Depi berumur 3 tahun ketika Sonah divonis terserang kanker paru-paru.

Depi semakin lekat dengan Sakijo. Bahkan sehari-hari, ia ikut menemani Sakijo bekerja. Bila Sakijo naik pohon kelapa, Depi menunggunya di bawah. 

Kedekatan itu yang membuat Depi cukup sabar menemani Sakijo dalam keterbatasan. Depi sendiri mengaku tidak keberatan apapun disuruh ayahnya, mulai dari memasak air, membikin teh, ikut mencuci piring dan gelas.

Depi sendiri bercerita khas anak-anak, yakni singkat, kadang malu-malu. Sesekali, ia menutup mukanya dengan bantal dan bersembunyi di balik gorden.

Pingin jadi dokter. Pingin bapak cepat mari (ingin jadi dokter. Ingin ayahnya cepat sembuh),” kata Depi. 

Kaki Depi penuh debu karena tanpa alas kaki, Sabtu siang itu. Ia sebenarnya habis bermain sepanjang pagi sampai siang di rumah tetangga.

Ia langsung naik dipan tempat tidur Sakijo dan duduk di samping ayahnya itu. 

Sesaat ketika berada di rumah, Depi sempat mematikan televisi tabung ukuran kecil dan menyapu lantai rumah yang terbangun dari semen kasar, sebelum kembali keluar bermain di halaman rumah tetangga, yang juga kerabatnya. 

“Dia mau apa pun yang saya suruh. Anaknya baik dan mau apa saja," kata Sakijo.

Saudara tetangga terdekat

Rumah Sakijo berada di sebuah jalan semen yang sudah sangat rusak. Perlu waktu 15-20 menit jalan kaki melintasinya. 

Rumah Sakijo tidak sendirian karena diapit dua rumah lain di kanan kirinya. Pekarangan ketiga rumah itu terlihat lapang, dengan kebun kelapa yang tumbuh subur di sekelilingnya. 

Kamar mandi terpisah di seberang rumah. Tak jauh dari sana, ada kandang kambing. Suara mengembik kambing-kambing itu terdengar cukup nyaring. 

“Kami semua satu keluarga kakak dan adik. Sakijo kakak dan kami adik-adiknya. Rumah bersebelahan saja,” kata Jasman (50), adik kandung dari Sakijo. 

Karena rumah mereka berdekatan itulah, Jasman dan dua saudaranya yang lain bisa memberi perhatian pada Sakijo.

Mereka menggilir memberi perhatian, mulai dari mengantar Depi sekolah, mengangkat kursi ke depan rumah agar Sakijo bisa merambat lantas mandi di sana. 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com