Salin Artikel

"Kami Ini Orang Kampung dan Miskin, Tak Pernah Terbayang Anak Saya Dapat Beasiswa..."

MAUMERE, KOMPAS.com -  Tangisan haru Maria Da Silva (34) pecah saat Kompas.commenyambangi gubuknya yang sudah reyot pada Kamis (25/7/2019). 

Didampingi anak sulungnya, Maria Lanti, dia mengucapkan terima kasih kepada Kompas.com yang rela turun ke Dusun Kloang Aur, Desa Watu Diran untuk meliput kondisi masyarakat di wilayah itu.

"Tanpa adik turun melihat kami di sini, orang-orang di luar pasti tidak mengetahui kondisi kami di pedalaman ini. Sekali lagi terima kasih," ucapnya di tengah tangisnya. 

Kedatangan Kompas.com sendiri untuk menyerahkan titipan bingkisan dari PT Telkom, sebagai kelanjutan dari beasiswa yang diterima Maria Lanti di kantor Royale Golf Jakarta, dalam rangka hari ulang tahun (HUT) PT Telkom ke 52, Sabtu (20/7/2019).

"Saya tidak pernah bayangkan anak saya diundang ke Jakarta untuk terima beasiswa. Kami ini orang kampung dan miskin. Terima kasih adik sudah peduli dengan kami. Karena adik anak saya bisa terima beasiswa dari Jakarta," tutur Maria. 

Menurut dia, uang beasiswa dari Telkom langsung digunakannya untuk melunasi tunggakan sekolah Maria Lanti dan adik-adiknya. 

"Saya bahagia sekali sekarang. Akhirnya anak saya bisa sekolah aman tanpa beban tidak bisa bayar uang sekolah. Selama ini mereka selalu tunggak bayar uang sekolah. Mereka selalu mengeluh malu. Terima kasih kepada PT Telkom Indonesia yang sudah bantu anak saya," kata Maria.

Maria Lant, sang anak sulung, merupakan salah seorang siswi prestasi di SMPN 3 Waigete, Desa Watu Diran, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka, Flores, NTT.

Dia mengaku bangga dan bahagia bisa diundang ke Jakarta untuk menerima beasiswa. 

"Jujur pak, pergi ke Jakarta kemarin itu, bagi saya itu sangat luar biasa. Selama ini, saya anak kampung dari keluarga miskin tidak pernah membayangkan bisa ke Jakarta. Di Jakarta juga kami bisa jalan-jalan ke tempat-tempat sejarah Indonesia. Tentu ini kesempatan emas bagi kami anak dari kampung," ungkap siswa yang biasa disapa Lanti itu.

Ditinggal suami, jadi buruh lepas

Diberitakan sebelumnya, Maria Da Silva (34), seorang ibu di Dusun Kloang Aur, Desa Watu Diran, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka, Flores, NTT tinggal di gubuk reyot bersama kedua anaknya tanpa suami.

Suaminya, Fransiskus Borgias pergi merantau di Kalimantan sejak 6 tahun silam. Sejak kepergiannya sampai hari ini, Fransiskus hilang tanpa kabar. Ia tak pernah lagi mengirim uang kepada keluarganya.

Sejak saat itu, Mama Maria menafkahi kedua anaknya seorang diri. Ia menjadi tulang punggung keluarganya. 

"Suami saya pergi merantau 6 tahun yang lalu. Tetapi tidak pernah kirim uang untuk kami. Untuk kasih kabar melalui telepon pun tidak. Dulu dia jalan supaya bisa perbaiki rumah dan ekomomi keluarga," ungkap Maria sambil menangis kepada Kompas.com di gubuknya, Selasa (9/7/2019).

Ia menuturkan, sejak kepergian sang suami, dirinya harus membanting tulang untuk menafkahi dan membayar uang sekolah kedua anaknya. 

"Untuk bisa beli beras, pakaian dan bayar uang sekolah anak-anak, saya harus cari kerja di orang yang upahnya per hari. Kalau tidak ada itu, kami makan ubi dari kebun. Uang sekolah anak-anak juga sering terlambat bayar," tutur Maria sambil mengusap air matanya. 

Selain itu, di gubuknya belum teraliri listrik PLN. Hal itu disebabkan tidak ada dana untuk membeli meteran. 

"Rumah saja kita tidak bisa perbaiki. Apalagi mau beli meteran," tutur Maria.

Tak ada listrik, andalkan pelita

Ia mengatakan, untuk penerangan malam, di rumah itu masih mengandalkan lampu pelita. Hal itu membuat ia kasihan dengan anak-anaknya belajar tanpa penerangan yang memadai. 

Kadang kalau tidak ada lampu, kami andalkan nyala api saja untuk terang saat makan malam. Anak-anak jadinya tidak bisa belajar," keluh Maria. 

Sementara itu, anak sulung Mama Maria yang bernama Maria Lanti mengaku tetap rajin belajar meski harus mengandalkan penerangan lampu pelita.

"Kemarin saya juara 1 kelas dan juara 1 umum di sekolah. Saya harus rajin belajar dan terus sekolah untuk bahagiakan mama," tutur Maria. 

Ia mengaku, kondisi rumah dan ekonomi keluarganya yang serba terbatas tidak jadi penghalang dirinya untuk sukses di kemudian hari. 

"Saya cita-cita jadi guru. Dan mimpi saya nanti harus diwujudkan. Saya mau sekolah terus," ungkap Maria. 

https://regional.kompas.com/read/2019/07/26/15590691/kami-ini-orang-kampung-dan-miskin-tak-pernah-terbayang-anak-saya-dapat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke