Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Rujito, Dulu Buru dan Sembelih Penyu Kini Jadi Penyelamat

Kompas.com - 19/07/2019, 06:00 WIB
Markus Yuwono,
Khairina

Tim Redaksi

YOGYAKARTA,KOMPAS.com-Kehidupan penyu di dunia semakin berkurang, termasuk di Indonesia. Penyu dan telurnya banyak ditangkap untuk dijual karena konon harganya cukup mahal.

Salah satu yang pernah melakukan penjualan penyu adalah Rujito, warga sekitar Pantai Samas, Bantul, Yogyakarta. 

Pria berusia 59 tahun ini sudah menjadi nelayan sejak tahun 1980-an di sekitar Pantai Samas.

Baca juga: I-Lenuk, Aplikasi Pendata Penyu Karya Mahasiswa Universitas Brawijaya

Saat mencari ikan, ia kadang mengalami masa sulit atau paceklik ikan. Minimnya pengetahuan membuat dirinya memburu penyu dan telurnya untuk dijual.

"Memburu penyu itu dulu di kawasan Pantai Pandansimo hingga Pantai Parangtritis. Telurnya dijual, penyunya disembelih untuk dikonsumsi," katanya di Pantai Samas, Rabu (17/7/2019). 

Setelah bertahun-tahun melakukan tindakan ilegal itu, pria yang kerap dipanggil Mbah Duwur ini mata hatinya terbuka ketika mendapatkan sosialisiasi dari  Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Yogyakarta sekitar tahun 2000.

Saat itu, penyuluhan berisi tentang kondisi populasi penyu yang semakin menurun karena perburuan manusia. 

Dengan tekad kuat melestarikan penyu, dirinya dan beberapa orang membentuk Forum Konservasi Penyu Bantul (FKPB) Desa Srigading, Kecamatan Sanden.

Forum ini memiliki tugas mengumpulkan telur penyu daerah rawan tersapu ombak untuk dipindahkan ke penangkaran.

Nantinya, setelah menetas akan dilepasliarkan di sekitar Pantai Samas. Meski diakuinya awalnya tidak mudah untuk membuat forum tersebut, karena adanya penolakan dari segelintir orang. Namun, Rujito tetap berpegang teguh dengan pendiriannya. 

Baca juga: Cuaca Buruk, Ribuan Telur Penyu Langka di Penangkaran Rusak dan Membusuk

Lokasi penangkaran penyu berukuran 10 meter persegi dikelilingi oleh tembok yang terbuat dari kombinasi botol beling dan semen, berada sekitar 100 meter dari Pantai Samas.

Di dalamnya, terdapat 11 lokasi penetasan penyu, terbuat dari bis beton dan bak penampungan penyu yang berisi air asin.

Telur-telur berasal dari dari anggota FKPB dan para nelayan yang tidak sengaja menemukan telur penyu di bibir Pantai sekitar Bantul. 

Mereka yang menyetorkan diberikan kompensasi Rp 2.000 per butirnya.

"Bukan dibeli tapi diganti uang untuk setiap telur yang disetorkan," ucapnya. 

Rujito mengaku senang karena saat ini hampir tidak ada orang yang melakukan perburuan penyu. Bahkan atas keberhasilannya ini pada tahun 2007 dan 2016 mendapatkan penghargaan Kalpataru dari Pemerintah.

"Semoga apa yang saya lakukan ini dapat memicu orang-orang di luar sana untuk ikut melestarikan penyu," ujarnya. 

Pelepasan tukik sering dilakukan

Dia mengatakan, pada Rabu (17/7/2019) petang dilakukan pelepasliaran dari Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Yogyakarta. Tukik yang dilepasliarkan ini baru ditetaskan tanggal 10 Juli 2019 lalu dan usianya baru 7 hari.

"Sengaja dilakukan sore hari karena mencegah predator memangsa tukik," katanya. 

Saat ini, di penangkaran FKPB terdapat 309 telur yang siap menetas diperkirakan tanggal 19 Juli 2019 mendatang dan ketika berusia 7 hari akan siap dilepasliarkan kembali. 

Baca juga: Sensasi Ngabuburit Sambil Berwisata di Rumah Konservasi Penyu

Kepala BKIPM Yogyakarta Hafit Rahman mengatakan, pihaknya melepasliarkan 200 ekor tukik. Pelepasliaran ini untuk menambah populasi penyu di Indonesia. Pihaknya turut mengajak puluhan pelajar dan pegiat konservasi penyu untuk ikut serta dalam pelepasliaran tersebut, agar mengetahui penyu hewan langka yang harus dilesatraikan.

"Pelajar sengaja dilibatkan agar mengerti pentingnya konservasi penyu yang terus berupaya agar jumlah penyu terus bertambah dan tidak punah," ucapnya. 

Sore itu, ratusan Tukik yang dilepaskan pun tampak berlari menyambut ombak yang datang, ditemani senja. Ratusan pelajar dan Petugas dari BKIPM sumringah melihat tukik itu hilang ditelan ombak. 

 

 

 

 

 

 

 


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com