"Untuk bisa beli beras, pakaian dan bayar uang sekolah anak-anak, saya harus cari kerja di orang yang upahnya per hari. Kalau tidak ada itu, kami makan ubi dari kebun. Uang sekolah anak-anak juga sering terlambat bayar," tutur Maria sambil mengusap air matanya.
Selain itu, di gubuknya belum teraliri listrik PLN. Hal itu disebabkan tidak ada dana untuk membeli meteran.
"Rumah saja kita tidak bisa perbaiki. Apalagi mau beli meteran," tutur Maria.
Ia mengatakan, untuk penerangan malam, di rumah itu masih mengandalkan lampu pelita. Hal itu membuat ia kasihan dengan anak-anaknya belajar tanpa penerangan yang memadai.
Kadang kalau tidak ada lampu, kami andalkan nyala api saja untuk terang saat makan malam. Anak-anak jadinya tidak bisa belajar," keluh Maria.
Sementara itu, anak sulung Mama Maria yang bernama Maria Lanti mengaku tetap rajin belajar meski harus mengandalkan penerangan lampu pelita.
"Kemarin saya juara 1 kelas dan juara 1 umum di sekolah. Saya harus rajin belajar dan terus sekolah untuk bahagiakan mama," tutur Maria.
Baca juga: Kisah Pilu Nenek Amur, Sebatang Kara di Gubuk Reyot, Teriak-teriak Saat Lapar...
Ia mengaku, kondisi rumah dan ekonomi keluarganya yang serba terbatas tidak jadi penghalang dirinya untuk sukses di kemudian hari.
"Saya cita-cita jadi guru. Dan mimpi saya nanti harus diwujudkan. Saya mau sekolah terus," ungkap Maria.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.